Beberapa saat lagi kita akan sampai pada bulan Ramadhan, bulan ketika umat muslim di dunia melakukan ibadah puasa (tidak makan dan minum sejak dari terbit sampai terbenamnya matahari). Bagi seorang muslim, puasa ramadhan merupakan bentuk ibadah yang wajib dijalankan. Ternyata puasa juga memiliki banyak manfaat loh untuk kesehatan. Yuk, kita simak, apa aja sih manfaat puasa menurut sains?
Bagi kamu yang memiliki berat badan berlebih dan ingin agak kurusan, mungkin puasa adalah cara yang tepat untuk mewujudkan mimpimu.
Seperti kita ketahui, saat ini makin banyak orang yang memiliki kelebihan berat badan atau gendut (obese). Obesitas tidaklah sehat karena sangat rentan terkena penyakit dan memiliki risiko kematian lebih tinggi [1]. Ternyata, dengan berpuasa dua sampai tiga minggu saja kamu dapat mengurangi 3-4% berat badanmu [2]. Dan jika berpuasa selama 8-12 minggu, kamu bisa mengurangi 6-8% berat badan [2]. Berat yang hilang tersebut sebagian besar berasal dari 75-90% lemak yang berada ditubuhmu.
Selain itu, untuk kamu yang ingin mengecilkan perut yang buncit, puasa juga bisa memberikan solusi. Puasa selama 8-12 minggu dapat mengurangi jumlah lemak di perut sebanyak 4-10%-nya [2]. Artinya, jika kamu memiliki berat badan sebesar 100 kg, dengan berpuasa selama 8-12 minggu, kamu bisa menurunkan berat badan sebanyak 4-10 kg. Tentunya, kamu harus mengatur pola makan selama sahur dan berbuka. Jangan jadikan saur dan berbuka sebagai sarana balas dendam untuk makan sebanyak-banyaknya. 😉
Saat ini, banyak orang Indonesia yang menderita penyakit diabetes. Mungkin kamu sendiri punya teman atau kenalan yang punya penyakit ini. Nah, ternyata puasa dapat juga mengurangi risiko terkena diabetes loh. Kok bisa?
Hal ini masih ada kaitannya dengan timbunan lemak yang ada di tubuh, khususnya di perutmu. Obesitas dapat menyebabkan terjadinya resistensi insulin [3]. Artinya, tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi pankreas secara efektif sehingga kadar gula darah meningkat. Oleh karena itu, orang yang obesitas rentan sekali terkena penyakit ini. Jika kamu memiliki indeks berat badan (body mass index, BMI) lebih dari 35 kg/m2, risiko kamu menderita diabetes meningkat 100 kali lipat dibandingkan orang yang memiliki berat badan normal [4]. Selain itu, puasa dapat menurunkan kadar gula darah dan dapat meningkatkan sensitifitas insulin [5]. Dengan semakin sensitifnya insulin, maka kadar gula darah akan menurun sehingga risiko kena diabetes pun dapat dihindari.
Dalam kondisi normal, tubuh mendapatkan cadangan energi dari proses pemecahan gula (glukosa). Proses ini berlangsung selama 6 jam sampai kamu merasa lapar kembali karena tubuhmu tahu kalau kadar glukosanya berkurang. Ketika berpuasa, setelah cadangan glukosa dalam tubuh habis, maka sumber energi tubuh berikutnya berasal dari lemak. Terakhir, setelah cadangan lemak juga habis, protein yang ada dalam tubuh pun akan diambil untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh.
Nah, ketika kamu puasa, sel-sel tubuhmu memulai proses pembersihan sel yang disebut autofagi [6][7]. Proses ini meliputi pemecahan komponen-komponen sel yang sudah rusak atau menua. Oleh karena itu, lemak dan protein dari sel-sel tersebut dapat di daur ulang. Proses ini juga merupakan mekanisme sel untuk mengalihkan penggunaan nutrisi untuk proses-proses yang lebih penting. Dengan demikian, puasa membuat sel-sel rusak dan tua lebih cepat dihancurkan dan diganti dengan sel-sel baru ketika telah ada asupan nutrisi kembali.
Kanker adalah suatu jenis penyakit yang diakibatkan oleh pertumbuhan sel yang tidak terkendali. Suatu penyakit yang sangat menakutkan karena sampai saat ini masih sulit penanganannya.
Nah ternyata, puasa dapat juga mengurangi risiko terkena penyakit ini. Penelitian yang dilakukan pada tikus yang menderita kanker menunjukkan bahwa puasa dapat meningkatkan angka harapan hidup mereka [8]. Penelitian lain juga menunjukkan hal yang sama, puasa dua hari dapat memperlambat pertumbuhan beberapa jenis tumor pada tikus [9]. Tak hanya itu saja, sebuah penelitian pada manusia menunjukkan bahwa penurunan berat badan lebih dari 5% dapat mengurangi risiko kanker payudara sebesar 25% pada wanita post-menopause [10]. Walaupun tidak ada kaitannya secara langsung, tapi penurunan berat badan tersebut dapat dicapai dengan berpuasa seperti yang telah disebutkan di atas.
Saat ini, kemoterapi merupakan cara yang paling banyak digunakan untuk terapi kanker. Namun, proses ini memiliki efek samping yang besar karena berbahaya bagi sel-sel normal. Lalu apa kaitannya kemoterapi dengan puasa?
Seperti kamu ketahui, ketika puasa, ketersedian nutrisi dalam tubuh terbatas. Pada sel normal, jumlah nutrisi yang terbatas ini digunakan untuk pemeliharaan dan perbaikan sel (tidak untuk pertumbuhan atau reproduksi) sehingga meningkatkan pertahanan sel terhadap stress [11]. Namun, kemampuan ini tidak dimiliki oleh sel kanker. Sel kanker lebih memprioritaskan nutrisi yang ada untuk pertumbuhan atau reproduksi sel. Hal inilah yang menyebabkan sel kanker tidak memiliki pertahanan yang cukup pada kondisi stress, seperti ketika dilakukan kemoterapi. Oleh karena itu, ketika puasa, sel-sel kanker relatif lebih mudah untuk dihancurkan. Sebuah penelitian pun menunjukkan bahwa puasa selama 2-3 hari sebelum dan 1 hari setelah kemoterapi dapat membunuh sel-sel kanker lebih efektif dan dapat meminimalisir kerusakan pada sel-sel normal [12]. Dengan demikian, puasa juga dapat mengurangi efek samping dari kemoterapi tersebut.
Walaupun ketika puasa kita jadi agak mudah marah karena kelaparan, ternyata puasa sangat bagus juga untuk otak. Penelitian pada tikus menunjukkan bahwa puasa dapat meningkatkan pertumbuhan sel-sel saraf baru yang sangat bermanfaat untuk fungsi otak [13]. Puasa juga dapat meningkatkan level hormon otak yang berperan dalam mencegah depresi dan masalah yang berhubungan dengan otak seperti stroke [14][15]. Selain itu, penelitian pada hewan lain, puasa dapat mengurangi risiko terkena penyakit otak lainnya seperti Alzheimer, Parkinson, dan Huntington [16][17][18]. Walaupun puasa banyak manfaatnya pada otak hewan, tapi penelitian mengenai efek ini pada manusia masih perlu dilakukan.
Bagi kamu yang ingin awet muda, puasa bisa jadi alternatif murah untuk memperlambat proses penuaan. Penelitian yang dilakukan pada berbagai jenis mikroorganisme dan hewan menunjukkan bahwa puasa dapat memperlambat proses penuaan dan meningkatkan angka harapan hidupnya [19]. Hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa puasa menyebabkan terjadinya perubahan sistem ekspresi gen yang dapat memperlambat proses penuaan [19]. Selain itu, seperti yang telah dijelaskan di atas, puasa dapat memacu perbaikan dan pertumbuhan sel-sel yang baru serta penghancuran sel-sel yang rusak/menua sehingga tubuh bisa lebih awet muda dan berfungsi dengan optimal. Walaupun demikian, penelitian efek puasa terhadap penuaan masih perlu penelitian lebih lanjut.
Buat kamu yang menjalankan ibadah puasa Ramadhan, jangan gagal fokus ya. Walaupun puasa banyak manfaatnya bagi kesehatanmu, jangan jadikan momentum puasa ini sebagai satu-satunya tujuan. Tetapkan tujuan bahwa puasa sebagai sarana mendekatkan diri kita kepada Yang Maha Kuasa. Yakinkan bahwa manfaat kesehatan di atas sebagai bonus dari ibadah yang sedang kamu jalankan. 🙂
Referensi:
[1] P. S. Collaboration, “Body-mass index and cause-specific mortality in 900 000 adults: collaborative analyses of 57 prospective studies,” The Lancet, vol. 373, no. 9669, pp. 1083–1096, Mar. 2009.
[2] K. A. Varady, “Intermittent versus daily calorie restriction: which diet regimen is more effective for weight loss?,” Obes. Rev., vol. 12, no. 7, pp. e593–e601, Jul. 2011.
[3] R. Scaglione, T. D. Chiara, T. Cariello, and G. Licata, “Visceral obesity and metabolic syndrome: two faces of the same medal?,” Intern. Emerg. Med., vol. 5, no. 2, pp. 111–119, Apr. 2010.
[4] G. A. Colditz, “Weight Gain as a Risk Factor for Clinical Diabetes Mellitus in Women,” Ann. Intern. Med., vol. 122, no. 7, p. 481, Apr. 1995.
[5] A. R. Barnosky, K. K. Hoddy, T. G. Unterman, and K. A. Varady, “Intermittent fasting vs daily calorie restriction for type 2 diabetes prevention: a review of human findings,” Transl. Res., vol. 164, no. 4, pp. 302–311, Oct. 2014.
[6] M. Alirezaei, C. C. Kemball, C. T. Flynn, M. R. Wood, J. L. Whitton, and W. B. Kiosses, “Short-term fasting induces profound neuronal autophagy,” Autophagy, vol. 6, no. 6, pp. 702–710, Aug. 2010.
[7] W. Martinet, G. R. Y. De Meyer, L. Andries, A. G. Herman, and M. M. Kockx, “In Situ Detection of Starvation-induced Autophagy,” J. Histochem. Cytochem., vol. 54, no. 1, pp. 85–96, Jan. 2006.
[8] I. Siegel, T. L. Liu, N. Nepomuceno, and N. Gleicher, “Effects of Short-Term Dietary Restriction on Survival of Mammary Ascites Tumor-Bearing Rats,” Cancer Invest., vol. 6, no. 6, pp. 677–680, Jan. 1988.
[9] C. Lee et al., “Fasting Cycles Retard Growth of Tumors and Sensitize a Range of Cancer Cell Types to Chemotherapy,” Sci. Transl. Med., vol. 4, no. 124, p. 124ra27-124ra27, Mar. 2012.
[10] M. Harvie and A. Howell, “Energy restriction and the prevention of breast cancer,” Proc. Nutr. Soc., vol. 71, no. 2, pp. 263–275, May 2012.
[11] C. Lee and V. D. Longo, “Fasting vs dietary restriction in cellular protection and cancer treatment: from model organisms to patients,” Oncogene, vol. 30, no. 30, pp. 3305–3316, Jul. 2011.
[12] F. M. Safdie et al., “Fasting and cancer treatment in humans: A case series report,” Aging, vol. 1, no. 12, pp. 988–1007, Dec. 2009.
[13] J. Lee, W. Duan, J. M. Long, D. K. Ingram, and M. P. Mattson, “Dietary restriction increases the number of newly generated neural cells, and induces BDNF expression, in the dentate gyrus of rats,” J. Mol. Neurosci., vol. 15, no. 2, pp. 99–108, Oct. 2000.
[14] M. P. Mattson, “ENERGY INTAKE, MEAL FREQUENCY, AND HEALTH: A Neurobiological Perspective,” Annu. Rev. Nutr., vol. 25, no. 1, pp. 237–260, 2005.
[15] T. V. Arumugam, T. M. Phillips, A. Cheng, C. H. Morrell, M. P. Mattson, and R. Wan, “Age and Energy Intake Interact to Modify Cell Stress Pathways and Stroke Outcome,” Ann. Neurol., vol. 67, no. 1, pp. 41–52, Jan. 2010.
[16] V. K. M. Halagappa et al., “Intermittent fasting and caloric restriction ameliorate age-related behavioral deficits in the triple-transgenic mouse model of Alzheimer’s disease,” Neurobiol. Dis., vol. 26, no. 1, pp. 212–220, Apr. 2007.
[17] B. Martin, M. P. Mattson, and S. Maudsley, “Caloric restriction and intermittent fasting: Two potential diets for successful brain aging,” Ageing Res. Rev., vol. 5, no. 3, pp. 332–353, Aug. 2006.
[18] W. Duan and M. P. Mattson, “Dietary restriction and 2-deoxyglucose administration improve behavioral outcome and reduce degeneration of dopaminergic neurons in models of Parkinson’s disease,” J. Neurosci. Res., vol. 57, no. 2, pp. 195–206, Jul. 1999.
[19] A. Kogure, M. Uno, T. Ikeda, and E. Nishida, “The MicroRNA Machinery Regulates Fasting-Induced Changes in Gene Expression and Longevity in Caenorhabditis elegans,” J. Biol. Chem., p. jbc.M116.765065, May 2017.
dan dapatkan konten-konten menarik tentang sains dan teknologi langsung di inbox email kamu