Olahraga merupakan sebuah aktifitas yang menarik dan menyehatkan. Akan tetapi, olahraga juga dapat merenggut nyawa seseorang, bahkan bagi atlet sekalipun. Seperti dilansir oleh the Science of Sport, Ryan Shay seorang atlet marathon asal negeri Paman Sam mengalami kematian mendadak atau sering disebut sudden death pada saat menjalani kompetisi [1]. Hal tersebut merupakan salah satu bukti bahwa status atlet ataupun bukan memiliki risiko mengalami sudden death saat berolahraga. Dan ternyata, atlet memiliki risiko yang lebih tinggi dibandingkan non atlet. Walaupun penyebabnya belum diketahui secara pasti, rasio sudden death antara atlet dan non atlet adalah sebesar 2.8:1 [2]. Sementara itu, laki-laki lebih rentan mengalami sudden death dibandingkan perempuan dengan rasio sebesar 9:1 [2]. Akan tetapi, rasio tersebut tidak bisa digeneralisir karena setiap negara mempunyai rasio yang berbeda. Misalnya, risiko terjadinya sudden death di Denmark adalah sebesar 13,67:1, Perancis sebesar 18:1, dan Finlandia sebesar 16,2:1 [2].
Sebenarnya, kasus sudden death selama olahraga sangat jarang terjadi. Apostolos, seorang peneliti dari Peloponnese University, mengatakan bahwa kasus sudden death dalam satu tahun terjadi antara 1 per 250.000 sampai 3 per 100.000 orang, dan sebagian besar terjadi pada laki-laki [2]. Dalam penemuan kasus sudden death, dari 388 kasus yang ada, 132 kasus terjadi pada olahraga sepak bola, 64 kasus pada marathon, 98 kasus pada basket, dan 19 kasus pada renang [2]. Ternyata, orang yang lebih tua memiliki risiko lebih tinggi mengalami sudden death jika dosis olahraga tidak disesuaikan dengan kemampuan fisiologisnya.
Apa Penyebabnya?
Penyebab sudden death di setiap negara berbeda-beda. Di Amerika, penyebab utamanya adalah hypertrophic cardiomyopathy (HCM) (36-42%), di Italia penyebab utamanya adalah arrhythmogenic right ventricular dysplasia (ARVD) (22.4%) dan di Perancis adalah jantung koroner (29 %) [3]. Pada artikel ini, mari kita fokuskan pebahasan pada jantung koroner sebagai penyebab sudden death.
Penyakit jantung koroner merupakan akibat dari rusaknya pembuluh darah arteri koroner yang berfungsi untuk mengalirkan darah menuju otot jantung [4]. Penyebab utama rusaknya arteri koroner adalah arteriosklerosis, suatu peradangan yang disebabkan oleh rusaknya dinding arteri dan dicirikan dengan berakumulasinya lemak di dinding arteri koroner tersebut [4]. Proses awal terjadinya arteriosklerosis adalah penumpukan kolesterol atau Low Density Lipoprotein-Cholestrol (LDL-C) di dalam darah dan merusak sel endothelium (dinding arteri) [5]. Selain itu, awal mula rusaknya sel endothelial juga dapat disebabkan oleh zat kimia pada rokok, tekan darah tinggi, kolesterol tinggi, dan kompleks imun [4]. LDL-C masuk menuju sel endothelial dinding arteri yang dioksidasi oleh radikal bebas yang kemudian menarik sel imun (macropahages) masuk menuju dinding arteri [4]. Macrophages akan mencerna LDL-C dan melepaskan zat kimia yang membuat terbelahnya sel otot halus dan berpindah dari tunica media menuju lapisan intima [4]. Hasil dari serangkaian proses tersebut akan membentuk plak di dalam pembuluh darah arteri koroner yang kemudian meningkatkan kekakuan lapisan tunica intima sehingga menyebabkan pengecilan diameter arteri koroner [4]. Pada akhirnya, berkembangnya plak akan sangat trombotik, artinya seandainya plak pecah, material di dalam plak akan menjadi gumpalan darah yang dapat menyumbat dan menyebabkan serangan jantung atau stroke [4].
Ketika berolahraga terlalu keras, jantung akan memompa darah lebih keras lagi. Hal ini menyebabkan tekanan darah di pembuluh arteri tersebut akan lebih tinggi sehingga memperbesar risiko pecahnya plak pada arteri koroner yang telah mengecil tersebut. Hal ini menyebabkan terjadinya serangan jantung ketika berolahraga.
Bagaimana Cara Pencegahannya ?
Olahraga secara teratur dapat menurunkan risiko penyakit jantung [3]. Selain itu, manfaat olahraga dapat menurunkan berat badan, menurunkan tekanan darah, meningkatkan sensitifitas insulin, kemampuan kognitif, dan kesehatan mental [6]. Orang yang berolahraga secara teratur juga memiliki harapan hidup 7 tahun lebih lama dibandingkan orang yang jarang berolahraga [6]. Berdasarkan penelitian terhadap 45.000 laki-laki yang suka lari lebih dari 60 menit per minggu, risiko terkena penyakit jantung koronernya turun sebesar 42% dibandingkan orang yang jarang berolahraga. Selain itu, orang yang sering melakukan olahraga jalan cepat selama 30 menit per hari memiliki penurunan risiko sebesar 18% [6]. Oleh karena itu, olahraga secara teratur harus dilakukan minimal lari selama 60 menit per minggunya. Alangkah lebih baiknya melakukan olahraga 3 kali dalam seminggu agar risiko penyakit jantung dapat berkurang. Selain itu, untuk usia di atas 35 tahun, hindari olahraga dengan intensitas tinggi atau menuntut pengeluarkan tenaga extra seperti sepak bola, basket, tenis lapang, dsb.
Pra partisipasi adalah metode yang tepat untuk mencegah terjadinya sudden death. Pemeriksaaan pra partisipasi dapat mengidentifikasi keadaan kesehatan seseorang yang mungkin membuatnya berisiko [2]. Cek denyut nadi, tekanan darah dan EKG adalah aspek-aspek yang dievaluasi untuk menentukan kelayakan bertanding, tes kebugaran atau latihan fisik. Sayangnya, saat ini pra partisipasi jarang diterapkan di tempat kebugaran seperti fitness center, futsal center atau sport center lainnya. Bagi penderita penyakit berisiko diwajibkan untuk tidak berolahraga dengan seenaknya, tapi harus berdasarkan resep olahraga yang diberikan oleh dokter olahraga atau praktisi kesehatan olahraga. Selain itu, selama berolahraga, mereka sebaiknya didampingi oleh personal trainer agar dapat mengaplikasikan resep olahraga sesuai aturan. Jika tidak memperhatikan aturan, status kebugaran, dan riwayat kesehatan, olahraga yang dilakukan akan sangat berbahaya.
Referensi :
[1] | Ross, “Ryan Shay Autopsy // Why the delay?,” The Science of Sport, 9 Maret 2008. |
[2] | S. A. Plowman and D. L. Smith, “Exercise Physiology For Heath, Fitness, And Performance,” Philadhelphia: Lippincott William & Wilkins, 2011. |
[3] | S. Apostolos, A. G. Priftakis and N. Vasilakis, “Sudden Death during Sport Activities,” Biology of Exercise, vol. 12, no. 1, pp. 87-110, 2016. |
[4] | C. Ozdemir, T. Saka, H. Asil, I. Uzun and M. Oner, “Soccer related sudden deaths in Turkey,” Journal od Sport Science and Medicine, vol. 7, pp. 92-98, 2008. |
[5] | A. B. Silva and S. Sharma, “Exercise, The Athlete’s Heart, and Sudden Cardiac Death,” Physician and Sportmedicine, vol. 42, no. 2, pp. 100-113, 2014. |
[6] | P. Grandjean and S. F. Crouse, “Lipid and Lipoprotein Disorder,” in Clinical Exercise Physiology, Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins, 2004, pp. 55-85. |
[7] | I. Asif and J. Drezner , “Sudden Cardiac Death and Preparticipation Screening: The Debate Continues-in Support of Electrocardiogram-Inclusive Preparticipation Screening,” Progress Card Dis, vol. 54, no. 5, pp. 445-450, 2012. |
dan dapatkan konten-konten menarik tentang sains dan teknologi langsung di inbox email kamu