Baru-baru ini heboh berita yang menyatakan bahwa air minum kemasan yang dijual dalam bentuk botol plastik mengandung mikro plastik. Berita ini didasarakan pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti di State University of New York at Fredonia [1].
Mereka meneliti sebanyak 259 botol air minum kemasan yang berasal dari 11 merek, di 19 tempat dari 9 negara, termasuk Indonesia. Hasilnya menunjukkan bahwa 93% botol air terkontaminasi mikroplasik berbagai ukuran dengan jumlah rata-rata sebanyak 325 partikel per liter. Partikel plastik disebut mikro plastik jika memiliki diameter dibawah 5 mm. Salah satu produk mengandung partikel plastik sebanyak 10.000 partikel per liter air. Secara keseluruhan, jumlah partikel plastik ini lebih tinggi dari jumlah yang terdapat pada air ledeng.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa jenis plastik yang paling umum ditemukan adalah jenis polipropilena, jenis plastik pada tutup botol. Selain itu, 4% partikel plastik berasal dari pelumas industri. Hasil ini menunjukkan bahwa kontaminasi sebagian berasal dari proses pengemasan [1].
Sebenarnya, saat ini, mikroplastik tidak hanya terdapat pada air minum kemasan saja, tapi di lingkungan perairan di sekitar kita juga. Hal ini akibat dari banyaknya sampah plastik yang dibuang ke lingkungan tanpa penanganan yang tepat. Sebagai catatan, produksi plastik global mencapai 300 juta ton pada tahun 2013 dan diperkirakan akan meningkat menjadi 33 miliar ton pada tahun 2050 [2]. Akibatnya, saat ini, sekitar 60-80% sampah di lautan berasal dari plastik [2]. Di sana, sampah plastik tersebut akan terpecah-pecah menjadi partikel-partikel yang lebih kecil melalui paparan sinar UV, degradasi secara biologis, dan proses fisika serta kimia lainnya sehingga menjadi mikroplastik. Selain itu, mikroplastik juga dapat dihasilkan secara langsung dari produk-produk industri, seperti mikroplastik yang ditambahkan pada pasta gigi, kosmetik, dan produk perawatan pribadi lainnya.
Pertanyaannya, jika mikroplastik tersebut termakan atau terminum bersama dengan air kemasan yang kita minum, apakah dapat membahayakan kesehatan?
Jawaban singkatnya, kita tidak tahu dengan pasti efeknya karena sampai saat ini belum ada penelitian mengenai toksisitas mikroplastik terhadap kesehatan manusia [3]. Kita juga tidak tahu ambang batas mikroplastik yang membahayakan kesehatan.
Menurut Otoritas Keamanan Makanan Eropa (European Food Safety Authority), sebanyak 90% mikroplastik yang terkonsumsi kemungkinan besar hanya akan melewati sistem pencernaan dan di keluar kan kembali dari tubuh bersama tinja [3]. Sisanya, sebagian bisa mengendap di dinding usus dan sebagian lainnya bisa terserap dan masuk ke system limfa tubuh. Ini yang kemungkinan berefek terhadap kesehatan.
Saat ini, penelitian mengenai efek mikroplastik banyak berasal dari makhluk hidup di perairan seperti ikan, udang, ketang dan plankton. Sebagian hasil penelitian menyebutkan tidak adanya efek negatif, tapi sebagian lainnya menyebutkan bahwa mikroplastik dapat menyebabkan kerusakan organ dalam seperti penyumbatan saluran pencernaan, menghambat pertumbuhan, menghambat produksi enzim, dan juga berefek terhadap sistem reproduksi [4]. Pada tikus, mikroplastik dapat mengubah komposisi mikrobiota lambung dan menyebabkan kelainan lipid hati [4].
Intinya, dengan semakin banyaknya sampah plastik yang kita buang ke lingkungan, akan semakin besar efek negatifnya terhadap lingkungan dan makhluk hidup di dalamnya, termasuk kita. Saat ini, kita belum tahu pasti efek mikroplastik terhadap kesehatan manusia. Akan tetapi, dari pada menyesal akhirnya, lebih baik dari sekarang kita mengurangi penggunaan dan pembuangan sampah plastik sembarangan. Hal ini tentu saja perlu peran aktif dari semua pihak, baik kita secara pribadi, industri, dan juga pemerintah.
Referensi:
[1] C. Tyree and D. Morrison, “Plus Plastic: Microplastics found in global bottled water.” [Online]. Available: http://orbmedia.org/stories/plus-plastic/multimedia. [Accessed: 20-Mar-2018].
[2] C. J. Moore, “Synthetic polymers in the marine environment: A rapidly increasing, long-term threat,” Environ. Res., vol. 108, no. 2, pp. 131–139, Oct. 2008.
[3] EFSA CONTAM Panel, “Presence of microplastics and nanoplastics in food, with particular focus on seafood,” EFSA J., vol. 14, no. 6, p. e04501, Jun. 2016.
[4] L. Lu, Z. Wan, T. Luo, Z. Fu, and Y. Jin, “Polystyrene microplastics induce gut microbiota dysbiosis and hepatic lipid metabolism disorder in mice,” Sci. Total Environ., vol. 631–632, pp. 449–458, Mar. 2018.
dan dapatkan konten-konten menarik tentang sains dan teknologi langsung di inbox email kamu
4 Comments
Sangat bagus sekali artikelnya. Pengetahuan yang mendasari ilmu kesehatan kita sehari hari.
Apakah tidak ditindak lebih lanjut lgi mengenai bahaya atau tidaknya penggunaan botol plastik dalm minuman kemasan? Karna kami masih menjumpai dilingkungan sekitar kita.
Terima kasih atas apresiasinya. Untuk saat ini sepertinya belum karena ini membutuhkan regulasi dari pemerintah juga.
terima kasih informasinya pak
ini sanget membantu dalam peningkatan kesehatan kita
karena memang banyak sekali sekran gyang memanfaatkan plastik bekas, tapi tidak di bersihakan dengan bagusss
Sama-sama 🙂