Site icon SainsPop

Bioplastik, sebuah solusi untuk dua masalah lingkungan

Plastik ada di mana-mana, bahkan hampir tak terpisahkan dari setiap aktivitas kita sehari-hari.

Coba kita cek bersama ya! Setelah bangun tidur lalu ke kamar mandi, maka yang kita lihat adalah kemasan sabun, sampo, dan pasta gigi, yang semuanya terbuat dari plastik. Saat kita ke dapur, maka yang kita lihat sebagian besar kemasan makanan terbuat dari plastik. Beberapa peralatan rumah tangga juga terbuat dari plastik, seperti lemari, kursi, tempat sampah, keranjang cucian, dan beberapa bagian di peralatan elektronik. Serta yang sulit untuk kita hindari ketika berbelanja, yaitu kantong plastik.

Banyaknya barang di sekitar kita yang berbahan dasar plastik disebabkan oleh keunggulan yang dimiliki plastik, yaitu: tahan lama, kedap air, ringan, dan ekonomis [1].

Lalu pernahkah kita terpikir, apakah yang terjadi dengan plastik setelah dibuang?

“Pada tahun 2050 diperkirakan ada lebih banyak plastik dibandingkan ikan di samudra [2].”

Ya, ternyata plastik merupakan salah satu tantangan lingkungan terbesar bagi kita.

Selain sampah plastik, ternyata sampah organik pun menumpuk di mana-mana, ada yang berasal dari sisa makanan di restoran dan pasar, sisa pertanian dan perkebunan, serta sampah kertas dan kardus kemasan.

Lalu pernahkah kita terpikir, apakah yang terjadi dengan tumpukan sampah organik tersebut?

“Sampah sisa makanan akan diuraikan secara anaerob sehingga menghasilkan gas metana, ini salah satu faktor yang mempercepat efek rumah kaca [3].”

Wah ternyata tantangan lingkungan kita sangat besar ya! Kita tidak hanya harus berpikir bagaimana cara mengatasi sampah plastik, tetapi juga masalah sampah organik menjadi tantangan tersendiri yang harus diselesaikan.

Menurutmu, bagaimana cara mengatasinya?

Jika kita hubungkan kedua masalah lingkungan tadi, ternyata bisa saling melengkapi untuk memberikan solusi. Solusi yang dimaksud adalah bioplastik.

Apa itu bioplastik?

Jika plastik pada umumnya terbuat dari minyak bumi, maka sesuai dengan namanya, bio plastik ini terbuat dari bahan-bahan alami, yang berasal dari makhluk hidup (bio). Bio plastik dapat terbuat dari sumber daya alam (SDA) yang dapat diperbarui, yaitu dari senyawa-senyawa dalam tanaman misalnya pati, selulosa, dan lignin serta pada hewan seperti kasein, protein, dan lipid.

Jika plastik membutuhkan waktu yang sangat lama (puluhan hingga ratusan tahun tergantung pada kompleksitas polimernya) untuk terurai di lingkungan, maka bio plastik diharapkan dapat menggantikan plastik, karena bio plastik dapat lebih mudah terurai secara biologis. Namun masalahnya adalah apabila bioplastik dibuat dari tanaman yang sengaja ditanam khusus, maka biaya pengolahannya akan menjadi sangat mahal. Oleh karena itu, apabila bioplastik dibuat dari sampah organik, maka biaya pengolahannya diharapkan dapat lebih murah [4].

Bagaimana cara membuat bioplastik?

Secara garis besar, kita dapat membuat bioplastik dari bahan yang berasal dari tanaman maupun hewan. Untuk membuat bioplastik dari pati singkong, kita dapat mencampurkan pati singkong dengan asam asetat, dan gliserol. Fungsi asam asetat adalah untuk memperkuat bioplastik sedangkan fungsi gliserol adalah untuk melenturkannya. Campuran tersebut dipanaskan sambil terus diaduk-aduk hingga mengental dan transparan. Pada tahap ini terjadi polimerisasi. Setelah itu, campuran tersebut siap dicetak. Untuk membuat bioplastik dari kolagen sapi, kita dapat mencampurkan kolagen sapi dengan gliserol.  Campuran tersebut dipanaskan hingga mendidih. Pada tahap ini terjadi polimerisasi. Setelah itu, campuran tersebut siap dicetak [5].

Untuk membuat bioplastik dari sampah organik, kita dapat mengeringkan sampah organik terlebih dahulu kemudian mengekstrak senyawa polimernya (pati dan selulosa). Selanjutkan ekstrak polimer alami tersebut dilarutkan dengan pelarut yang sesuai. Larutan ini selanjutnya dicampur dengan gliserol lalu siap dicetak menjadi bioplastik. Tantangan selanjutnya adalah meningkatkan sifat mekanik dari bioplastik yang dihasilkan. Sifat mekanik tersebut terdiri dari kekuatan tarik, panjang maksimum sebelum terputus, dan elastisitasnya. Pada beberapa penelitian, salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan sifat mekanik bioplastik adalah dengan mencampurkan polimer alami dengan polimer sintetik. Hingga sampai saat ini, penelitian tentang bioplastik masih terus dioptimalkan [6].

Referensi

[1] Mukti Gill. Bioplastic: a Better Alternative to Plastics. International Journal of Research in Applied, Natural and Social Sciences. Vol. 2, Issue 8, 115-120. Aug 2014.

[2] https://www.washingtonpost.com/news/morning-mix/wp/2016/01/20/by-2050-there-will-be-more-plastic-than-fish-in-the-worlds-oceans-study-says/?utm_term=.309505f238ce [Accessed: 1-April-2018]

[3] https://www.theguardian.com/environment/2016/apr/07/reducing-food-waste-would-mitigate-climate-change-study-shows [Accessed: 1-April-2018]

[4] Akshita Kapoor, Rachin Sharma, et al. Production of Bioplastic from Waste Newspaper Pulp and Drained Rice Starch Water. Journal Advanced Research Biotechnology 2(3): 1-2. 2017.

[5] E-book Tutorial Bioplastik. Sustainable Hyper-platform of Indonesian Network of Educators (SHINE).

[6] Bayer, I. S., Guzman-Puyol, S., Heredia-Guerrero, J. A., et al. Direct Transformation of Edible Vegetable Waste into Bioplastics. Macromolecules. 47, 5135−5143. 2014.

Exit mobile version