Site icon SainsPop

Mengapa Beberapa Kelompok Manusia Menyukai Minuman Keras?

Mitos dan Fakta Miras

Catatan mengenai konsumsi minuman beretanol atau yang biasa disebut oleh awam minuman beralkohol atau minuman keras tersebar luas di dalam sejarah peradaban manusia. Paling tidak, minuman keras sudah dikonsumsi oleh manusia sejak 9000 tahun yang lalu [1], sekitar 8000 tahun lebih awal sebelum bukti penggunaan pipa untuk merokok tembakau ditemukan [2]. Pada zaman modern ini, berbagai versi minuman keras diperdagangkan di berbagai penjuru dunia sebagai komoditas dengan nilai kapitalisasi pasar yang sangat tinggi [3]. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi minuman keras, terlepas dari kontroversi yang dimilikinya, merupakan aspek yang penting dan dilestarikan di dalam berbagai kebudayaan manusia.

Pada umumnya, alkohol yang ada di dalam minuman keras merupakan produk fermentasi gula yang dibantu oleh ragi terutama dari genus Saccharomyces [4]. Nama Saccharomyces sendiri berarti kapang gula. Di dalam proses pembuatannya, fermentasi gula menjadi etanol bukanlah tanpa masalah, terkadang produk sampingan berupa metanol yang lebih toksik ternyata muncul apabila kultur ragi yang digunakan tercampur dengan mikroba lain [5]. Kesukaan sekelompok manusia terhadap minuman keras tentunya menimbulkan banyak tanda tanya karena selain mampu meracuni tubuh manusia, konsumsi minuman keras ternyata juga mampu memengaruhi perilaku dan merusak interaksi sosial orang yang mengonsumsinya [6].

Ada berbagai teori yang telah dikemukakan oleh para ilmuwan untuk menjawab hal ini. Beberapa berargumen bahwa konsumsi minuman keras dalam jumlah kecil ternyata baik bagi kesehatan [7]. Sebagian lagi menjawab bahwa minuman keras memperkuat hubungantali soscial dan membantu untuk keluar dari masa-masa sulit [8]. Walaupun tentunya belum ada jawaban yang memuaskan, salah satu yang cukup menarik adalah jawaban yang datang dari sekelompok peneliti di Amerika Serikat [9].

Kelompok ini memulai dengan menganalisis gen alkohol dehidrogenase kelas 4 (ADH4) pada berbagai primata termasuk manusia. Gen ADH4 merupakan gen yang menyandikan enzim yang mampu memecah etanol menjadi asetaldehid sebelum diubah oleh enzim lain menjadi asetat. Mereka mengetahui bahwa gen ini ternyata mengalami mutasi yang tiba-tiba meningkatkan fungsi katalisisnya sekitar 10 juta tahun yang lalu bahkan jauh sebelum manusia mulai mengenal cara bertani.

Periode ini bertepatan dengan masa ketika nenek moyang manusia mulai berpindah dari kehidupan di atas pohon ke kehidupan di daratan. Pada periode ini, nenek moyang manusia mulai bergantung pada buah-buahan yang jatuh dari pohon. Buah-buahan yang jatuh dari pohon kerap kali mengalami proses pembusukan yang didahului dengan proses fermentasi oleh ragi. Hal ini membuat buah-buahan yang nyaris busuk itu cukup beracun. Proses seleksi dan adaptasi dibutuhkan untuk memetabolisme etanol yang beracun agar dapat dikonsumsi. Hal ini mungkin menjelaskan mengapa konsumsi minuman keras cukup lumrah karena nenek moyang manusia ternyata telah terbiasa memakan etanol bersama dengan buah-buahan yang hampir busuk ini. Tentu saja, di masa modern saat ini, kita perlu kembali bertanya apakah kita mau mempertahankan kebiasaan yang berisiko ini?

Mitos dan Fakta

Berikut ini adalah beberapa mitos seputar minuman keras dan apa yang telah ditemukan oleh para ilmuwan ketika mengujinya.

Kenyataannya, konsumsi minuman keras membuat tubuh kehilangan kemampuan untuk meregulasi panas dan mengakibatkan timbulnya persepsi rasa hangat semu [10]. Hal ini dapat berakibat fatal apalagi ketika tubuh sedang dalam kondisi hipotermia karena penderita mungkin tidak merasa perlu untuk mendapatkan penanganan yang tepat.

Hal ini kurang tepat karena ternyata kandungan alkohol yang tersisa sangat tergantung pada cara pemasakannya [11]. Uniknya, kandungan alkohol serupa tidak hanya ditemukan pada produk masakan yang dicampur minuman beralkohol, tapi juga produk makanan yang dibuat dengan menggunakan ragi seperti, misalnya, roti.

Kita kerap kali menyaksikan hal ini di dalam film-film aksi. Namun, yang patut diperhatikan adalah lamanya pemaparan dan konsentrasi etanol pada minuman keras karena tidak semua bibit penyakit, contohnya virus polio, dapat dienyahkan oleh etanol di dalam minuman keras [12].

Buat Percobaan Kamu Sendiri

Jika kamu penasaran apakah buah yang busuk menghasilkan etanol seperti yang dikatakan oleh para ilmuwan, kamu bisa membuat percobaan sederhana di bawah ini. Percobaan ini melibatkan proses pemanasan, oleh sebab itu mintalah bantuan orang dewasa jika kamu kesulitan. Percobaan ini didasari pada pengetahuan bahwa fermentasi gula menjadi alkohol juga dibarengi dengan produksi gas karbondioksida.

  1. Ambil jus buah apa saja yang terasa manis (kurang lebih 500 mL).
  2. Saring jus buah sehingga terpisah antara cairan dan ampasnya. Buang ampasnya.
  3. Panaskan cairan buah ini sampai mendidih dan tunggu sampai jus ini menjadi hangat.
  4. Ambil botol kaca dan pastikan botol ini telah dicuci bersih.
  5. Masukkan jus kedalam botol kaca sampai botol terisi setengah penuh.
  6. Masukkan satu sendok teh ragi roti ke dalam botol dan kocok sampai merata
  7. Ambil sebuah balon dan pasangkan mulut balon ke mulut botol. Pastikan balon telah kempes sebelum dipasang.
  8. Biarkan botol di tempat gelap selama beberapa jam sampai beberapa hari.
  9. Proses fermentasi gula menjadi alkohol menghasilkan produk sampingan, yaitu gas karbondioksida sehingga balon pada botol akan terisi oleh gas ini dan mengembang.
  10. Tergantung pada jumlah gula dan aktivitas ragi, balon akan berhenti berkembang ketika reaksi fermentasi telah selesai dan kita akan mendapatkan sedikit etanol di dalam cairan jus dan gas karbondioksida di dalam balon. Jika dibiarkan terlalu lama sesudah balon berhenti mengembang, etanol yang ada dapat terkonversi menjadi senyawa lain.
  11. Kita bahkan bisa memperoleh sedikit gas ketika mengocok cairan jus di dalam botol
  12. Dan kita sekarang telah berhasil membuktikan bahwa, fermentasi cairan jus buah ternyata menghasilkan etanol dan karbondioksida.
  13. Ingat ini hanya percobaan! Jangan bahayakan dirimu dengan mencicipi cairan jus buah yang telah terfermentasi!

Referensi

  1. McGovern, P. E., Zhang, J., Tang, J., Zhang, Z., Hall, G. R., Moreau, R. A., … Wang, C. (2004). Fermented beverages of pre- and proto-historic China. Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America, 101(51), 17593–17598. http://doi.org/10.1073/pnas.0407921102
  2. Tushingham, S., Ardura, D., Eerkens, J. W., Palazoglu, M., Shahbaz, S., & Fiehn, O. (2013). Hunter-gatherer tobacco smoking: Earliest evidence from the Pacific Northwest Coast of North America. Journal of Archaeological Science,40(2), 1397-1407. doi:10.1016/j.jas.2012.09.019
  3. Jernigan, D. H. (2009). The global alcohol industry: An overview. Addiction, 104, 6-12. doi:10.1111/j.1360-0443.2008.02430.x
  4. Dashko, S., Zhou, N., Compagno, C., & Piškur, J. (2014). Why, when, and how did yeast evolve alcoholic fermentation? Fems Yeast Research, 14(6), 826–832. http://doi.org/10.1111/1567-1364.12161
  5. Ohimain, E. I. (2016). Methanol contamination in traditionally fermented alcoholic beverages: the microbial dimension. SpringerPlus, 5(1), 1607. http://doi.org/10.1186/s40064-016-3303-1
  6. Rehm, J. (2011). The Risks Associated With Alcohol Use and Alcoholism. Alcohol Research & Health, 34(2), 135–143.
  7. Klatsky, A. L. (2003). Wine, Liquor, Beer, and Mortality. American Journal of Epidemiology, 158(6), 585-595. doi:10.1093/aje/kwg184
  8. Ma, C., & Smith, T. E. (2017). Increased alcohol use after Hurricane Ike: The roles of perceived social cohesion and social control. Social Science & Medicine, 190, 29-37. doi:10.1016/j.socscimed.2017.08.014
  9. Carrigan, M. A., Uryasev, O., Frye, C. B., Eckman, B. L., Myers, C. R., Hurley, T. D., & Benner, S. A. (2014). Hominids adapted to metabolize ethanol long before human-directed fermentation. Proceedings of the National Academy of Sciences, 112(2), 458-463. doi:10.1073/pnas.1404167111
  10. Freund, B. J., O’Brien, C., & Young, A. J. (1994). Alcohol ingestion and temperature regulation during cold exposure. Journal of Wilderness Medicine, 5(1), 88-98. doi:10.1580/0953-9859-5.1.88
  11. Ryapushkina, J., Skovenborg, E., Astrup, A., Risbo, J., Bech, L. M., Jensen, M. G., & Snitkjær, P. (2016). Cooking with beer: How much alcohol is left? International Journal of Gastronomy and Food Science, 5-6, 17-26. doi:10.1016/j.ijgfs.2016.09.001
  12. McDonnell, G., & Russell, A. D. (1999). Antiseptics and Disinfectants: Activity, Action, and Resistance. Clinical Microbiology Reviews, 12(1), 147–179.
Exit mobile version