Site icon SainsPop

Kenapa Cabai Pedas?

kenapa cabai pedas

sauce many different peppers in glass container

Apakah kamu termasuk penyuka gorengan seperti bakwan sayur (bala-bala), tempe goreng, cireng,  atau tahu isi? Buat kamu penyuka pedas, tentu saja makanan tersebut akan semakin terasa sedap dimakan dengan cabai rawit atau saus sambal, bukan? Tapi pernah kepikiran nggak sih, apa yang membuat makanan itu menjadi pedas? Apa yang terjadi di tubuh sehingga kita bisa merasakan rasa pedas tersebut dan menjadi ketagihan?

Menurut cerita, cabai merah (red pepper) ini ditemukan oleh Christoper Columbus saat ekspedisinya ke Amerika, tepatnya di daerah yang saat ini dikenal dengan nama Haiti [1]. Awalnya, Columbus mengira bahwa tanaman ini memiliki kekerabatan yang sangat dekat dengan merica hitam (black pepper). Menemukan ladang merica hitam merupakan salah satu misi utama yang harus ia selesaikan. Tentu saja hal tersebut sangatlah wajar, mengingat saat itu merica hitam merupakan salah satu rempah yang banyak digunakan oleh masyarakat Eropa.

Meskipun Colombus tak yakin apakah tanaman yang ditemukan memiliki kekerabatan dengan merica hitam, ia yakin bahwa tanaman tersebut berharga [1]. Akhirnya, Columbus pun membawa tanaman tersebut pulang ke Eropa. Tak menunggu lama, tanaman yang ia bawa pun menyebar ke seluruh Eropa bahkan hingga ke benua Asia dan Afrika. Tanaman ini pun menjadi objek penelitian oleh para Botanis Eropa saat itu. Sampai akhirnya, seorang botanis asal Perancis berhasil mengklasifikasi tanaman ini dengan mengelompokkannya di genus baru yaitu Capsicum, sedangkan merica hitam memiliki genus Piper. Dengan kata lain, kedua tanaman ini memiliki kekerabatan yang cukup jauh.

Lalu, apa sih yang membuat cabai berasa pedas?

Ternyata yang membuat cabai berasa pedas adalah karena adanya senyawa aktif yang bernama kapsaisin (capsaicin, C18H27NO3) [2]. Senyawa ini merupakan senyawa yang mirip dengan minyak karena banyaknya atom karbon di dalamnya dan bersifat hidrofobik. Karakteristik lain dari senyawa ini adalah ia tidak berbau dan tidak berwarna.

Banyak orang yang mengira bahwa kapsaisin ini paling banyak ditemukan di bagian biji cabai, padahal senyawa ini paling banyak ditemukan di bagian membran berwarna putih tempat menempelnya biji [3]. Nah, jika kamu ingin membuat sambal dengan tingkat pedas yang tidak terlalu tinggi, salah satu cara yang bisa kamu lakukan yaitu dengan mengerok dan membuang bagian dalam cabai tersebut.

Saat kamu memakan makanan pedas, kamu pasti merasakan sensasi panas di mulut kamu. Tapi, ketika kamu memasukkan termometer ke lidah kamu, tidak ada peningkatan temperatur yang signifikan, bahkan jika kamu memakan cabai terpedas sekalipun. Kok bisa sih?

Saat kamu memakan makanan pedas, kapsaisin yang ada pada makanan tersebut akan terikat pada reseptor penerima rasa sakit (pain receptor) yang ada di permukaan lidah kamu [2]. Reseptor ini merupakan protein yang memiliki bentuk tertentu yang bisa mengikat kapsaisin seperti halnya mekanisme kunci dan gembok. Setelah kapsaisin terikat pada reseptor ini, ion kalsium akan masuk ke dalam sel saraf yang ada di lidah dan memicu sel untuk melepas senyawa kimia yang berfungsi untuk memberikan informasi ke otak. Informasi ini dikirim dari satu sel saraf ke sel saraf lainnya. Proses ini lah yang membuat kita akhirnya merasakan sensasi panas dan diterjemahkan oleh otak bahwa “makanan ini pedas dan panas”. Selain itu, karena kapsaisin merupakan senyawa yang bisa memicu iritasi, sensasi panas yang dirasakan mendorong tubuh untuk mengambil minuman atau makanan untuk meredakan sensasi tersebut.

Lalu pertanyaannya, kenapa setiap orang memiliki toleransi pedas yang berbeda-beda?

Ketika kamu makan makanan pedas terus menerus, semakin lama pain receptor yang ada di lidah dan mulut kamu akan semakin kebal sehingga membuat kamu semakin kuat memakan makanan pedas [2]. Tetapi, jika kamu tidak pernah atau jarang memakan makanan pedas, saat kamu memakan makanan pedas, tidak hanya otak yang akan menerjemahkan bahwa “kamu sedang dibakar”, tetapi tubuh pun akan memberikan respon inflamasi (peradangan). Respon tersebut akan membuat kamu mengalami pembengkakan di tenggorokan, kesulitan bernafas, dan membuat iritasi pada saluran usus sehingga kamu ingin cepat-cepat buang air besar/ mencret. Selain itu, jika kamu memakan makanan yang sangat pedas pada satu waktu, tubuh akan merespon dengan memuntahkan makanan pedas tersebut untuk mengeliminasi kapsaisin yang diterjemahkan sebagai racun oleh tubuh.

 

Referensi :

[1] K. Roth, “The Biochemistry of Peppers,” ChemViews, 2014.

[2] “Hot Peppers: Muy Caliente,” American Chemical Society. [Online]. Available: https://www.acs.org/content/acs/en/education/resources/highschool/chemmatters/past-issues/archive-2013-2014/peppers.html. [Accessed: 12-May-2018].

[3] “Why is a chilli hot and other chilli facts – science made simple.” [Online]. Available: http://www.sciencemadesimple.co.uk/news-blogs/chilli-day-why-are-chillies-hot-and-other-chilli-facts. [Accessed: 12-May-2018].

Exit mobile version