Makhluk kecil dengan tingkah lucu dan menggemaskan ini ada di mana-mana, di rumah, di taman, di sekolah, di kampus, di pasar, bahkan di jalan-jalan. Banyak orang yang jatuh hati padanya dan menjadikannya sahabat baik.
Bukti paling awal bahwa manusia dan kucing telah menjadi sahabat baik adalah penemuan fosil manusia dan kucing di dalam kuburan yang sama di Siprus (negara di sebelah selatan Turki). Fosil ini diperkirakan berusia 7.500 SM. Bahkan orang-orang Mesir kuno menganggap kucing adalah hewan yang sakral. Makanya, ketika kucing mereka mati, mereka akan menjadikannya mumi [1].
Jika kamu termasuk yang menyukai dan memelihara kucing, serta bertanya-tanya apakah ada alasan sekaligus manfaat memelihara kucing dari sisi sains. Berikut ada beberapa penelitian yang menarik untuk disimak.
Pertama, beberapa jenis kucing (Ragdolls, Maine Coons, dan American Shorthairs) digunakan untuk terapi pada berbagai macam kondisi fisik dan fisiologis manusia. Biasanya kucing digunakan apabila pasien tidak dapat berinteraksi dengan hewan yang besar, seperti kuda atau merasa takut dengan anjing. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi kucing sebelum berpartisipasi dalam terapi, yaitu berusia 1 tahun atau lebih tua, memiliki temperamen yang baik, sudah divaksinasi, disterilisasi, dan dalam keadaan sehat [2].
Kedua, ternyata ketika kamu mendengar dengkuran halus dari seekor kucing maka dapat membantu tubuhmu melepaskan hormon oksitosin. Hormon ini yang membangun efek nyaman dan bahagia dalam tubuh. Perasaan yang sama ketika kamu mendapat perhatian atau pelukan dari orang yang kamu sayangi. Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fauna Communication, frekuensi dengkuran halus seekor kucing (25 Hz dan 50 Hz) sama dengan frekuensi yang digunakan pada terapi untuk pertumbuhan tulang atau penyembuhan tulang yang patah [3].
Ketiga, berdasarkan penelitian lainnya di Universitas Minnesota yang berlangsung selama 10 tahun, pemilik kucing menunjukkan potensi resiko terkena serangan jantung yang 30% lebih rendah daripada orang yang tidak pernah sama sekali memiliki kucing. Selain itu, berdasarkan penelitian yang sama, memelihara kucing dapat mengurangi resiko penyakit stroke sebesar 1/3. Bahkan dalam penelitian ini juga menyertakan faktor-faktor lain yang umumnya meningkatkan serangan jantung, seperti level kolesterol yang tinggi, indeks berat badan yang tinggi, kebiasaan merokok, penderita diabetes, namun data yang dihasilkan tetap menunjukkan bahwa memelihara kucing dapat mengurangi resiko penyakit stroke sebesar 1/3. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dengan memelihara kucing dapat menjaga kesehatan sistem kardiovaskular (jantung dan pembuluh darah) [4].
Oiya, ketika kamu memutuskan untuk memelihara kucing maka ada konsekuensi, yaitu harus menjaga kesehatan dan kebersihannya. Kamu harus memperhatikan makanan dan kondisi lingkungan tempat tinggal kucing tersebut. Dengan menjaga kebersihan lingkungannya, salah satu risiko yang dapat dikurangi adalah terkena infeksi toksoplasmosis. Usahakan membawa kucingmu ke dokter hewan secara rutin untuk divaksin agar terhindar dari macam-macam penyakit kucing. Kamu juga harus berhati-hati karena memelihara kucing dapat meningkatkan resiko penyakit asma non-atopik (asma yang bukan keturunan genetik) [5].
Referensi
[1] Newman AA and Weitzman G. “How to Speak Cat – A Guide to Decoding Cat Language”. National Geographic. 2015.
[2] Tomaszewska K, Bomert I, and Wilkiewicz-Wawro E. “Feline-assisted therapy: Integrating contact with cats into treatment plans”. Polish Annals of Medicine. 24(2):283-286. 2017.
[3] Von Muggenthaler, Elizabeth. “The felid purr: A healing mechanism?” [Online] Available: https://asa.scitation.org/doi/10.1121/1.4777098 [Accessed: 22-May-2018].
[4] Qureshi AI, Memon MZ, Vazquez G, Suri MFK. “Cat ownership and the Risk of Fatal Cardiovascular Diseases. Results from the Second National Health and Nutrition Examination Study Mortality Follow-up Study”. Journal of Vascular and Interventional Neurology 2(1):132-135. 2009.
[5] Collin SM, et al. “Pet ownership is associated with increased risk of non-atopic asthma and reduced risk of atopy in childhood: findings from a UK birth cohort”. Clinical & Experimental Allergy. 45(1):200-210. 2015.
dan dapatkan konten-konten menarik tentang sains dan teknologi langsung di inbox email kamu