Selama Bulan Ramadan ini, pemeluk agama Islam diwajibkan menjalankan ibadah puasa yang diantaranya adalah dengan menahan diri dari makan dan minum. Dalam pengertian kedokteran, puasa yang dilakukan oleh umat Islam pada Bulan Ramadan termasuk dalam jenis puasa intermiten, yaitu menahan diri dari makan dan minum selama periode waktu tertentu [1]. Puasa pada Bulan Ramadan memiliki durasi yang lebih lama yaitu rata-rata lebih dari 12 jam dengan batasan waktu dari subuh hingga petang selama 30 hari berturut-turut. Hal ini tentu saja menyebabkan berbagai perubahan fisiologis pada tubuh yang akan memengaruhi kesehatan.
Perubahan mendasar yang terjadi pada tubuh saat puasa adalah pengalihan dalam metabolisme energi. Cadangan energi tubuh banyak dirombak untuk digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan energi karena tidak ada asupan energi selama puasa. Cadangan energi yang digunakan pertama kali adalah glikogen yang terdiri atas glukosa. Ketika ketersediaan cadangan glukosa sudah tidak memenuhi, berikutnya adalah giliran cadangan lemak yang akan dipakai untuk memenuhi kebutuhan energi. Pada saat makan sahur dan berbuka, terjadi pengalihan cepat dari penggunaan glukosa menjadi penggunaan lemak sebagai sumber energi. Apabila dilakukan dalam periode waktu yang lama, kondisi ini dapat membantu menurunkan berat badan [2].
Diet selama Puasa Ramadan
Diet adalah salah satu komponen yang memiliki pengaruh penting terhadap kesehatan selama puasa. Selama waktu yang diperbolehkan untuk makan (terutama saat sahur dan berbuka), sangat tidak dianjurkan untuk makan terlalu banyak. Komposisi makanan perlu mengikuti komposisi makanan sehat secara umum. Pemilihan jenis karbohidrat diberatkan pada karbohidrat kompleks yang akan melepaskan energi secara perlahan sehingga tubuh akan tetap berenergi dalam durasi waktu yang lama. Contoh karbohidrat kompleks meliputi gandum dan biji-bijian seperti oat, kacang merah, dan basmati. Makanan-makanan yang kaya akan serat seperti sereal, gandum, dan sayuran juga dapat memenuhi kebutuhan energi dalam durasi waktu lama karena dicerna secara lambat [2]. Makanan yang mengandung gula olahan seperti donat, kue, es krim sebaiknya diganti dengan salad buah atau yogurt [3].
Menyediakan jenis makanan sehat yang telah disebutkan saja tidak cukup. Diet sehat juga perlu dilengkapi dengan menghindari makanan-makanan olahan dan tinggi akan lemak. Tidak hanya jenis makanan yang harus diperhatikan, tetapi juga cara pengolahan. Mengolah makanan dengan deep fry, menggoreng, dan penggunaan minyak berlebih adalah cara-cara pengolahan yang harus dihindari. Sebagai alternatif, makanan dapat dimasak dengan cara ditumis atau dipanggang serta mengurangi jumlah minyak yang digunakan. Kafein juga perlu dibatasi karena bersifat diuresis (menyebabkan peningkatan pengeluaran urin) yang dapat meningkatkan risiko dehidrasi selama puasa.
Pada saat sahur, sangat dianjurkan untuk mengutamakan jenis makanan yang dicerna secara lambat seperti protein dan serat [2, 3]. Makanan tinggi garam perlu dihindari untuk mencegah rasa haus berlebih pada saat puasa [3]. Rekomendasi alokasi jumlah energi yang dikonsumsi saat sahur adalah 30%–40% [4]. Sementara itu pada saat berbuka, konsumsi kurma dan buah-buahan dapat mengembalikan ketersediaan energi dalam jumlah yang cukup sekaligus menyegarkan [2, 3]. Kurma telah terbukti secara ilmiah memiliki manfaat bagi kesehatan sebagaimana yang telah dibahas pada artikel “Kandungan Nutrisi pada Kurma” dan “Manfaat Kurma Bagi Kesehatan“. Saat berbuka puasa, dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan cairan yang tertunda selama puasa. Rentang waktu antara berbuka puasa hingga sahur sebaiknya digunakan untuk memenuhi asupan sebanyak 2–3 liter air [3]. Rekomendasi alokasi jumlah energi yang dikonsumsi saat berbuka puasa adalah 40%–50%. Sejumlah 10%–20% dari total energi per hari dapat dipenuhi dari makanan ringan yang dikonsumsi antara waktu berbuka puasa dan sahur [4].
Secara rinci, kebutuhan asupan makanan yang perlu dipenuhi selama waktu berbuka hingga sahur dalam sehari adalah 6–10 gram karbohidrat (kentang, nasi, atau roti) per kilogram berat badan, 1,2–1,7 gram protein (daging atau ikan) per kilogram berat badan, asupan lemak 20–35% dari total asupan energi [3, 5]. Asupan lemak sebaiknya diperoleh dari produk susu [3]. Sementara itu, asupan cairan juga harus dipenuhi untuk menghindari kehilangan cairan lebih dari 3% massa tubuh [5]. Panduan diet lebih lengkap dapat diakses di Diabetes and Ramadan: Practical Guidelines halaman 82 [4]. Catatan: meskipun judulnya adalah panduan praktis diabetes, rekomendasi dietnya juga berlaku untuk orang sehat.
Aktivitas Fisik Tetap Harus Dipertahankan Meskipun Berpuasa
Saat berpuasa memang cadangan energi dan cairan dalam tubuh terbatas. Terdapat juga mitos akan turunnya fungsi jantung, melemahnya sistem imun, dan meningkatnya kejadian pingsan selama Ramadan. Akan tetapi, hal tersebut tidak berarti mencegah orang yang berpuasa dari melakukan latihan fisik atau berolahraga. Alasannya adalah karena latihan fisik adalah bagian dari cara untuk mempertahankan kebugaran selama Ramadan.
Seseorang yang berpuasa penuh selama Ramadan tanpa melakukan latihan fisik atau olahraga akan mengalami penurunan kekuatan dan kebugaran tubuh. Bagi mereka yang rutin melakukan latihan fisik di luar Bulan Ramadan tetapi justru menghindarinya selama Bulan Ramadan akan mengalami kemunduran dalam adaptasi tubuh terhadap tingkat latihan fisik. Hal ini berarti orang tersebut harus mengulangi lagi usahanya untuk mencapai tingkat kekuatan dan kebugaran yang telah ia dapatkan sebelum Bulan Ramadan. Tidak melakukan latihan fisik selama 1 bulan penuh setara dengan kehilangan kemampuan melakukan latihan fisik yang telah dibangun selama 4 bulan [5]. Terkesan sia-sia bukan?
Prinsip latihan fisik selama Bulan Ramadan adalah untuk mempertahankan kemampuan, bukan untuk meningkatkannya. Dengan demikian, tidak dianjurkan untuk meningkatkan beban, set, pengulangan, kecepatan, serta jarak dari latihan fisik. Seseorang hanya perlu melakukan latihan fisik dengan kadar maksimal yang telah ia capai sebelum Bulan Ramadan [5].
Latihan fisik dapat dilakukan kurang lebih pada 90 menit menjelang waktu berbuka karena yang demikian dapat mengembalikan cadangan energi seusai melakukan latihan fisik. Selain itu, pilihan waktu lain adalah setelah tarawih sebelum makan besar. Durasi total dan frekuensi latihan fisik yang dianjurkan untuk orang tanpa penyakit kronis adalah 45 menit dan minimal 3 kali/minggu dengan rincian sebagai berikut [5]:
*Laju jantung maksimal adalah jumlah maksimal dari berapa kali jantung berdenyut setiap menitnya berdasarkan usia. Laju jantung maksimal = 220 – usia.
Anjuran di atas adalah kadar latihan fisik yang dianjurkan untuk orang sehat. Sementara itu, orang dengan diabetes dan tekanan darah tinggi perlu menyesuaikan durasi dan kadar latihan fisik sehingga tidak menimbulkan masalah kesehatan lebih lanjut maupun komplikasi, di mana hal tersebut tidak dibahas dalam artikel ini.
Latihan fisik jangan dilanjutkan apabila muncul gejala pusing dan mual. Jenis latihan fisik berupa endurance (ketahanan), pilometrik (latihan yang membutuhkan daya besar dan eksplosif), kecepatan, serta agility perlu dihindari selama bulan puasa karena membutuhkan energi yang lebih besar dan meningkatkan risiko terjadinya kram serta cedera. Jenis latihan ini dapat dilanjutkan di luar Bulan Ramadan. Selain berjalan cepat, bersepeda, full body stretching, dan mat exercise [3], latihan intermiten seperti sepak bola dan kriket setelah berbuka puasa dan tarawih dapat menjadi pilihan untuk mempertahankan aktivitas fisik dan menjaga kebugaran [5].
Jadwal Tidur Perlu Diatur
Gangguan tidur atau sleep deprivation seringkali terjadi saat Bulan Ramadan karena bangun lebih awal untuk sahur sementara tidur lebih larut. Penelitian menunjukkan bahwa kualitas tidur orang yang berpuasa selama Bulan Ramadan mengalami penurunan yang ditandai dengan durasi tidur malam yang lebih pendek, peningkatan durasi tidur pada pagi-siang hari, serta durasi rapid eye movement (REM) yang lebih singkat [6]. Hal ini dapat menyebabkan terganggunya aktivitas dan meningkatkan rasa kantuk pada pagi-siang hari serta menurunnya kebugaran.
Pada dasarnya, hal yang paling praktis dilakukan adalah tidur malam lebih awal sehingga durasi tidur malam tidak terlalu banyak berkurang meskipun harus bangun lebih awal untuk sahur. Selain itu, menghindari tidur setelah sahur juga memiliki manfaat dalam menjaga kesegaran di pagi hari. Akan tetapi ketika hal ini sulit untuk dilakukan karena lembur semalaman, waktu antara fajar hingga mendekati waktu kerja dapat dimanfaatkan untuk tidur sekadar mengisi ulang energi [7]. Setiap waktu istirahat di siang hari dapat juga digunakan untuk tidur siang (nap) agar aktivitas selanjutnya di hari itu tetap dapat dijalani dengan baik [3, 7].
Pengaturan pola tidur selama Ramadan sebaiknya dipersiapkan sejak jauh-jauh hari. Disarankan bahwa perubahan pola tidur dilakukan secara bertahap paling tidak 2 pekan sebelum Ramadan sehingga tubuh lebih siap dan terbiasa dengan pola tidur yang baru [7].
[1] Lauche, R., Fathi, I., Saddat, C., Klose, P., Al-Abtah, J., Büssing, A., et al. (2016). The effects of Ramadan fasting on physical and mental health in healthy adult Muslims—Study protocol for a randomised controlled trial. Advances in Integrative Medicine, 3(1), 26–30. https://doi.org/10.1016/J.AIMED.2016.07.001.
[2] Mahroof, R., Syed, R., El-Sharkawy, A., Hasan, T., Ahmed, S., Hussain, F. (2007). Ramadan Health Guide: A Guide to Healthy Fasting. Communities in Action. London.
[3] Al-Kateb, H., Cole, M., Safi, A. (2018). Eating right and keeping well during Ramadan | Birmingham City University. (n.d.). [Artikel Online https://www.bcu.ac.uk/news-events/news/eating-right-and-keeping-well-during-ramadan, diakses pada 30 Mei 2018].
[4] International Diabetes Federation and the DAR International Alliance (2016). Diabetes and Ramadan: Practical Guidelines. International Diabetes Federation. Brussels. www.idf.org/guidelines/diabetes-in-ramadan and www.daralliance.org
[5] Noorbhai, MH. (2013). Physical activity during the month of ramadaan fasting. The Experiment, 7(3), 413–416.
[6] Bonakdaran, S. (2016). Physiology of ramadan fasting. J Fasting Health, 4(2), 64-69.
[7] Jaga Waktu Tidur Anda di Bulan Ramadhan dengan Kiat Dokter Ini – Kompas.com. (n.d.). [Artikel Online https://sains.kompas.com/read/2017/05/29/213442123/jaga.waktu.tidur.anda.di. bulan.ramadhan.dengan.kiat.dokter.ini, diakses pada 30 Mei 2018].
dan dapatkan konten-konten menarik tentang sains dan teknologi langsung di inbox email kamu