Kabar membanggakan untuk Indonesia setelah putra bangsanya, Lalu Muhammad Zohri memenangkan medali emas dalam Kejuaraan Dunia Atletik Junior U-20, kategori nomor lari 100 meter di Tampere, Finlandia [1]. Sprinter asal Nusa Tenggara Barat ini dapat mencatatkan waktu 10,18 detik sebagai yang tercepat, mengalahkan pesaing terdekatnya yaitu Anthony Schwartz dan Eric Harrison, dua sprinter asal negeri Paman Sam.
Terbayang-kan begitu cepatnya lari Zohri?. Rasanya sulit sekali bagi kita untuk meniru kecepatan lari Zohri. Lantas kenapa ya Zohri bisa secepat itu? Yuk kita jawab dengan sains!
Lari sprint 100 meter dikategorikan sebagai kecepatan maksimal yang dimiliki manusia [2]. Artinya semua kemampuan fisiologis manusia dikerahkan semaksimal mugkin untuk mendukung proses sprint dalam waktu yang sangat singkat.
Respon awal atau waktu reaksi setelah terdengarnya bunyi tanda dimulai, sangat menentukan hasil di garis finish. Semakin cepat respon awal, maka satu langkah lebih unggul dari semua pesaing [2].
Waktu reaksi merupakan seberapa cepat atlet bereaksi setelah mendengar tembakan pistol atau bunyi audio sebagai tanda dimulai [2]. Waktu reaksi tergantung kepada kemampuan sistem saraf dan otot, jika keduanya dapat merespon dengan cepat maka waktu reaksi pun akan cepat, begitupun sebaliknya. Berikut urutan proses fisiologis sistem saraf dan otot dalam merespon tanda dimulainya sprint [2]:
Dari kompleksnya proses waktu reaksi tersebut, maka timbul pertanyaan “berapa waktu reaksi Zohri?”. Periode waktu reaksi untuk atlet profesional adalah 0.10 sampai 0.18 detik. Artinya rangkaian proses waktu reaksi yang begitu kompleks dapat dicapai dalam waktu yang begitu singkat sekali. Jika diestimasikan berdasarkan penelitian Delaija & Babic (2008) bahwa atlet yang mencatatkan waktu 10,93 memiliki waktu reaksi 0.14 [2]. dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa reaksi time Zohri kurang dari 0.14. wooww, sangat cepat sekali.
Fase Akselerasi, Kecepatan Maksimal, dan Deselerasi
Awal pergerakan setelah mendengar bunyi tembakan, semua sprinter berlomba untuk secepat mungkin merespon tembakan tersebut. Pergerakan awal bertumpu pada kemampuan kekuatan otot tungkai, yang dipaksa untuk bergerak eksplosif (secepat mungkin) [3]. Fase ini berlangsung sepanjang 15 meter pertama [3].
Setelah fase akselerasi, sprinter meningkatkan kecepatan berlarinya sampai titik tercepat, fase ini berlangsung sepanjang 15-70 meter [3]. Di fase ini, sprinter memilih cara untuk meningkatkan kecepatan dengan memperpanjang langkah atau mempercepat frekuensi langkah [3].
Di titik 70 meter, sprinter menurunkan kecepatanya sampai batas finish [3].
Referensi
[1] N. Laksamana, “Lalu Muhammad Zohri Juara Dunia Atletik, Menpora Merinding,” 13-Jul-2018.
[3] A. S. Majumdar and R. A. Robergs, “The Science of Speed: Determinants of Performance in the 100 m Sprint,” Int. J. Sports Sci. Coach., vol. 6, no. 3, pp. 479–493, 2011.
dan dapatkan konten-konten menarik tentang sains dan teknologi langsung di inbox email kamu