Halo Sobat Sains!
Saat ini lagi geger dunia persilatan jagat maya karena masalah Kali Item di daerah Waduk Sunter, Jakarta Utara. Apa pasal? Masalahnya, sebentar lagi kan mau ada perhelatan akbar Asian Games 2018. Nah, letak wisma tempat nginepnya para atlet dari berbagai negara peserta itu berdekatan dengan Kali Item tersebut. Sedangkan, kali tersebut sangat bau dan kotor. Jadinya, kalo dibiarkan, baunya bisa mengganggu konsentrasi atlet dan akan merusak citra ibu kota negara kita tercinta tersebut dong. Maka dari itu, pemerintah Jakarta berusaha mengatasi permasalahan pelik ini dengan berbagai cara, diantaranya dengan menutupi sungai dengan jaring. Katanya agar sungai yang kotor tersebut tidak kelihatan dan baunya terperangkap sehingga tidak menyebar keluar. Cara lainnya adalah dengan menggunakan aerator dan teknologi nano-bubbles.
Tentu saja, langkah pemerintah Jakarta tersebut menjadi bahan diskusi yang asyik dengan pro-kontra dan berbagai macam bumbu penyedapnya. Tapi, kita tidak akan bahas mengenai pro-kontra tersebut. Kita juga gak akan bahas mengenai penggunaan jaring untuk mengatasi masalah pelik ini. Yang akan kita bahas adalah penggunaan teknologi nano-bubbles-nya. Kenapa? Karena namanya kece dan mendorong rasa ingin tahu, makhluk apakah gerangan? Terus, pas denger kata ini, kok jadi keinget sama ‘Bubble Tea’ ya? Bener gak sob? Jadi haus.
Oke, kalian juga penasaran kan makhluk apa nano-bubble itu? Ayo kita cari tahu bersama.
Sebagai langkah awal, ayo kita search kata nano-bubble di google scholar. Kita pake google scholar, bukan google biasanya, tujuannya supaya hasil pencarian yang kita lakukan berasal dari literature-literatur valid hasil penelitian para ahli di bidang ini. Jadi bukan yang ecek-ecek dan katanya-katanya ya sob.
Ternyata, banyak juga penelitian tentang teknologi yang satu ini sob. Jadi intinya, teknologi nano-bubble adalah cara untuk membuat gelembung udara di air. Itu seperti kita niup air di gelas pake sedotan. Kan muncul blubuk-blubuk gitu tuh sob? Nah, mirip itu lah. Cuman, gelembung udara yang dibuat itu ukurannya nano. Ingat, bukan permen nano-nano ya. Itu mah jauh panggang dari api. Ukuran nano di sini maksudnya, gelembung yang dihasilkan sangat kecil pake banget, sebesar 0,000000001 meter sob. Analoginya, kalo kalian lihat rambut, itu diameternya sebesar 0.1 milimeter. Nah skala nano itu adalah se-per 100 ribu kalinya lebih kecil dari diameter rambut tersebut. Kecil banget kan? Kalo ingin tahu lebih banyak tentang skala nano, kalian bisa baca artikel SainsPop yang ini sob: http://sainspop.com/belajar-tentang-nanopartikel-bagian-1/
Oke, balik lagi ke topik.
Ternyata, definisi nano-bubble sendiri masih agak membingungkan sob. Karena tiap peneliti memiliki definisinya masing-masing. Tapi, banyak yang mendefinisikan kalo nano-bubble itu sebagai gelembung-gelembung udara yang sangat kecil dengan diameter antara 10-200 nanometer [1,2]. Jadi, pada bahasan kita saat ini, definisi ini yang kita pakai ya sob.
Oya, kalo ada nano-bubble berarti ada gelembung yang ukurannya lebih besar juga dong ya? Iya, jenis gelembung yang lebih besar dari nano-bubble disebut micro-bubble yang berukuran pada skala micro (10-50 mikrometer) [1]. Di atasnya lagi ada yang namanya macro-bubble yang ukurannya lebih besar lagi [1], bahkan bisa kita lihat dengan mata kepala sendiri tuh sob. Ini seperti gelembung yang kita buat ketika niup sedotan di segelas air tadi.
Apa keunggulan nano-bubble dibandingkan bubble lainnya?
Kalo macro-bubble biasanya cenderung cepat naik ke permukaan dan pecah dengan cepat. Pada micro-bubble, udara di dalamnya lama-lama merembes ke air dan menekan ke air disekitarnya sehingga lama-lama gelembungnya menghilang. Sedangkan nano-bubble lebih stabil dan tahan lama, bisa sampai berjam-jam [3], bahkan pada kondisi yang tepat bisa sampai bulanan [4]. Ini terjadi karena air pada permukaan nano-bubble memiliki ikatan hidrogen yang kuat, sama seperti ikatan yang ditemukan pada es. Ikatan hidrogen itu adalah ikatan antara atom hidrogen yang terikat kovalen dengan atom elektronegatif (seperti oksigen, nitrogen, dan fluor) dengan atom elektronegatif lainnya yang berdekatan. Bingung gak? Kalo masih bingung, kalian bisa cek pembahasannya di sini ya sob: http://pustakasains.com/bagaimana-air-melarutkan/
Kuatnya ikatan hidrogen ini seperti penjara yang menyebabkan berkurangnya kemampuan difusi gas untuk keluar dari dalam nano-bubble. Hal ini dapat mempertahankan keseimbangan kinetik nano-bubble terhadap tekanan internal yang besar [4] sehingga lebih terlindung dari kebocoran. Selain itu, nano-bubble juga memiliki daya apung yang rendah sehingga tidak punya kecenderungan untuk naik ke permukaan air [2].
Ok, sekarang kaitannya dengan Kali Item apa?
Jadi sob, teknologi nano-bubble ini gasnya bisa diisi apapun tergantung kebutuhannya untuk apa. Contohnya dalam pengolahan air limbah, atau sungai terkontaminasi seperti Kali Item, nano-bubble bisa digunakan untuk memfasilitasi proses biodegradasi aerobik karena dapat mentransfer oksigen ke dalam air secara lebih efisien [5]. Dengan menggunakan gas ozon (O3), nano-bubble dapat digunakan sebagai desinfektan sehingga dapat membunuh bakteri-bakteri yang ada di air yang terkontaminasi [6]. Selain itu, aplikasi ozon pada nano-bubble juga dapat meningkatkan proses oksidasi berbagai jenis polutan air dengan meningkatkan pembentukan radikal hidroksil (•OH) untuk proses oksidasi lanjutan [7]. Nah, pada proses pengolahan air limbah, proses oksidasi lanjutan ini berguna untuk mengubah senyawa organik menjadi karbon dioksida, air, dan mineral asam atau garam. Hasilnya lebih clean sob. Jadi ini seperti men-detok air terkontaminasi dengan mengkatalisis reaksi-reaksi zat polutan yang ada di air menjadi zat tak berbahaya dengan lebih efisien [1].Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dengan menggunakan aktivator/kolektor poli-aluminium klorida (PAC)/natrium oleat (NaOl), teknologi nano-bubble dapat mengendapkan lumpur di perairan kotor dengan lebih efektif [8].
Jadi, ketika bakteri-bakteri mati, lumpurnya mengendap, dan senyawa polutan organik serta polutan lainnya terdegradasi dan hilang dari perairan Kali Item, maka airnya pun tidak akan hitam lagi dan bau pun hilang.
Tapi dibalik aksi pemerintah dalam menangani masalah pelik di Kali Item dan perairan tercemar lainnya, perlu juga campur tangan kita sob sebagai warga yang baik. Hal paling utama yang bisa kita lakukan saat ini juga adalah tidak buang sampah sembarangan, apa lagi buang langsung ke kali. Karena Kali Item yang kotor dan bau itu juga terjadi karena banyaknya sampah domestik dan sampah industri yang dibuang ke sana. Ya, ulah kita-kita juga tuh sob. Bener gak?
Referensi:
[1] A. Agarwal, W. J. Ng, and Y. Liu, “Principle and applications of microbubble and nanobubble technology for water treatment,” Chemosphere, vol. 84, no. 9, pp. 1175–1180, Aug. 2011.
[2] J.-L. Demangeat, “Gas nanobubbles and aqueous nanostructures: the crucial role of dynamization,” Homeopathy, vol. 104, no. 2, pp. 101–115, Apr. 2015.
[3] S.-T. Lou et al., “Nanobubbles on solid surface imaged by atomic force microscopy,” Journal of Vacuum Science & Technology B: Microelectronics and Nanometer Structures Processing, Measurement, and Phenomena, vol. 18, no. 5, pp. 2573–2575, Sep. 2000.
[4] E. Duval, S. Adichtchev, S. Sirotkin, and A. Mermet, “Long-lived submicrometric bubbles in very diluted alkali halide water solutions,” Phys. Chem. Chem. Phys., vol. 14, no. 12, pp. 4125–4132, Feb. 2012.
[5] T. Temesgen, T. T. Bui, M. Han, T. Kim, and H. Park, “Micro and nanobubble technologies as a new horizon for water-treatment techniques: A review,” Advances in Colloid and Interface Science, vol. 246, pp. 40–51, Aug. 2017.
[6] F. Zhang, J. Xi, J.-J. Huang, and H.-Y. Hu, “Effect of inlet ozone concentration on the performance of a micro-bubble ozonation system for inactivation of Bacillus subtilis spores,” Separation and Purification Technology, vol. 114, pp. 126–133, Aug. 2013.
[7] S. Khuntia, S. K. Majumder, and P. Ghosh, “Quantitative prediction of generation of hydroxyl radicals from ozone microbubbles,” Chemical Engineering Research and Design, vol. 98, pp. 231–239, Jun. 2015.
[8] Tsai, J. C., Kumar, M., Chen, S. Y., & Lin, J. G. (2007). Nano-bubble flotation technology with coagulation process for the cost-effective treatment of chemical mechanical polishing wastewater. Separation and Purification Technology, 58(1), 61-67.
dan dapatkan konten-konten menarik tentang sains dan teknologi langsung di inbox email kamu