Site icon SainsPop

Gula, si Manis yang Bisa Mematikan

Gula permen

Halo sobat sains!

Coba kamu baca daftar makanan dan minuman di bawah ini:

Apakah kamu termasuk penyuka makanan dan minuman di atas? Biasa aja/suka/suka banget!

Kalo kamu termasuk golongan yang “suka banget”, kamu perlu berhati-hati loh.  

Oke, sebelum kami menjelaskan mengapa kita harus berhati-hati, mari kita pelajari dulu sains di balik makanan dan minuman manis.

Apa yang menyebabkan makanan dan minuman tersebut terasa manis?

Ya, tentu saja jawabannya GULA.

Menurut sobat sains, mengapa makanan dan minuman yang mengandung gula memiliki banyak penggemar?

Berdasarkan penelitian, ternyata gula memiliki efek “candu” yang hampir sama dengan heroin dan kokain [1]! Ketika gula diinjeksikan ke aliran darah maka hal itu akan menstimulasi pusat kesenangan di otak seperti yang terjadi bila seseorang mengonsumsi heroin dan kokain. Itulah mengapa banyak orang yang ketagihan makanan manis, bahkan mereka mengonsumsi makanan manis di saat tidak lapar, karena hanya untuk mendapat efek kesenangan tadi.

Selain itu, alasan lain dibalik rasa suka pada makanan manis adalah secara alami manusia terlahir untuk menyukai rasa manis. Faktanya adalah semua bayi suka rasa ASI kan! Rasa manis itu disebabkan oleh adanya kandungan laktosa [2].

Apa itu gula?

Gula adalah nama populer untuk jenis karbohidrat yang sederhana. Umumnya nama-nama gula memiliki akhiran -osa, seperti sukrosa (table sugar/gula yang biasa dikonsumsi oleh kita, biasanya berasal dari tebu atau buah bit), glukosa (gula di dalam darah), laktosa (milk sugar/gula yang terkandung pada susu), dan maltosa (malt sugar/gula yang berasal dari hidrolisis* zat tepung) [3, 4].

Gula memiliki nama lain sakarida (berasal dari nama ilmiah tanaman tebu, Saccharum). Karbohidrat sederhana yang tidak bisa dihidrolisis menjadi molekul yang lebih kecil disebut monosakarida, contohnya glukosa. Jika bisa dihidrolisis menjadi dua molekul monosakarida, maka disebut disakarida, contohnya sukrosa. Apabila bisa dihidrolisis menjadi tiga molekul monosakarida, maka disebut trisakarida. Karbohidrat yang dihidrolisis menghasilkan 2-10 molekul monosakarida juga dapat disebut oligosakarida. Karbohidrat yang dihidrolisis menghasilkan >10 molekul monosakarida disebut polisakarida, contohnya selulosa.

*Hidrolisis adalah reaksi penguraian suatu senyawa yang disebabkan oleh air.

Lalu bagaimana cara gula diolah di dalam tubuh?

Ketika dikonsumsi, maka gula akan melalui sistem pencernaan di dalam tubuh. Sesampainya di usus, gula akan diuraikan menjadi bentuk yang paling sederhana (seperti glukosa, fruktosa, dan galakosa) sehingga mudah diserap dan disebarkan ke seluruh tubuh.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa gula yang sering kita konsumsi adalah sukrosa, yang terdiri dari 50% fruktosa dan 50% glukosa. Masalahnya di sini terletak pada fruktosa. Glukosa dapat dimetabolisme di sel-sel seluruh tubuh kita dengan bantuan insulin, sedangkan fruktosa hanya bisa diproses di dalam hati sehingga berubah menjadi trigliserida (lemak) [4]. Sebagian lemak tersebut akan tetap tersimpan di hati sehingga apabila berlebihan dapat menyebabkan disfungsi hati, sebagian besar lemak akan masuk ke aliran darah sehingga dapat menyebabkan tekanan darah tinggi dan jaringan tubuh semakin resisten terhadap insulin [1].

Mengapa gula ditambahkan pada makanan?

Gula memiliki banyak peran bagi makanan [2], diantaranya adalah:

  1. Sebagai pengawet alami pada selai dan jelly, dengan cara menyerap kandungan air berlebih sehingga mencegah pertumbuhan bakteri
  2. Ketika dipanaskan, gula akan berubah menjadi coklat (karamelisasi), ini berfungsi sebagai penambah rasa dan warna pada roti dan kue
  3. Sebagai makanan bagi ragi dalam fermentasi saat pembuatan roti
  4. Menjaga kelembapan makanan dan memperlambat makanan tersebut menjadi basi
  5. Membuat tekstur makanan menjadi lembut pada bolu dan produk berbahan dasar susu (seperti es krim)

Jadi sebenarnya apakah gula baik atau buruk bagi tubuh kita?

Selain bermanfaat dalam menjaga kualitas makanan, gula juga bermanfaat bagi tubuh kita. Glukosa merupakan sumber energi utama bagi semua organ dan jaringan tubuh kita, bahkan beberapa sel tertentu seperti sel darah merah hanya bergantung pada glukosa sebagai sumber energinya. Gula menyediakan energi sebanyak 4 kalori/gram. Selain itu, gula dapat membantu penyebaran beberapa nutrisi yang esensial (serat, kalsium, vitamin D, folat, dan lain lain) dalam tubuh kita [2]. Jadi, pada dasarnya gula baik bagi tubuh kita.

Tapi koq judulnya “si Manis yang Bisa Mematikan”?

Gula juga disebut-sebut dapat mengakibatkan berbagai macam penyakit yang menjadi penyebat utama kematian, seperti obesitas, diabetes, penyakit jantung, dan hipertensi [4]. Bahkan seorang nefrologis (ahli ginjal) di Universitas Colorado bernama Richard Johnson mengatakan: “Saya merasa setiap kali melakukan penelitian tentang penyakit, lalu saya menelusuri penyebab utama penyakit-penyakit tersebut, maka ujung-ujungnya yang saya temukan penyebab utamanya adalah gula.” [1].

Sebuah penelitian tentang hubungan gula dan penyakit jantung yang berlangsung selama 15 tahun mendapatkan fakta bahwa partisipan yang memenuhi 25% kebutuhan kalori hariannya berasal dari gula memiliki resiko dua kali lebih besar terkena penyakit jantung dibandingkan partisipan yang memenuhi <10% kebutuhan kalori hariannya berasal dari gula [6].

Diabetes juga menjadi perhatian banyak pihak karena jumlahnya yang semakin meningkat dari tahun ke tahun di berbagai negara. Pada tahun 2015, Indonesia menempati peringkat ke tujuh dunia bersama dengan China, India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia, dan Meksiko dengan estimasi orang dengan diabetes sebesar 10 juta. Diabetes dengan komplikasi merupakan penyebab kematian tertinggi ketiga di Indonesia. Yang lebih mengkhawatirkan adalah 2/3 orang dengan diabetes di Indonesia tidak mengetahui dirinya memiliki diabetes, dan berpotensi untuk mengakses layanan kesehatan dalam kondisi terlambat (sudah dengan komplikasi) [7].

Kesimpulan

Jadi, dapat kita simpulkan bahwa gula bisa saja mematikan jika dikonsumsi secara berlebihan (untuk mengetahui batas konsumsi gula harian, dapat dibaca di artikel yang sebelumnya [5]). Bukankah setiap makanan yang awalnya baik bagi tubuh tapi jika dikonsumsi secara berlebihan akan berakibat buruk? Ingat ya sob, tubuhmu hanya membutuhkan sejumlah kecil gula, jika berlebihan maka akan berubah menjadi racun!

Di artikel sebelumnya juga, disebutkan tentang gula tambahan (added sugars). Nah, perlu kita sadari bersama bahwa produk-produk yang mengklaim bahwa ia tidak mengandung gula tambahan “no added sugar” atau rendah gula “lower in sugar” bukan berarti total kalori produk tersebut lebih rendah daripada yang mengandung gula alami ya. Karena ketika makanan dibuat tanpa gula, maka bahan lainnya yang memiliki fungsi sama akan ditambahkan (zat tepung, pemanis buatan, atau bahan aditif lainnya), jadi bisa saja ada kemungkinan total kalorinya lebih besar [2]. Oleh karena itu, kita harus cermat untuk memeriksa total kalori yang tertera di kemasan setiap produk yang akan kita konsumsi.

Referensi

[1] Cohen, Rich. “Sugar Love (A not so sweet story)”. National Geographic Magazine. pg. 78-97. August 2013.

[2] “Clips on Sugar – Facts on Sugar”. Canadian Sugar Institute. [Online] Available: http://www.sugar.ca/SUGAR/media/Sugar-Main/PDFs/ClipsonSUGAR2015_ENG-LR.pdf [Accessed: 8-July-2018]

[3] Solomons, T. W. Graham. “Carbohydrates”. Organic Chemistry 2nd edition. pg. 874 and 899. Canada: John Wiley & Sons Pte.

[4] International Food Information Council Foundation. “The Science of Sugar”. Nutrition Today.

[5] Arfiana, Vita. “Susu Kental Manis: Manis Rasanya, Pahit Dampaknya”. [Online] Available: http://sainspop.com/susu-kental-manis-manis-rasanya-pahit-dampaknya/ [Accessed: 19-July-2018]

[6] Corliss, Julie. “Eating too much added sugar increases the risk of dying with heart disease” [Online] Available: https://www.health.harvard.edu/blog/eating-too-much-added-sugar-increases-the-risk-of-dying-with-heart-disease-201402067021 [Accessed: 8-July-2018]

[7] “Diabetes: Fakta dan Angka”. World Health Organization. [Online] Available: http://www.searo.who.int/indonesia/topics/8-whd2016-diabetes-facts-and-numbers-indonesian.pdf [Accessed: 20-July-2018]

Exit mobile version