Site icon SainsPop

Bagaimana Demam Bisa Terjadi?

Ketika terserang flu, pernahkan kamu menggigil dan esoknya termometer yang digunakan untuk mengukur suhu tubuhmu menunjukkan angka 40°C? Kemudian kamu merasakan ketidaknyamanan dan memutuskan untuk meminum obat penurun panas. Beberapa saat kemudian ketika obatnya mulai bekerja, kamu berkeringat begitu banyak dan tak lama kemudian termometer di ketiakmu menunjukkan angka yang lebih rendah. Pada cerita ini, kamu mengalami gejala yang disebut demam.

Di antara banyak gejala yang bisa muncul ketika kita sakit, demam termasuk yang paling sering dijumpai. Perlu ditekankan di sini bahwa demam bukanlah suatu penyakit tersendiri, melainkan gejala dari berbagai macam penyakit. Meskipun lebih sering muncul pada penyakit yang disebabkan oleh kuman atau mikroorganisme (disebut dengan penyakit infeksi), demam juga bisa muncul pada kondisi lain, lho. Contohnya seperti pada kondisi radang, peningkatan kerja hormon tertentu (contohnya hormon tiroid), dan reaksi terhadap vaksin [1].

 

Apa yang Dimaksud dengan Demam?

Sebelum terlalu bertele-tele, kalian perlu mengetahui terlebih dahulu nih apa yang dimaksud dengan demam. Demam merupakan kondisi di mana suhu tubuh yang diukur di dubur ≥38°C atau di ketiak ≥37,5°C [2]. Demam terjadi ketika titik acuan pengaturan suhu tubuh (thermostat) mengalami peningkatan.

 

Apa Itu Sebenarnya Thermostat?

Di otak kita, ada bagian yang disebut dengan hipotalamus. Bisa dibilang hipotalamus ini adalah bos besar dari berbagai proses spontan di dalam tubuh. Hipotalamus memiliki peran dalam mengatur suhu tubuh karena ia dapat mendeteksi suhu dalam darah, menentukan thermostat, dan mampu mengontrol sistem saraf dan hormon yang bekerja dalam produksi panas. Nah, thermostat adalah suhu tertentu yang ditentukan oleh hipotalamus sebagai acuan bagi pabrik produksi panas tubuh [3]. Dengan kata lain, seperti ketika kita hendak memanggang kue menggunakan oven, kita berfungsi sebagai hipotalamus yang menentukan pada suhu berapa kue akan dipanggang, sementara oven berfungsi sebagai penghasil panas yang akan menyesuaikan kerjanya untuk mencapai suhu yang kita tentukan.

 

Mengenal Pirogen dan Perannya Dalam Meningkatkan Thermostat

Sebagaimana kita yang dipengaruhi oleh jenis kue apa yang akan dimasak ketika menentukan suhu oven, hipotalamus dipengaruhi oleh banyak hal dalam menentukan thermostat tubuh. Salah satunya disebut sebagai pirogen. Pirogen merupakan senyawa yang dihasilkan oleh bakteri atau sistem pertahanan tubuh yang dapat memicu terjadinya demam. Ketika kita terserang infeksi, kuman melepaskan pirogen ke peredaran darah sehingga dapat mencapai hipotalamus dan menyebabkan thermostat meningkat. Pirogen yang dihasilkan oleh kuman juga dapat dikenali oleh sistem pertahanan tubuh sehingga sistem pertahanan tubuh menghasilkan pirogen sebagai sinyal bahwa sedang terjadi pertarungan antara sel-sel darah putih sebagai tentara tubuh dengan si kuman. Kedua jenis pirogen tersebut bersama aliran darah menuju hipotalamus dan meningkatkan thermostat [1-4]. Proses peradangan lain yang tidak disebabkan oleh infeksi, seperti pada penyakit autoimun (terjadi ketika sistem pertahanan tubuh menyerang bagian tubuh sendiri), kanker, kerusakan jaringan, radang sendi, dan radang pembuluh darah, juga dapat menyebabkan demam dengan cara menghasilkan produk sampingan dari proses peradangan yang dapat bertindak sebagai pirogen [3,4].

Pirogen berinteraksi dengan reseptor khusus di hipotalamus dan menyebabkan hipotalamus menaikkan thermostat. Begitu thermostat meningkat, tubuh akan berusaha untuk mencapai suhu tersebut melalui berbagai proses. Saat itu, kita akan merasakan dingin atau merinding karena suhu yang dirasakan oleh reseptor di kulit relatif lebih rendah dibandingkan suhu yang ditargetkan oleh thermostat. Pembuluh darah akan mengurangi alirannya ke kulit agar panas tidak keluar dari tubuh melalui kulit sehingga kulit akan tampak pucat dan kering. Mekanisme ini dapat meningkatkan suhu tubuh sebanyak 2–3°C [3].

Apabila diperlukan lebih banyak produksi panas, perlahan-lahan kita mulai menggigil karena sel-sel otot berkontraksi untuk menghasilkan lebih banyak panas dan mencapai suhu yang sesuai dengan thermostat [1,3]. Hipotalamus melalui sistem hormon meningkatkan metabolisme sel-sel tubuh agar dihasilkan panas yang cukup untuk meningkatkan suhu tubuh [1-4]. Selain itu, melalui sistem saraf otonom—sistem saraf yang bekerja secara otomatis untuk mengatur fungsi-fungsi dasar tubuh seperti kerja jantung, pernapasan, dan pembentukan energi—terjadi peningkatan denyut jantung dan tekanan darah [3]. Setiap kenaikan suhu tubuh sebanyak 1°C, denyut jantung akan meningkat sekitar 10 kali per menit [5].

Ketika suhu tubuh sudah mencapai suhu yang ditargetkan oleh thermostat, kita mulai merasa hangat. Begitu pirogen perlahan-lahan menghilang dari peredaran darah karena sudah dinetralisir oleh tubuh atau ketika kita minum antipiretik (obat penurun panas), thermostat menurun dan tubuh akan memulai mekanisme untuk mengeluarkan panas. Aliran darah ke kulit akan meningkat dan kita mulai berkeringat. Panas dikeluarkan melalui pori-pori kulit dan keringat hingga suhu tubuh kita mencapai suhu yang sesuai dengan thermostat [1-4].

 

Sekarang sudah mengerti kan bagaimana demam bisa terjadi. Perlu diingat sekali lagi ya, bahwa demam bukanlah penyakit tersendiri, melainkan hanya gejala yang bisa ditunjukkan oleh berbagai macam penyakit. Gejala seribu wajah, mungkin bisa disebut begitu. Meskipun demikian, tahukah kalian bahwa sebenarnya demam itu memiliki manfaat? Serta apa saja sih yang perlu dilakukan jika kita mengalami demam? Simak artikel berikutnya ya…

 

Referensi:

[1] Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology, 13 ed. Wiley; 2012.

[2] Ogoina D. Fever, fever patterns and diseases called ‘fever’–a review. Journal of infection and public health. 2011 Aug 1;4(3):108-24.

[3] Anochie IP. Mechanisms of fever in humans. International Journal of Microbiology and Immunology Research. 2013 May;2(5):037-43.

[4] Walter EJ, Hanna-Jumma S, Carraretto M, Forni L. The pathophysiological basis and consequences of fever. Critical Care. 2016 Dec;20(1):200.

[5] Daymont C, Bonafide CP, Brady PW. Heart rates in hospitalized children by age and body temperature. Pediatrics. 2015 Apr 1:peds-2014.

Exit mobile version