Site icon SainsPop

Apa itu Evolusi dan Evolusi Tersutradara? (Bagian 2)

Ketika Manusia Menjadi Sutradara

Dengan mengetahui konsep evolusi Darwin, Sobat Sains dapat menggunakan dua prinsip utama seleksi alam itu untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi kita, yaitu akumulasi kesalahan atau perubahan kecil reproduktif dan proses seleksi. Pada Evolusi Tersutradara, manusia mengambil alih peran alam dan menjadi agen penyeleksi bagi individual yang terasa cocok bagi manusia. Secara konsep, hal ini bukanlah hal yang baru mengingat manusia telah melakukan seleksi buatan (artificial breeding) sejak zaman dahulu ketika kita mulai melakukan domestikasi serigala menjadi anjing, atau rumput jagung (teosinte) menjadi jagung yang kita kenal sekarang [2]. (Sebelum melanjutkan membaca, sudahkah kamu baca Bagian 1?).

Berbeda dengan proses domestikasi, para penerima Nobel Kimia 2018 tidaklah melakukan modifikasi organisme hewan atau tanaman melainkan merekayasa protein, salah satu struktur pembangun tubuh makhluk hidup. Mereka menambahkan dan mengatur tingkat mutasi pada protein untuk kemudian diseleksi berdasarkan kekuatan dari sifat-sifat yang mereka inginkan. Hal yang dulu tidak bisa kita lakukan pada serigala atau rumput jagung.

Upaya merekayasa protein melalui Evolusi Tersutradara dimulai ketika George P. Smith (1985) bekerja dengan sebuah metode bernama Peragaan Fag (Phage Display) [3]. Fag yang digunakan George adalah sebuah virus penyerang bakteri yang berbentuk seperti cumi-cumi super kecil dengan aneka bentuk tentakel. Seperti menampilkan pakaian pada peragaan busana, George mengubah ‘gaya’ dari tentakel virus ini dengan menyisipkan gen protein lain yang ia isolasi dari berbagai sumber ke tengah-tengah gen penyandi protein mantel virus, pIII.

Pada mulanya George mengembangkan metode ini untuk memperbanyak dan mengisolasi gen berdasarkan kekuatan ikatan protein yang dihasilkan dengan antibodi, sebuah protein yang terlibat dalam proses kekebalan tubuh manusia terhadap penyakit. Hal ini mirip dengan kisah sepatu kaca Upik Abu dimana sepatu kaca yang dimaksud adalah antibodi, hanya saja yang dicari adalah fag dengan bentuk tentakel yang paling cocok untuk “sepatu kaca” pilihan kita.

Sembilan tahun kemudian, Greg Winter mengadopsi metode George untuk tujuan riset dan pengobatan. Ia meningkatkan kekuatan ikatan antibodi dengan mengenalkan proses mutasi acak yang sebelumnya juga pernah digunakan oleh Francis H. Arnold untuk menyeleksi enzim lain [4,5]. Tak hanya itu, Greg juga menukar posisi antibodi dengan tentakel virus sehingga ia bisa menyeleksi antibodi dengan ikatan terkuat yang kini telah menjadi bagian dari tentakel virus. Dari sinilah konsep evolusi tersutradara berkembang.

Konsep yang ditelurkan oleh ketiga ilmuwan penerima hadiah Nobel itu dapat diibaratkan seperti sebuah proses audisi bertingkat. Mutasi acak yang ditambahkan membuat variasi muncul pada bentuk tentakel virus. Virus dengan tentakel yang cocok dapat berpegangan dengan erat pada protein target (antigen) yang telah direkatkan pada medium tertentu seperti polistirena. Virus-virus yang tidak cocok kemudian akan tercuci dan terlepas dari pegangannya dan tereliminasi. Dengan memperbanyak virus yang mampu berpegangan dan memutasi ulang tentakel mereka, bentuk tentakel yang semakin cocok dengan antigen muncul sesudah beberapa generasi [6]. Terima kasih untuk penemuan ini, di masa depan, kita dapat menyeleksi antibodi dengan spesifikasi yang tinggi untuk menyerang virus ataupun sel-sel tertentu.

Referensi

1. Smith, G.. (1985). Filamentous fusion phage: novel expression vectors that display cloned antigens on the virion surface. Science, 228(4705), 1315–1317. doi:10.1126/science.4001944
2. Winter, G., Griffiths, A. D., Hawkins, R. E., & Hoogenboom, H. R. (1994). Making Antibodies by Phage Display Technology. Annual Review of Immunology, 12(1), 433–455. doi:10.1146/annurev.iy.12.040194.002245
3. Cobb, R. E., Chao, R., & Zhao, H. (2013). Directed Evolution: Past, Present and Future. AIChE journal. American Institute of Chemical Engineers, 59(5), 1432-1440.
4. Packer M.S., Liu D.R. (2015). Methods for the directed evolution of proteins. Nat. Rev. Genet. 16:379–394.

Exit mobile version