Ruangan kebugaran yang penuh dengan berbagai alat olahraga membuka imajinasi tentang ekspektasi dari hasil latihan di dalam ruangan gym. Weight training atau lebih dikenal dengan istilah latihan beban memiliki manfaat yang baik bagi perkembangan tulang, persendian, dan otot. Sayangnya, seringkali harapan bugarnya tubuh tidak nampak sebagai konsekuensi dari kerja keras selama olahraga. Bahkan, resiko berbahaya pun menanti ketika olahraga dipraktikan hanya sekedar gerak, tanpa mengindahkan kaidah-kaidah sebagai prosedur untuk menunjuki jalan menuju level “bugar”.
Fenomena buruk muncul di perbincangan para pelaku olahraga seperti pelatih dan guru olahraga, dengan mempertanyakan “apakah latihan beban memperlambat tumbuh kembang anak?. Pertanyaan tersebut sebagai bukti kerisauan para pelatih dan guru olahraga akan dampak kesehatan bagi anak-anak. Oleh karena itu, mari kita bahas kerisauan tersebut dalam sudut pandang sains.
Peradaban moderen menyebabkan tingginya gaya hidup pasif dan rendahnya partisipasi masyarakat dalam berolahraga. Seiring berkembangnya teknologi, terbatasnya ruang olahraga bagi masyarakat, dan semakin tingginya pendapatan ekonomi telah mengubah gaya hidup sehat (baca juga: buah yang bermanfaat untuk kesehatan) dan menurunkan durasi partisipasi anak dalam berolahraga [1].
Menurut World Health Organization (WHO), usia anak dan remaja direkomendasikan untuk melakukan aktifitas fisik setidaknya 60 menit/hari [2]. Aktifitas fisik yang direkomendasikan tidak hanya dalam bentuk aktifitas aerobik saja seperti lari, bersepeda, dan jalan kaki, termasuk latihan beban di dalamnya [3].
Banyak manfaat yang didapatkan dalam latihan beban, khusunya bagi anak-anak dan remaja. Usia anak-anak adalah waktu yang tepat untuk memulai hal ini karena dapat meningkatkan kepadatan tulang dan komposisi mineral tulang [4]. Faktanya, partisipasi latihan beban di anak-anak memberikan pengaruh baik terhadap perkembangan dan pertumbuhan tulang [3]. Pada umumnya, usia yang disarankan untuk mengawali latihan beban adalah 7-8 tahun [3].
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Faigenbuam dkk, melakukan kegiatan ini selama 8 minggu pada anak usia 8-12 tahun berhasil memperbaiki komposisi tubuh dengan menurunkan 2.3% ketebalan lingkar perut [1]. Selain itu, penelitian yang lainnya menyebutkan bahwa latihan beban meningkatkan kemampuan gerak anak seperti loncat, lari, dan melempar [4].
Kegiatan ini juga difungsikan sebagai media pencegahan dari cedera, karena semakin tinggi tingkat kekuatan otot maka semakin rendah resiko terkena cedera[5]. Oleh karena itu, latihan beban untuk anak-anak sangat direkomendasikan.
Semua manfaat dari kegiatan ini dapat terwujud dengan syarat selama olahraga didampingi oleh instruktur professional, sehingga program yang diberikan terukur dan selama olahraga terjamin keamanannya dari resiko cedera atau efek negatif lainnya [3].
Dengan demikian, argumentasi publik tentang kerisauan bahwa latihan beban akan memperlambat tumbuh kembang anak sangatlah tidak benar, dikarenakan tidak ada fakta ilmiah yang mendukung argumentasi tersebut [5].
Jadi, anggapan bahwa latihan beban dapat mempelambat tumbuh kembang anak hanya sebatas “Mitos” belaka.
Referensi
[1] D. Barbieri and L. Zaccagni, “Strength Training for Children and Adolescents : Benefits and Risks Strength Training for Children and Adolescents : Benefits and Risks,” Cool. Antropol, vol. 2, no. 37, pp. 219–225, 2013.
[2] W. H. Organization, Global Recommendations on Physical Activity for Health. 2010.
[3] A. Faigenbaum, “Resistance training for kids: Right from the Start,” ACSMs. Health Fit. J., vol. 20, no. 5, pp. 16–22, 2016.
[4] M. Behringer, A. Heede, M. Matthews, and J. Mester, “Effects of Strength Training on Motor Performance Skills in Children and Adolescents : A Meta-Analysis,” Pediatr. Exerc. Sci., vol. 23, no. 20, pp. 186–206, 2011.
[5] R. S. Lloyd et al., Position statement on youth resistance training : the 2014 International Consensus, vol. 48. 2014, pp. 498–505.
dan dapatkan konten-konten menarik tentang sains dan teknologi langsung di inbox email kamu