Site icon SainsPop

Magnetoreseptor: Kompas Hewan Sewaktu ‘Mudik’

      Masih dalam euforia hari raya lebaran, kegiatan berkumpul bersama keluarga dan kerabat tidak mungkin dilewatkan. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, hari raya adalah momentum untuk kembali ke kampung halaman. Terbukti dari peningkatan pemudik dari tahun ke tahun, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi memprediksi, pada tahun 2019 jumlah pemudik mencapai 23 juta orang [1].

              Tidak hanya manusia, beberapa binatang mampu melakukan perpindahan secara massal pada periode tertentu. Burung dara laut artik mampu melakukan migrasi sejauh 80.000 km [2]. Hebat sekali bukan? Dengan jarak tempuh sepanjang itu, kita mampu 51 kali perjalanan bolak-balik Jakarta-Surabaya loh. Rahasia migrasi binatang pun menjadi misteri bagi ilmuwan, terutama bagaimana hewan melakukan navigasi.

              Ternyata, berdasarkan hasil riset mendalam, peneliti menemukan jika binatang memanfaatkan medan magnet bumi untuk navigasi migrasi, mirip seperti kompas[3]. Kok bisa? Ini terjadi karena dalam inti bumi, terdapat unsur besi yang bergerak secara konduksi sehingga menimbulkan medan magnet [4]. Variasi intensitas medan magnet bumi pada lintang dan ekuator bumi, memberikan informasi navigasi [5]. Informasi medan magnet ini  diproses binatang untuk mengetahui arah dan gambaran spasial  [6].

Magnetoreseptor

              Suatu rangsangan baik fisik maupun kimia, agar dapat diproses sel harus melalui proses transduksi (perubahan stimuli mekanik menjadi sinyal listrik oleh sel saraf sensorik) [7]. Transduksi sinyal-sinyal medan magnet diterima menggunakan sistem magnetoreseptor yang terhubung dengan sistem saraf pusat [8]. Peneliti menyatakan bahwa terdapat tiga tipe mekanisme utama transduksi sinyal medan magnet, yaitu: 1) menggunakan magnetit 2) menggunakan Cryptochrome dan 3) menggunakan struktur anatomi spesial [9].

Magnetoreseptor magnetit

Kristal magnetit (Fe3O4) membentuk organel di dalam sel hewan yang sensitif medan magnet bumi [10].  Rantai kristal magnetit bergerak searah medan magnet bumi. Pergerakan rantai kristal magnetit menghasilkan torsi (daya yang mengakibatkan gerak rotasi). Pergerakan mekanik akibat daya torsi kemudian digunakan untuk merespon sinyal medan magnet. Contohnya, kristal magnetit ini dapat  ditemukan di sel-sel saraf trigeminal ikan trout dan paruh burung merpati yang membantu saraf merespon medan magnet [11].

Magnetoreseptor cryptochrome

Cryptochrome adalah senyawa flavoprotein sensitif cahaya yang  ditemukan pada sel kerucut retina mata burung [12] [13]. Contohnya, pada burung robin, cryptochrome dapat membuat burung ini bisa melihat medan magnet bumi.  Dalam kondisi ada cahaya, cryptochrome menyerap partikel cahaya (photon) lalu mengalami serangkaian reaksi.  Medan magnet bumi mempengaruhi pembentukan produk akhir reaksi. Perbandingan antara produk akhir dan  produk awal reaksi diproses oleh binatang untuk mengetahui posisi dan arah [14].

Magnetoreseptor struktur anatomi spesial

Struktur anatomi organ seperti saluran setengah lingkaran burung merpati dapat mengubah stimulus medan magnet bumi menjadi stimulus listrik. Adanya intensitas dan orientasi dari medan magnet bumi menyebabkan terjadinya pergerakan ion-ion dalam organ burung tersebut sehingga menghasilkan aliran listrik. Aliran listrik ini kemudian dapat diinterpretasikan oleh burung sebagai kompas penunjuk arah dalam perjalanannya [15].

              Para ilmuwan mempercayai jika kemampuan magnetoresepsi ini terjadi akibat proses evolusi panjang. Kemampuan ini juga menjadi bukti ilmiah bagaimana hewan yang hidup di laut maupun darat mampu bermigrasi ribuan kilometer melintasi benua dan samudra.

[1]. https://news.okezone.com/read/2019/05/24/337/2059905/mudik-lebaran-2019-jumlah-pemudik-diprediksi-capai-23-juta-orang

[2]. Egevang, C., Stenhouse, I. J., Phillips, R. A., Petersen, A., Fox, J.W., and Silk, J. R. D. 2010. Tracking of             Arctic terns Sterna paradisaea reveals longest animal migration. PNAS. 107(5):2078-2081.

[3], [5], [8], [9], [15].. Nordmann, G. C., Hochstoeger, T., and Keays, D. A. 2017. Magnetoreception- A sense without a receptor. PloS Biology. 15(10).e2003234. https://doi.org/10.1371/journal.pbio.2003234

[4]. Needham, J. 1962. Science and Civilization in China. Cambridge University Press.

[6], [12]. Wiltschko, W. and Wiltschko, R. 2005. Magnetic orientation and magnetoreception in birds and other animals. J Comp Physiol A. 191:675-693.

[7]. Feher, J. 2017. Quantitative Human Physiology. Academic Press.

[10] Kirschvink, J. L. and Gould, J. L.1981. Biogenic magnetite as a basis for magnetic field detection in         animals. Biosystems. 13(3):181-201.

[11]. Johnsen, S. and Lohmann, K. J. 2008. Magnetoreception in animals. Physics Today. 72(30):29-35.

[13]. Niebner, C., Denzau, S., Malkemper, E. P., Gross, J. C., Burda, H., Winklhofer, M., and Peichl, L. 2016. Cryptochrome 1 in retinal cone photoreceptors suggest a novel functional role in mammals. Scientific Reports.6. DOI: 10.1038/srep21848.

[14]. Ritz, T., Adem, S., Schulten, K. 2000. A model for vision-based magnetoreception in birds. Biophys J. 78:707-718.

Exit mobile version