Site icon SainsPop

Apa yang Membedakan Almond dengan Marganya?

Halo Sobat Sains, pada cuaca panas begini kamu mungkin ingin sekali mencicipi es krim bertaburan almond. Tapi tahu kah kamu kalau ternyata almond masih satu keluarga dengan persik (peach), prem (plum), aprikot, dan ceri (1)? Marga tanaman ini (Prunus) memang cukup dekat dengan manusia jika sudah menyangkut soal camilan. Berbeda dengan kerabatnya yang berdaging buah empuk tapi berbiji keras, manusia lebih menyukai biji almond daripada dagingnya.

Di dalam sejarah pengunaannya sebelum bijinya menjadi makanan hura-hura pereda gejolak batin (2), almond ternyata punya masa lalu yang pahit – dalam makna yang sebenarnya. Sebelum ‘dijinakkan’ oleh manusia, biji almond liar, seperti kerabatnya yang lain, memiliki senyawa amygdalin yang pahit, menutupi rasa manis bijinya. Senyawa ini juga terkenal beracun. Karena mengandung senyawa beracun ini, almond punya masa lalu yang kelam. Ia pernah digunakan sebagai racun untuk membunuh pemuka agama di zaman Mesir kuno (3, 4).

Untuk menjinakkan almond, manusia melakukan seleksi terus-menerus terhadap almond dan keturunannya dengan memisahkan almond berbiji pahit dengan yang kurang pahit. Dalam proses ini, manusia tanpa sadar mengambil tanaman almond yang mengalami mutasi pada protein heliks-loop-heliks dasar 2 (bHLH2). Akumulasi mutasi pada protein ini mengganggu sinyal untuk memulai pembuatan amygdalin pada biji almond (3). Setelah terseleksi selama beberapa generasi sampai sinyal ini rusak sama sekali, varietas baru bernama ‘almond manis’ muncul. Uniknya, proses domestikasi atau penjinakan untuk menyeleksi almond manis paling tidak telah berlangsung sekitar 13.000 – 2.500 tahun yang lalu (3, 5). Proses ini tentunya cukup lama untuk membuatmu bergumam kagum, “wow, butuh 2500 tahun untuk kita bisa menikmati es krim almond!”. Tidak hanya untuk es krim, almond juga biasa digunakan sebagai taburan kue, lho!

Untunglah sekarang almond telah berubah. Tentunya ia tidak akan galau ditinggal kerabatnya kerena ia sekarang dekat dengan kita. Ia tidak lagi pahit tapi manis. (MRH 2019)

Referensi

  1. Potter, D.; Eriksson, T.; Evans, R.C.; Oh, S.; Smedmark, J.E.E.; Morgan, D.R.; Kerr, M.; Robertson, K.R.; Arsenault, M.; Dickinson, T.A.; Campbell, C.S. (2007). “Phylogeny and classification of Rosaceae”. Plant Systematics and Evolution. 266 (1–2): 5–43. doi:10.1007/s00606-007-0539-9.
  2. Tulipani S., Llorach R., Jáuregui O., López-Uriarte P., Garcia-Aloy M., Bullo M., Salas-Salvadó J., Andrés-Lacueva C.. 2011. Metabolomics Unveils Urinary Changes in Subjects with Metabolic Syndrome following 12-Week Nut Consumption. Journal of Proteome Research 10 (11), 5047-5058. doi:10.1021/pr200514h
  3. Sánchez-Pérez R., Pavan S., Mazzeo R., Moldovan C., Aiese Cigliano R., Del Cueto J., Ricciardi F., Lotti C., Ricciardi L., Dicenta F., López-Marqués R.L., Møller B.L., (2019). Mutation of a bHLH transcription factor allowed almond domestication. Science. 2019 Jun 14;364(6445):1095-1098. doi:10.1126/science.aav8197.
  4. Davis R. (1991) Cyanogens: Toxic Substances in Crop Plants. Royal Society of Chemistry, Cambridge, UK
  5. Delplancke, M., Alvarez, N., Benoit, L., Espíndola, A., I Joly, H., Neuenschwander, S., & Arrigo, N. (2012). Evolutionary history of almond tree domestication in the Mediterranean basin. Molecular Ecology, 22(4), 1092–1104. doi:10.1111/mec.12129
Exit mobile version