Site icon SainsPop

Berpikir Paradoks Mengenai Logika

 

Kata ‘logis’ maupun ‘masuk akal’ sering kita gunakan sehari-hari untuk mengutarakan maupun mempertahankan pendapat. Pun begitu, kita sering pula melihat perdebatan antara dua argumen berbeda dengan masing-masing dalih yang paling masuk akal. Pertanyaannya adalah bagaimana kita bisa bijak menyikapi suatu hal yang dikatakan masuk akal? Begitu pula ketika ‘bercermin diri’ dan bertanya apakah masing-masing dari kita sesungguhnya berpikir secara logika.

Untuk mengetahuinya, mari kita kenali kembali kata ‘paradoks’. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), paradoks adalah “pernyataan yang seolah-olah bertentangan dengan pendapat umum atau kebenaran, tetapi kenyataannya mengandung kebenaran”. Dengan kata lain, paradoks adalah sebuah kebenaran yang belum diyakini kebenarannya oleh banyak orang, dan bisa menjadi kebenaran umum jika mayoritas orang mempercayainya.[3] Quine (1966) kemudian membagi paradoks ke dalam tiga kategori besar: veridical paradox (hal yang terasa janggal namun benar adanya, contoh: 1 kilogram batu sama beratnya dengan 1 kilogram kapas), falsidical paradox (terlihat benar namun berasal dari deduksi logika yang salah, contoh: Jika a = b maka 1 = 2), dan antinome (pertentangan atas sebuah pernyataan, contoh: “saya benar ketika saya menyebut pernyataan saya salah”).

Sekarang kita pakai sebuah contoh yang menggambarkan bahwa apa yang kita pikirkan belum tentu logis dan bahwa paradoks ternyata adalah sesuatu yang logis. Kita ambil Bertrand’s box paradox sebagai contoh. Ini adalah paradoks logika yang dikategorikan ke dalam falsidical paradox.[1]

Bayangkan kamu menghadapi tiga kotak tertutup di mana masing-masing kotak terbagi menjadi dua ruang. Masing-masing ruang pada kotak pertama berisi koin emas (EE), tiap ruang pada kotak kedua berisi koin perak (PP). Pada kotak ketiga, ruangan pertama berisi koin emas dan ruangan kedua berisi koin perak (EP). Berapa peluangmu memilih salah satu kotak dengan kedua ruangan berisi koin yang berbeda? Tentunya sepertiga untuk dapat kotak EP.

Sekarang bayangkan jika kamu memilih salah satu kotak (dalam kondisi tertutup) secara random dan membuka salah satu ruangnya untuk kemudian mengetahui bahwa isinya adalah koin emas. Pertanyaannya adalah berapa peluang untuk mendapatkan jika kotak yang kamu buka itu adalah kotak EE?

 

Apakah jawabanmu 0.5? Apakah kamu merasa benar dengan jawaban tersebut? Mari kita kupas dengan lebih teliti. Pada kotak yang kita buka salah satu sisinya dan berisi emas, kita tidak tahu koin emas pada sisi yang mana yang kita buka. Di sini lah kuncinya.

Mari kita simbolkan masing-masing koin sebagai E1 dan E2 berada di kotak pertama, dan E3 dan P1 berada di kotak kedua. Oleh karena setelah tahu salah satu ruang di kotak adalah emas, maka kita tidak lagi memasukkan kotak PP (P2 dan P3) ke dalam penghitungan peluang untuk mendapatkan kotak EE. Dari sini kita sadari bahwa koin emas yang kita lihat bisa saja E1, E2, ataupun E3. Oleh karenanya daftar kemungkinan isi kotak yang akan kita lihat dari pengambilan berikutnya adalah:

E1E2Jika kita melihat E1 di pengambilan sebelumnya
E2E1Jika kita melihat E2 di pengambilan sebelumnya
E3P1Jika kita melihat E3 di pengambilan sebelumnya

Dengan asumsi pengambilan acak dilakukan secara adil (fair drawing) maka kemungkinan di masing-masing daftar di atas adalah 1/3. Dengan begitu kemungkinan untuk mendapatkan kotak EE (dua koin emas) adalah 2/3, dan kemungkinan untuk mendapatkan kotak EP (satu koin emas dan satu koin perak) adalah 1/3. Apakah ini sebuah trik?

Ada beberapa bukti untuk hal ini. Pertama, Clark (2007) menyebutkan bahwa sekitar 2000 kali dari 3000 percobaan akan mendapatkan kotak EE.[2] Kedua adalah bukti yang ditunjukkan oleh ‘Wolfram Demonstration Project’ bahwa probabilitas mendapatkan kotak EE adalah 2/3. Ketiga, secara matematis dengan menggunakan aturan Bayes juga akan diperoleh probabilitas sebesar 2/3 untuk mendapatkan kotak EE.

Memang sulit untuk membuat banyak orang percaya atas sebuah paradoks meskipun hal tersebut benar secara silogisme. Pada akhirnya ini membuat kita belajar dan memahami bahwa setiap penjelasan yang dianggap logis belum tentu sepenuhnya logis, dan berpikir secara paradoks sangat mungkin membantu memahami suatu logika.  

 

REFERENSI

[1] Al-Khalili, J. (2012). Paradox: The Nine Greatest Enigmas in Physics. Transworld Publishers, London, UK: pp.19-21.

[2] Clark, M. (2007). Paradoxes from A to Z: Second Edition. Taylor and Francis Publisher, New York, USA: pp. 20-21.

[3] Quine, W. V. (1966). The Ways of Paradox and Other Essays. Harvard University Press, England.

Exit mobile version