Seolah tidak ingin kalah dari ketenaran corona, demam berdarah dengue atau yang akrab dikenal dengan singkatan DBD mulai unjuk diri. Seiring dengan berseminya musim hujan, air yang berlimpah membentuk genangan hingga banjir. Akibatnya, kasus DBD mulai banyak diberitakan.
Dilansir dari Kompas.com [1], beberapa wilayah di Indonesia yang meliputi NTT, Jawa Barat, dan Jawa Timur telah terjangkit kasus fatal DBD. Berdasarkan pernyataan Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan, dr. Siti Nadia Tarmizi, kematian akibat DBD di tingkat nasional dari bulan Januari hingga awal Maret 2020 mencapai 100 dari total 16.099 kasus DBD yang terdeteksi [2]. Sementara itu di Kabupaten Sikka, NTT, DBD telah dinyatakan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) [3].
Meskipun angka-angka tersebut di atas masih lebih rendah dibandingkan angka kejadian dan kematian DBD pada tahun 2019 [4], kondisi tersebut tetap menuntut kita untuk memahami apa itu sejatinya DBD sehingga dapat waspada akan komplikasi yang ditimbulkan.
Virus dengue merupakan penyebab dari penyakit yang ditularkan oleh nyamuk dari genus Aedes ini. Sebagai perantara, nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus betina mendapatkan virus dari orang yang memiliki virus dengue di tubuhnya dan akan menularkan kepada orang lain yang akan digigitnya kemudian [5-9]. Tidak seperti nyamuk pada umumnya yang sering menggigit pada malam hari, nyamuk yang berkembang biak di genangan air bersih ini cenderung menggigit pada pagi dini hari dan sore menjelang senja [5,6]. Ciri khas yang dapat dikenali dari nyamuk Aedes adalah corak hitam putih pada perut dan kakinya [7].
Sebagaimana penyakit infeksi virus lainnya, gejala umum seperti demam, nyeri sendi, nyeri otot, nyeri kepala, mual, muntah dan lemas hampir selalu ditemukan sebagai gejala awal [5-10]. Demam yang terjadi biasanya mendadak tinggi [5-10], seringkali dengan rentang suhu 39,4°–40°C [6]. Seseorang dicurigai terjangkit virus dengue apabila merasakan demam tinggi mendadak disertai 2 dari gejala-gejala berikut: mual dan/atau muntah, ruam kulit, nyeri di seluruh badan, uji tourniquet positif, kadar sel darah putih yang rendah, menunjukkan tanda-tanda bahaya [5]. Ruam kulit dapat tampak seperti ruam campak atau sebagai petekie [6,8-10]. Ruam campak ditandai dengan lenting-lenting seperti jerawat yang berwarna merah dengan dasar yang juga berwarna merah tetapi tidak berisi cairan sedangkan petekie adalah bintik-bintik perdarahan yang muncul sebagai titik-titik berwarna merah yang rata dengan permukaan kulit.
Uji tourniquet adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan menggunakan alat pengukur tekanan darah yang dikembangkan di lengan atas selama 5–10 menit untuk melihat apakah setelah alat dilepas muncul petekie di lengan tempat dikembangkannya alat tersebut. Hasil positif adalah ketika didapatkan ≥10 bintik per inci kuadrat [6]. Rendahnya kadar sel darah putih dapat dideteksi melalui pemeriksaan laboratorium menggunakan sampel darah di fasilitas kesehatan dan menggambarkan lemahnya sistem pertahanan tubuh akibat serangan virus dengue. Sementara itu, tanda-tanda bahaya menunjukkan sedang berlangsungnya fase kritis (akan dijelaskan di bawah) dan dapat berupa nyeri perut, muntah terus-menerus, sesak napas atau perut terasa begah, perdarahan selaput lendir (mimisan, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna yang dapat dijumpai sebagai feses hitam atau muntah darah), lemas, pembesaran organ hati, peningkatan kekentalan darah dengan penurunan kadar trombosit [5,6]. Meskipun demikian, kebanyakan infeksi virus dengue tidak menimbulkan gejala (asimtomatis) [11].
Sebelum melaju lebih jauh, kayanya tadi trombosit sempat disebut-sebut nih. Pernah ga sih penasaran kenapa orang-orang sering membicarakan kadar trombosit kalau ada yang terkena demam berdarah dengue?
Nah, trombosit itu adalah salah satu komponen darah yang berfungsi dalam menjaga hemostasis (hemo=darah, stasis=tetap). Mudahnya, hemostasis adalah kemampuan tubuh untuk segera menghentikan perdarahan agar tubuh tidak kehilangan banyak darah. Trombosit ini ibaratnya berfungsi sebagai penambal dinding pembuluh darah yang mengalami luka sehingga perdarahan dapat berhenti. Kadar trombosit yang rendah berhubungan dengan kerentanan terjadinya perdarahan hebat pada penderita demam berdarah dengue sehingga biasanya kalau kadarnya terlalu rendah penderita demam berdarah dengue harus dirawat di rumah sakit. Kadar normal trombosit adalah 150–450 (x103/mm3). Biasanya pada orang yang mengalami demam berdarah dengue, kadarnya <100 (x103/mm3) bahkan ada yang sampai hitungan jari [7-9].
Sering kan lihat iklan di televisi yang menyebutkan bahwa fase demam berdarah dengue itu seperti tapal kuda? Maksudnya bagaimana sih?
Jadi, terdapat 3 fase perjalanan alami demam berdarah dengue yang membentuk kurva berbentuk menyerupai tapal kuda [10]. Pentingnya memahami fase-fase ini adalah agar demam berdarah dengue tidak berujung fatal.
Fase pertama adalah fase demam yang ditandai dengan demam tinggi mendadak yang muncul sekitar 4–10 hari setelah digigit nyamuk yang menularkan virus dengue [5]. Demam terjadi sebagai akibat dari virus yang memenuhi aliran darah. Demam tinggi pada fase ini menyebabkan penderitanya dehidrasi atau kekurangan cairan. Fase ini berlangsung selama kurang lebih 2–7 hari [6,9].
Fase kedua adalah fase kritis. Orang akan menganggap penderita demam berdarah dengue mulai sembuh dari sakitnya karena di fase ini demam mulai turun. Padahal sebenarnya tidak begitu, lho. Pada fase kritis ini, demam memang biasanya turun karena kadar virus di darah mulai berkurang. Terima kasih kepada sistem pertahanan tubuh. Akan tetapi, justru pada saat ini mulai terjadi kebocoran cairan plasma.
Apa itu cairan plasma? Cairan plasma adalah cairan bening yang merupakan salah satu komponen darah. Apabila cairan plasma bocor keluar dari pembuluh darah, volume darah akan berkurang sehingga dapat terjadi renjatan atau shock yang ditandai dengan denyut nadi yang meningkat tetapi lemah, tekanan darah turun, hingga penurunan kesadaran. Cairan plasma yang bocor mengisi ruangan-ruangan di antara selaput paru yang dapat menyebabkan sesak napas atau bocor ke organ-organ vital sehingga menyebabkan gagal organ. Bocornya cairan plasma ke jaringan sekitar disebabkan oleh dilepaskannya berbagai senyawa yang meregangkan dinding pembuluh darah sebagai respon pertahanan tubuh untuk membasmi virus. Pada fase ini pula dapat terjadi perdarahan hebat akibat turunnya kadar trombosit karena dihancurkan oleh virus. Fase kritis berlangsung kira-kira selama 24–48 jam [6,9] dan biasanya mulai terjadi pada hari ke-3 (dengan rentang hingga hari ke-7) sejak muncul gejala pertama kali [6].
Fase terakhir adalah fase penyembuhan. Pada fase ini, pada beberapa orang suhu tubuh bisa kembali naik. Pola demam inilah yang membentuk gambaran kurva demam menyerupai tapal kuda. Meskipun demikian, kondisi penderita demam berdarah dengue berangsur-angsur membaik. Apabila sebelumnya telah jatuh di masa kritis dan mampu melewatinya, pada fase penyembuhan ini dapat dijumpai tekanan darah dan denyut nadi yang kembali normal, penderita tampak lebih segar dan mulai merasa sembuh. Akan tetapi, pada fase ini tanda-tanda kelebihan cairan perlu diwaspadai karena cairan plasma yang pada fase kritis bocor kembali ditarik ke pembuluh darah, ditambah lagi dengan terapi cairan yang digunakan untuk mencegah terjadinya perburukan selama 2 fase sebelumnya. Dokter akan sering mengecek kondisi paru-paru pada fase ini karena salah satu tanda kelebihan cairan yang mudah dideteksi adalah bengkaknya paru-paru akibat terendam cairan yang berlebih. Fase ini berlangsung selama 2–3 hari [6,9].
Tidak seperti infeksi bakteri, infeksi virus dengue tidak memiliki obat khusus. Yang terpenting dari terapi demam berdarah dengue adalah mencukupi kebutuhan cairan dan mencegah terjadinya renjatan [5,9]. Apa sih itu renjatan? Renjatan atau shock merupakan kondisi di mana aliran darah tidak mampu mencukupi kebutuhan oksigen jaringan sehingga terjadi penurunan fungsi jaringan secara menyeluruh di segala penjuru tubuh. Akibatnya bisa fatal lho, karena lama-kelamaan jaringan dapat berhenti berfungsi. Apabila yang berhenti berfungsi adalah jaringan penyusun organ vital seperti otak, jantung, dan ginjal, kematian bisa mengancam.
Penderita demam berdarah dengue biasanya harus dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan terapi cairan dan terapi sesuai gejala (misal terapi untuk demam dan mual/muntah). Jangan sembarangan memberikan obat pada penderita demam berdarah dengue ya, terutama obat anti nyeri karena kebanyakan obat anti nyeri meningkatkan kecenderungan terjadinya perdarahan saluran cerna. Mengapa demikian? Obat anti nyeri dari golongan non-steroidal anti-inflammatory drugs memiliki efek samping mengacaukan perlindungan dinding lambung sehingga pembuluh darah yang berada di dinding lambung dapat mengalami cedera dan terjadilah perdarahan [6,9].
Terapi cairan biasanya diberikan dalam bentuk infus. Meskipun demikian, apabila masih bisa minum, penderita demam berdarah dengue juga dimotivasi untuk tetap minum sekitar 2,5 liter air mineral dan/atau cairan rumah tangga per hari. Cairan rumah tangga dapat berupa kuah sayuran, air kelapa, maupun minuman elektrolit. Maksud dari terapi cairan adalah untuk menanggulangi kekurangan cairan yang disebabkan oleh demam dan kebocoran cairan plasma [6,9].
Lalu bagaimana dengan anjuran untuk konsumsi jambu biji agar kadar trombosit naik? Penelitian menunjukkan bahwa daun maupun buah jambu biji dapat meningkatkan kadar trombosit hingga 100 (x103/mm3) dalam 16 jam [12]. Pada penelitian menggunakan model tikus, pemberian ekstrak jambu biji dapat meningkatkan produksi trombosit [13].
Gerakan 3M Plus Efektif Mencegah Penularan Demam Dengue
Gerakan menguras, menutup, dan mengubur (3M) bertujuan untuk mengendalikan pertumbuhan dan perkembangbiakan nyamuk Aedes sebagai perantara penularan. Kan nyamuknya senang tinggal dan beranak di air bersih tuh, makanya jangan biarkan mereka mendapatkan akses ke genangan air sumur, air hujan, air bak mandi, dan sebagainya. Sementara itu, Plus yang dimaksud adalah dengan menggunakan larvasida atau senyawa pembunuh jentik pada tempat genangan yang sulit dibersihkan, menggunakan obat anti nyamuk seperti obat nyamuk dan losion anti nyamuk, menggunakan kelambu, menggunakan ikan pemakan jentik, mengenakan pakaian berlengan panjang, mengurangi gantungan baju yang biasa digunakan untuk tempat bersembunyi nyamuk [14].
Referensi
[1] Rastika, I (editor). Kemenkes: Waspadai DBD di Tengah Wabah Corona. Kompas.com, 5 Maret 2020. Diakses dari https://nasional.kompas.com/read/2020/03/05/20475091/kemenkes-waspadai-dbd-di-tengah-wabah-corona pada 11 Maret 2020.
[2] Violleta, PT, Agusta H (editor). Kemenkes Catat 100 Kematian Akibat DBD sampai Awal Maret 2020. Antaranews.com, 9 Maret 2020. Diakses dari https://www.antaranews.com/berita/1345494/kemenkes-catat-100-kematian-akibat-dbd-sampai-awal-maret-2020 pada 12 Maret 2020.
[3] Idhom, AM. Wabah DBD Indonesia 2020: Sudah 16 Ribu Kasus, 100 Jiwa Meninggal. Tirto.id, 10 Maret 2020. Diakses dari https://tirto.id/wabah-dbd-indonesia-2020-sudah-16-ribu-kasus-100-jiwa-meninggal-eD56 pada 12 Maret 2020.
[4] Jamil, AI. Kemenkes: Per 1 Februari 2019, Ada 15.132 Kasus DBD di Indonesia. iNews, 1 Februari 2019. Diakses dari https://www.inews.id/news/nasional/kemenkes-per-1-februari-2019-ada-15-132-kasus-dbd-di-indonesia/447437 pada 3 Februari 2019.
[5] World Health Organization. Fact sheet: Dengue and severe dengue. 2014.
[6] Kularatne SA. Dengue fever. Bmj. 2015 Sep 15;351:h4661.
[7] Candra A. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor Risiko Penularan. ASPIRATOR-Jurnal Penelitian Penyakit Tular Vektor (Journal of Vector-borne Diseases Studies). 2010;2(2).
[8] Khetarpal N, Khanna I. Dengue fever: causes, complications, and vaccine strategies. Journal of immunology research. 2016;2016.
[9] Lee TH, Lee LK, Lye DC, Leo YS. Current management of severe dengue infection. Expert review of anti-infective therapy. 2017 Jan 2;15(1):67-78.
[10] Shepherd, SM. Dengue Clinical Presentation. Medscape, 12 Desember 2018. Diakses dari https://emedicine.medscape.com/article/215840-clinical pada 4 Februari 2019.
[11] Guzman MG, Harris E. Dengue. The Lancet. 2015 Jan 31;385(9966):453-65.
[12] Kadir SL, Yaakob H, Zulkifli RM. Potential anti-dengue medicinal plants: a review. Journal of natural medicines. 2013 Oct 1;67(4):677-89.
[13] Atik N, Maqrizi DS. Effect of guava extract administration on megakaryocytes amount in mice femur. IJCP. 2017 Jun 1;6:116-22.
[14] Kementerian Kesehatan RI. Upaya Pencegahan DBD dengan 3M Plus. 13 Juni 2019. Diakses dari http://promkes.kemkes.go.id/upaya-pencegahan-dbd-dengan-3m-plus pada 12 Maret 2020.
dan dapatkan konten-konten menarik tentang sains dan teknologi langsung di inbox email kamu