Site icon SainsPop

Bagaimana Tes Deteksi COVID-19 Dilakukan?

Halo Sobat Sains! Apakah kalian mengikuti perkembangan berita penyebaran virus Corona?

Iya, datanya sangat mengkhawatirkan, dari hari ke hari jumlahnya meningkat dengan pesat. Bagaimana caranya untuk mendeteksi secara pasti jumlah orang yang terinfeksi wabah dengan cepat di suatu wilayah? Apakah diperlukan Tes untuk COVID-19?

Tes massal adalah kuncinya sehingga laju persebaran yang semakin luas dapat ditekan dengan mengkarantina secepatnya mereka yang positif terjangkit, seperti yang dilakukan Korea Selatan dalam penanganan COVID-19. 

Tidak seperti negara lain yang masih membatasi akses tes COVID-19, Korea Selatan yang telah berhasil mengembangkan kit untuk diagnosa penyakit ini justru memberikan akses seluas-luasnya kepada setiap orang yang memiliki gejala mendekati COVID-19 dalam skala paling ringan sekalipun. Dalam satu hari, hampir 10.000 kali tes mampu dilakukan. 

Lalu, bagaimana tes untuk deteksi COVID-19 sebenarnya dilakukan? 

Hingga saat ini ada 2 jenis tes, yaitu:

  1. TES SWAB DAN RT-PCR 

Mengapa disebut tes swab? 

Karena teknik pengambilan sampel adalah dengan swab/usap cairan yang berada di daerah nasofaring atau bagian atas tenggorokan yang berada pada hidung bagian dalam [1]. 

Virus COVID-19 menginfeksi saluran pernapasan atas sehingga sampel yang diambil pada bagian ini dipercaya dapat memberikan hasil yang representatif [2]. Cairan lendir yang menempel pada swab selanjutnya akan dianalisis untuk mengetahui secara akurat apakah cairan tersebut mengandung koloni virus atau tidak dengan metode RT-PCR [1,2].

Berkaca pada kasus SARS dan MERS, Reverse-Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)  atau Transkripsi Balik Reaksi Berantai Polimerase adalah satu-satunya metode yang saat ini paling diyakini akurasinya untuk mendeteksi apakah seseorang terinfeksi COVID-19 [1]. 

Bagaimana Prinsip Kerja Tes untuk COVID-19?

Virus corona diketahui memiliki materi genetik berupa RNA (Ribose Nucleotide Acid)  atau dikenal sebagai ssRNA(+) [3]. Sebagian virus lainnya memiliki materi genetik yang sama dengan mikroorganisme lain seperti bakteri atau jamur, yaitu DNA (Deoxyribose Nucleotide Acid). Secara struktur, DNA terdiri dari dua untai dengan urutan nukleotida (A-C-T-G) yang saling berkomplemen, sedangkan RNA hanya terdiri dari satu untai saja. 

Prinsip dasar RT-PCR adalah menyalin informasi pada RNA virus dan memperbanyaknya ke dalam jutaan kopi. Perbanyakan material genetik virus dilakukan secara dua tahap reaksi PCR (Polymerase Chain Reaction) dimana pada kedua tahapan tersebut dibutuhkan material berikut:

  1. DNA/RNA template sebagai target yang akan disalin kode genetiknya.
  2. DNA primer yaitu fragmen DNA kecil yang terdiri dari 15-20 nukleotida sebagai titik awal inisiasi reaksi perpanjangan rantai. Primer akan menempel secara spesifik pada bagian nukleotida dari template yang urutannya komplemen dengan urutan primer tersebut. Primer dirancang berdasarkan informasi urutan DNA target yang dapat diperoleh dari database Bank Data Gen (Gene Bank) yang dapat diakses secara online. Jika DNA target berasal dari mikroorganisme yang belum diketahui urutannya, maka data yang dapat digunakan untuk perancangan primer adalah data urutan DNA mikroorganisme yang paling dekat kekerabatannya. Dalam hal novel coronavirus Sars-CoV-2 penyebab COVID-19, kita dapat menggunakan urutan DNA coronavirus SARS-2003 atau MERS.
  3. dNTP yaitu nukleotida sebagai sumber monomer rantai DNA.
  4. Reverse-transkriptase untuk reaksi transkripsi balik RNA menjadi DNA dan DNA polimerase untuk melakukan reaksi perpanjangan rantai sehingga untai DNA utuh dapat terbentuk.

Berikut adalah tahap kerja yang dilakukan: 

Bagaimana Cara Transkripsi Balik RNA?

Untuk menyalin informasi pada RNA dengan RT-PCR, hal yang pertama dilakukan adalah ekstraksi RNA dari sampel swab. RNA sifatnya lebih mudah rusak dibandingkan DNA sehingga segala hal yang berhubungan dengan penanganan sampel sangat penting diperhatikan. 

Pertama-tama, perlu dilakukan pencetakan untai komplemen RNA terlebih dahulu dengan melakukan reaksi yang disebut reaksi transkripsi balik menggunakan enzim reverse-transkriptase. Reaksi ini dijalankan dalam mesin PCR (Polymerase Chain Reaction). Produk yang dihasilkan adalah untai komplemen RNA dalam bentuk DNA untai tunggal atau yang disebut DNA komplemen (complement DNA atau cDNA). Selanjutnya enzim lain, yaitu DNA polimerase akan melakukan kopi cDNA sehingga diperolehlah DNA untai ganda yang akan digunakan template pada reaksi selanjutnya, yaitu perbanyakan DNA dengan PCR. 

Dengan menggunakan RT-PCR, tahap reaksi transkripsi balik dan perbanyakan DNA dapat berlangsung dalam satu tabung yang sama ataupun berbeda. Namun, jika template RNA awal yang digunakan belum diketahui secara pasti urutan nukleotidanya, maka DNA templat perlu diperoleh terlebih dahulu sehingga kedua tahap harus dilakukan secara terpisah.

Reaksi PCR/perbanyakan DNA

Setelah diperoleh DNA template dari reaksi transkripsi balik, reaksi perbanyakan DNA dilakukan dengan bantuan enzim DNA polimerase sebagai biokatalisator reaksi perpanjangan rantai DNA sehingga dihasilkan salinan DNA dalam jumlah jutaan kopi. dNTP yang telah ditambahkan akan berperan sebagai monomer nukleotida yang akan menempel pada DNA template melalui interaksi kimiawi, dan DNA polimerase melakukan penggabungan setiap monomer sehingga menjadi rantai yang utuh.

Dalam kasus perbanyakan RNA dengan quantitative RT-PCR ini, reaksi dilakukan dalam volume mikro (15-20 µL) [2]. Setelah PCR selesai dilakukan, maka produk PCR berupa DNA akan divisualisasi dengan pewarna ber-fluorescence dibawah lampu sinar ultraviolet (UV). Apabila positif maka pita akan terbentuk, sebaliknya bila negatif maka pita tidak akan muncul. Dibutuhkan waktu 1-2 hari untuk mendapatkan hasil yang terverifikasi dari tes ini. 

Hasil positif atau negatif palsu juga mungkin terjadi pada tes ini disebabkan faktor-faktor berikut [4]:

  1. Hasil negatif palsu dapat terjadi pada penderita yang masih berada dalam fase awal-awal infeksi sehingga jumlah virus di dalam tubuh masih dibawah limit deteksi
  2. Hasil negatif palsu pada penderita yang tidak menunjukkan gejala, biasanya tidak ditemukan adanya lendir pada saluran pernapasan atas yang biasa dijumpai pada penderita dengan batuk/flu
  3. Hasil negatif palsu ataupun positif palsu dapat terjadi jika terjadi kontaminasi sampel atau kesalahan-kesalahan teknis  lain yang berhubungan dengan penanganan sampel 
  4. Hasil negatif ataupun positif palsu dapat terjadi jika reagen PCR yang digunakan belum teruji dengan baik 
  1. TES SEROLOGI/IMMUNOASSAY

Tes serologi dengan prinsip immunoassay yang saat ini digaungkan pemerintah Indonesia sebagai “RAPID TEST” dapat digunakan untuk mengetahui secara cepat jumlah sebenarnya orang yang telah terpapar COVID-19 di masyarakat. 

Tes serologi dipercaya sebagai metode yang jauh lebih cepat dibandingkan tes swab. Berbeda dengan tes swab, tes serologi mampu memberikan hasil hanya dalam hitungan menit saja. Pada prinsipnya, tes serologi adalah suatu immunoassay untuk mendeteksi keberadaan antibodi spesifik yang dihasilkan oleh tubuh seseorang yang terinfeksi COVID-19 untuk melawan virus yang masuk ke dalam tubuh. Berbeda dengan tes Swab, pada immunoassay sampel yang diambil adalah sampel darah.

Immunoassay dikenal dengan istilah Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) sudah banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi penyakit infeksi virus lain seperti HIV/AIDS dan hepatitis ataupun virus sejenis coronavirus penyebab penyakit flu lain seperti influenza A dan B. Cara kerja tes ini adalah dengan mencampur sampel darah seseorang dengan suatu cairan yang mengandung protein spesifik Sars-Cov-2. Apabila darah mengandung antibodi spesifik untuk melawan virus, maka akan terjadi interaksi kimiawi antara antibodi dengan protein spesifik Sars-Cov-2 sebagai antigen yang divisualisasikan dalam bentuk warna [5]. Umumnya, IgG dan IgM adalah dua jenis antibodi yang paling banyak dijadikan acuan untuk mengetahui apakah seseorang sedang terinfeksi virus Sars-Cov-2 atau tidak. IgM akan diproduksi terlebih dahulu pada hari ke-10 setelah adanya infeksi virus dalam tubuh seseorang, kemudian IgG akan mulai diproduksi di hari ke-12 terus menerus untuk melawan virus tersebut hingga fase penyembuhan [6].  Namun, dari sebuah studi yang dilakukan pada 16 pasien di Rumah Sakit Wuhan, diketahui juga bahwa antibodi IgG/IgM mulai diproduksi tubuh setelah 5 hari tubuh terpapar virus [2]. Dapat disimpulkan bahwa untuk setiap orang masa inkubasi hingga antibodi mulai diproduksi tubuh bisa berbeda-beda, sangat bergantung pada kondisi tubuh penderitanya sendiri.

Saat ini perusahaan bioteknologi di berbagai negara berlomba-lomba mengembangkan produk tes serologi yang mampu memberikan hasil paling cepat, akurat, dan mudah digunakan tanpa bantuan profesional sehingga bisa dilakukan setiap orang di rumah [7,8]. Selain itu, tes serologi ini juga dimanfaatkan oleh pemerintah Singapura untuk membantu pelacakan dan klasifikasi setiap kasus positif yang muncul ke dalam cluster kasus, juga untuk mengetahui seberapa luas penyebaran penyakit COVID-19 [9].

Hasil negatif atau positif palsu juga bisa dihasilkan dari tes ini disebabkan faktor berikut [2,7]:

  1. Hasil negatif palsu mungkin terjadi pada penderita yang masih berada di fase awal infeksi dimana diperlukan waktu inkubasi tertentu sebelum antibodi diproduksi tubuh 
  2. Hasil positif palsu juga dapat terjadi pada penderita yang telah melalui masa infeksi dan virus sudah tidak ada lagi di tubuh pasien 
  3. Apabila seseorang telah terinfeksi coronavirus jenis lain di masa lalu tanpa yang bersangkutan mengetahui, maka hasil positif palsu pun sangat mungkin terjadi
  4. Terjadinya cross reactivity/reaksi silang antibodi dari jenis corona yang lain atau jenis virus yang memiliki kemiripan, misalnya di Singapura seorang pasien awalnya dideteksi negatif COVID-19 walaupun memiliki gejala yang mirip seperti badan pegal dan demam. Pasien ini sebelumnya menjalani tes inmunoassay demam berdarah dan dinyatakan positif [9]

Karena sensitivitasnya yang rendah dibandingkan tes swab/PCR, maka kombinasi antara tes serologi dan tes swab tetap diperlukan untuk mendapatkan hasil yang jauh lebih dapat dipercaya. 

 

Referensi:

[1] US CDC Real-Time RT-PCR Panel for Detection 2019-Novel Coronavirus  (28 January 2020). https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/about/testing.html

[2] Wei Zhang, Rong-Hui Du, Bei Li, Xiao-Shuang Zheng, Xing-Lou Yang, Ben Hu, Yan-Yi Wang, Geng-Fu Xiao, Bing Yan, Zheng-Li Shi & Peng Zhou (2020) Molecular and serological investigation of 2019-nCoV infected patients: implication of multiple shedding routes, Emerging Microbes & Infections, 9:1, 386-389, DOI: 10.1080/22221751.2020.1729071

[3] Perlman S, Netland J. Coronaviruses post-SARS: update on replication and pathogenesis. Nat. Rev. Microbiol. 2009 Jun;7(6):439-50. DOI: 10.1038/nrmicro2147.

[4] Qinjian Hao, Hongmei Wu, Qiang Wang, Difficulties in False Negative Diagnosis of Coronavirus Disease 2019: A Case Report. DOI :10.21203/rs.3.rs-17319/v1

[5] Vogel, Gretchen. 2020. New blood tests for antibodies could show true scale of coronavirus pandemic.https://www.sciencemag.org/news/2020/03/new-blood-tests-antibodies-could-show-true-scale-coronavirus-pandemic

[6] Le Page, Michael. 2020.  How does coronavirus testing work and will we have a home test soon?https://www.newscientist.com/article/2238477-how-does-coronavirus-testing-work-and-will-we-have-a-home-test-soon/#ixzz6IBl3Koq

[7] Sheridan, Cormac. 2020. Fast, portable tests come online to curb coronavirus pandemic. https://www.nature.com/articles/d41587-020-00010-2

[8] Anonymous. 2020. 20/20 BioResponse to Launch Rapid Coronavirus Test Kits in U.S. following “Green Light” from FDA

https://www.biospace.com/article/releases/20-20-bioresponse-to-launch-rapid-coronavirus-test-kits-in-u-s-following-green-light-from-fda/

[9] Normille, Denis. 2020. Singapore claims first use of antibody test to track coronavirus infections

https://www.sciencemag.org/news/2020/02/singapore-claims-first-use-antibody-test-track-coronavirus-infections

Exit mobile version