Site icon SainsPop

Takut Korona?

Menghadapi kondisi pandemik global saat ini, setiap orang pasti merasa takut dan panik. Penyakit ini menyebar dengan cepatnya. Dan sampai saat ini, tidak ada vaksin atau obat yang dapat menyembuhkannya. Serangan virus penyebab COVID-19 ini ibarat kita bertarung dengan musuh yang tak terlihat tanpa alat perlindungan dan senjata sama sekali. Pasti menakutkan. 

Rasa takut ternyata menular (1). Rasa takut adalah fenomena yang juga terdapat pada hewan karena perasaan ini merupakan hal yang sangat penting untuk bertahan hidup dari ancaman.

Bagian otak yang berperan penting dalam merespon ancaman/rasa takut adalah amygdala, bagian otak berbentuk biji almond yang tersembunyi di kedua sisi dalam kepala, pada lobus temporal otak (2). Dari sini, rasa takut diteruskan ke bagian otak lain seperti hipotalamus dan area batang otak untuk mengkoordinasikan respon pertahanan tertentu. 

Dengan menyebarnya informasi mengenai COVID-19 oleh media-media baik lokal, internasional, dan media sosial, perasaan takut ini makin menjadi-jadi. Maka dari itu, banyak orang-orang yang melakukan panic buying dengan membeli barang-barang dan obat-obatan tanpa berpikir panjang dan rasional.

Tapi, perlukah kita ketakutan secara berlebihan?

Jawabannya tentu tidak. Rasa takut yang berlebihan malahan bisa mencelakakan. Untungnya, sama seperti rasa takut, rasa aman juga ternyata menular. Seseorang yang tenang dan percaya diri menghadapi ancaman akan memberikan ketenangan dan rasa aman bagi orang di sekitarnya (1). 

Untuk penyebaran rasa takut dengan skala global, seperti ketakutan akibat COVID-19 saat ini, peran otoritas pemerintahan sangat lah penting untuk memberikan rasa aman bagi rakyatnya. Akan tetapi, memberikan rasa aman juga harus tetap dibarengi dengan persiapan yang komprehensif dalam menghadapi pandemik ini. Dan semuanya harus dilakukan dengan jelas dan transparan. Karena, ketidakjelasan dalam menghadapi situasi ini akan menyebabkan rasa takut semakin menjadi (3). 

Jadi intinya, takut boleh tapi jangan berlebihan. Yang terpenting, utamakan kewaspadaan dengan menerapkan hal-hal kecil yang bisa kita lakukan. Contohnya, selalu menjaga jarak, keluar rumah jika perlu saja, sering mencuci tangan dengan sabun, olah raga teratur, jaga asupan makan dan kesehatan.

 

Referensi:

  1. Tsai, J., Bowring, E., Marsella, S. and Tambe, M., 2011. Modeling Emotional Contagion. In AAMAS 2011 Workshop on MultiAgent Based Simulations (MABS).
  2. Ressler, K. and Davis, M., 2003. Genetics of childhood disorders: L. Learning and memory, part 3: fear conditioning. Journal of the American Academy of Child & Adolescent Psychiatry, 42(5), pp.612-615.

Carleton, R.N., Fetzner, M.G., Hackl, J.L. and McEvoy, P., 2013. Intolerance of uncertainty as a contributor to fear and avoidance symptoms of panic attacks. Cognitive behaviour therapy, 42(4), pp.328-341.

Exit mobile version