Site icon SainsPop

Penyebab Jamur Enoki Bisa Berbahaya: Listeria monocytogenes

Jamur enoki (Flammulina velutipes) adalah panganan yang cukup populer di Indonesia. Tidak hanya dijumpai di pasar-pasar modern, jamur enoki juga sudah banyak dijual di pasar tradisional sehingga tidak pelak kebutuhannya tinggi. Produk pangan ini masih menjadi komoditi impor yang cukup besar karena produksi dalam negeri yang masih belum mencukupi. Negara seperti Korea Selatan, Jepang, dan Tiongkok menjadi pemasok utama jamur ini. 

Namun, permasalahan yang kini dihadapi adalah adanya bakteri patogen yang mengkontaminasi jamur ini sehingga dikhawatirkan menimbulkan wabah di Indonesia. Berita ini viral di lini masa nasional hingga dilakukannya pemusnahan massal jamur enoki berpatogen asal Korea Selatan [1]. Lalu, seperti apa bakteri patogen yang dikhawatirkan tersebut?

Bakteri Penyebab Ditariknya Jamur Enoki

Bakteri Listeria, begitu dikenal orang awam sebagai patogen kontaminan berbagai produk pangan. Secara ilmiah, Listeria merupakan kelompok bakteri yang terdiri dari 22 jenis [6], namun hanya 2 jenis yang diketahui patogen yaitu Listeria monocytogenes dan Listeria ivanovii  [2]. Pada kasus jamur enoki, jenis L. monocytogenes lah yang dilaporkan sebagai kontaminannya [1]. Tidak hanya pada jamur enoki, L. monocytogenes juga dapat mengkontaminasi daging, keju, susu, sayur, dan buah. Pada dasarnya, bakteri ini sangat umum dijumpai di alam mulai dari perairan, tanah, tanaman maupun hewan sehingga sangat mudah mengkontaminasi produk pangan. Selain itu, L. monocytogenes dapat hidup di berbagai kondisi pada rentang yang luas; mulai dari tingkat keasaman, suhu, dan salinitas yang rendah hingga tinggi. Bahkan bakteri ini dilaporkan dapat hidup atau tinggal pada suatu permukaan benda dalam kurun waktu yang lama [3]. Hal ini mengakibatkan bakteri L. monocytogenes sangat sulit untuk dikontrol.  

Gambar 1. Morfologi L. monocytogenes pada pencitraan mikroskop elektron. Sumber: Copyright 2015 American Academy of Microbiology

L. monocytogenes sudah diketahui sejak tahun 1926 saat adanya wabah yang menginfeksi kelinci dan marmut hingga saat ini masih menjadi perhatian dunia. Pada awalnya, bakteri ini diberikan nama Bacterium monocytogenes. Pada tahun 1940, nama bakteri ini kemudian diubah menjadi Listeria sebagai bentuk penghormatan kepada Joseph Lister atas jasanya menemukan alat bedah aseptis [3, 6].

Namun, apa yang menjadi dasar bakteri ini menjadi perhatian serius hingga saat ini? Ada alasan infeksi fisiologis serius yang telah dilaporkan. Pada orang yang memiliki kelainan kekebalan tubuh atau immunocompromised dan dalam masa kehamilan misalnya, bakteri ini dapat menginfeksi organ otak dan mengganggu perkembangan janin. Ketika masuk ke dalam usus manusia, L. monocytogenes dapat melewati jaringan epitel kemudian menyebar melalui pembuluh darah dan getah bening menuju organ target seperti hati dan limpa. Di dalam sel target, bakteri ini dapat mengganggu morfologi dan fungsi organel-organel sel serta memanipulasi proses transkripsi protein [2]. Hal ini dapat menyebabkan gangguan metabolisme sel sehingga menimbulkan penyakit pada orang yang terinfeksi.

Gambar 2. Jalur transmisi L. monocytogenes. Sumber: Radoshevich dan Cossart (2017)

Kontaminasi L. monocytogenes pada makanan yang dikonsumsi dapat menyebabkan penyakit listeriosis. Gejala umum yang biasa dirasakan penderita listeriosis diantaranya demam, mual, nyeri otot, dan sakit kepala [3, 7]. Gejala yang timbul juga dipengaruhi oleh jumlah kontaminan pada makanan yang dikonsumsi. Apabila kerapatan L. monocytogenes pada makanan yang dikonsumsi melebihi 109 sel, pasien akan menunjukkan gejala gastroenteritis, yaitu radang pada lambung dan usus akibat infeksi. Bahkan, pada penderita lanjut usia, kelainan kekebalan tubuh, dan wanita hamil, kerapatan bakteri dalam tubuh sebesar 102-104 sel saja sudah mampu menyebabkan infeksi pada selaput otak yang mengarah pada meningitis dan komplikasi kehamilan atau kematian prematur [2]. 

Sementara itu, kematian akibat penyakit listeriosis cukup tinggi berkisar antara 20-30% dari keseluruhan penderita. Di Tiongkok, tingkat kematiannya dilaporkan sekitar 25,7% namun tidak ada kematian pada anak-anak dan wanita hamil [5]. Sedangkan di Amerika Serikat, angka kematian akibat listeriosis diprediksi mencapai 500 orang per tahun [3]. Pada dasarnya, penyakit ini bisa disembuhkan melalui perawatan intensif dengan memberikan resep antibiotik yang tepat [7]. Disisi lain, kasus kematian lebih sering terjadi pada pasien yang memiliki kelainan kekebalan tubuh karena tubuh mereka tidak mampu membentuk antibodi untuk merespon infeksi L. monocytogenes.

Oleh karena berbahayanya L. monocytogenes, keberadaan bakteri ini pada bahan pangan atau lingkungan sekitar perlu diminimalisir dengan penyimpanan dan pengolahan yang tepat serta menjaga sanitasi sehingga dapat terhindar dari penyakit listeriosis.

Referensi

[1]  Kementerian Pertanian RI. 2020. Penjelasan badan ketahanan pangan terhadap kasus kontaminasi Listeria monocytogenes pada jamur enoki asal Korea Selatan. Tersedia pada https://www.pertanian.go.id/home/?show=news&act=view&id=4428 [diakses tanggal 27 Juni 2020]

[2]  L. Radoshevich and P. Cossart. 2017. Listeria monocytogenes: towards a complete picture of its physiology and pathogenesis. Nature reviews: microbiology. http://dx.doi.org/10.1038/nrmicro.2017.126

[3]  The U.S. Foods and Drugs Administration (FDA). 2018. Get the Facts about Listeria! Tersedia pada  https://www.fda.gov/animal-veterinary/animal-health-literacy/get-facts-about-listeria [diakses tanggal 27 Juni 2020]

[4]  The U.S. Foods and Drugs Administration (FDA). 2019. Listeria (Listeriosis). Tersedia pada https://www.fda.gov/food/foodborne-pathogens/listeria-listeriosis [diakses tanggal 27 Juni 2020]

[5]  W. Li, L. Bai, P. Fu, H. Han, J. Liu, and Y. Guo. 2018. The Epidemiology of Listeria monocytogenes in China. Tersedia pada http://dx.doi.org/10.1089/fpd.2017.2409 [diakses tanggal 27 Juni 2020]

[6] The List of Prokaryotic names with Standing in Nomenclature (LPSN). 2020. Genus Listeria. Tersedia pada https://lpsn.dsmz.de/genus/listeria [diakses tanggal 2 Juli 2020]

[7] Vanitha Janakiraman, MD. 2008. Listeriosis in Pregnancy: Diagnosis, Treatment, and Prevention. Rev Obstet Gynecol. 1(4): 179–185

Exit mobile version