Site icon SainsPop

Badai Geomagnet, Cuaca Antariksa Ekstrim

Istilah cuaca antariksa umumnya mengacu pada kondisi Matahari (angin Matahari) dan kondisi di dalam magnetosfer Bumi (ionosfer dan atmosfer) yang dapat mempengaruhi kinerja dan reliabilitas sistem teknologi landas Bumi dan ruang angkasa serta dapat membahayakan kehidupan atau kesehatan manusia.

Perbedaan dengan Cuaca dalam Meteorologi

Dalam meteorologi kita mengenal beberapa kondisi cuaca seperti rentetan badai petir di musim panas dan bulan berkabut di musim gugur. Beberapa tipikal badai juga sering terjadi, dari yang berkekuatan mini seperti tornado hingga raksasa seperti siklon ekstratropis. Badai-badai ini masih menjadi momok karena menggambarkan kondisi cuaca yang sangat ekstrim dan berdaya rusak sangat tinggi tergantung pada kecepatannya masing-masing. Dalam cuaca antariksa, kondisi ekstrim semacam ini diwakili oleh badai geomagnet yang sekaligus merepresentasikan cuaca antariksa itu sendiri. 

Penyebab Badai Geomagnet

Matahari, sebagai sumber energi utama Bumi, secara terus menerus melepaskan energi baik dalam bentuk radiasi maupun material plasma. Pelepasan energi ini ada kalanya berupa fenomena-fenomena eruptif yang menyebabkan cuaca antariksa ekstrim dan berdampak buruk bagi sistem kehidupan di muka Bumi. Ledakan Matahari merupakan contoh fenomena eksplosif yang diradiasikan oleh Matahari. Sementara pelepasan energi dalam bentuk plasma di antaranya adalah lontaran massa korona dan angin surya berkecepatan tinggi. Dua fenomena terakhir merupakan penyebab utama badai geomagnet kuat (Gopalswamy, 2009). 

Pada dasarnya, sumber badai geomagnet memiliki 2 kategori, yaitu sumber yang berada di permukaan Matahari (solar sources) dan sumber yang berada di ruang antar planet (interplanetary sources). Fenomena-fenomena yang telah dipaparkan pada paragraf sebelumnya termasuk pada kategori pertama. Sementara sumber yang berada di ruang antar planet merupakan bagian atau perambatan sumber pertama yang teramati pada titik Lagrange 1 (titik bebas gaya gravitasi yang terletak di antara Matahari-Bumi), kira-kira 1,5 juta km dari Bumi. Karena disinilah titik orbit wahana antariksa seperti Wind dan ACE (Advanced Composition Explorer) milik NASA yang digunakan untuk mengamati plasma angin surya.

Sejarah Singkat dan Dampak Badai Geomagnet

Dampak badai geomagnet terhadap kehidupan di Bumi telah dirasakan jauh sebelum era ruang angkasa, yakni pada pertengahan abad ke-19. Pada tahun 1847, ketika jaringan telegraf baru mulai dikembangkan, ditemukan arus anomali yang mengalir di kabel telegraf dan mengacaukan sistem komunikasi jalur kereta api. Adalah sistem komunikasi jalur kereta api Derby-Birmingham yang pertama kali teramati mendapat gangguan badai geomagnet pada November 1847 (Barlow, 1849).

Beberapa badai geomagnet berskala dan berdampak besar yang pernah terjadi di antaranya adalah Carrington Event (1859), Quebeq Power Outage Event (1989), dan Hallowen Event (2003). Carrington Event diyakini sebagai badai terbesar yang pernah terjadi dalam sejarah (Tsurutsani dkk., 2003). Pada saat terjadinya badai Carrington, jaringan telegraf Boston-Portland digunakan tanpa menggunakan baterai selama lebih dari satu jam (Prescott, 1866). Jaringan listrik Hydro-Quebeq yang terdampak badai pada 13 Maret 1989 mengalami kerusakan peralatan dengan total kerugian senilai AS$6,5 juta, sementara pada Halloween Event sekitar 50.000 pelanggan kehilangan aliran listrik selama lebih dari satu jam (Oughton dkk., 2017). 

Wahana antariksa pertama yang terdampak cuaca antariksa adalah Telstar I, yang diluncurkan pada bulan Juli 1963. Studi terhadap 300 satelit dan 2.593 anomali yang terjadi pada rentang waktu 1960 – 1984, di antaranya 213 anomali berakhir pada kegagalan dan tidak dapat diperbaiki (Schrijver dkk., 2015). Hal ini menjadi catatan pentingnya kajian cuaca antariksa, mengingat eksplorasi ruang angkasa yang akan terus berkembang juga pemanfaatannya, baik dalam bidang komunikasi komersial, navigasi, pertahanan militer, maupun bidang lain. 

Hingga detik ini kajian cuaca antariksa masih terus dilakukan dan semakin menarik perhatian para pakar. Hal ini disebabkan pemanfaatan ruang angkasa yang sangat besar untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan teknologi umat manusia di permukaan Bumi, meskipun kendala yang dihadapi tidak mudah. Kendala ini terletak pada bagaimana proses perambatan energi Matahari (utamanya materi) sampai ke permukaan Bumi. Saat ini data yang bisa diperoleh adalah fenomena-fenomena yang terjadi dipermukaan Matahari dan manifestasinya yang sudah berada pada titik L1. Sementara kita tahu, jarak Matahari-Bumi adalah 150 juta km.

Referensi

Exit mobile version