Salah satu ciri utama makhluk hidup ditandai dengan adanya respon terhadap lingkungan luar. Tahukah kamu jika tubuh makhluk hidup, termasuk tubuh kita tidaklah bersifat statis? Setiap organisme memiliki sistem sensor yang berperan dalam merespon setiap perubahan yang terjadi, baik itu berasal dari luar tubuh makhluk hidup sendiri maupun dari luar [1].
Tanpa adanya ‘alat pembaca’ ini, aktivitas-aktivitas penting, seperti mencerna makanan, menghindari bahaya, berpindah tempat, dan berinteraksi dengan organisme lain dapat dibilang mustahil. Pada manusia, alat pembaca ini berupa sistem sensorik yang terdiri atas berbagai macam jenis reseptor yang berperan dalam menangkap stimulus (rangsangan) yang beragam pula [2].
Alat indra yang kita miliki merupakan bagian dari sistem saraf. Mereka berperan dalam menerima stimulus baik berupa tekanan, suara, cahaya, dan bau dari luar tubuh. Untuk mengetahui lebih lanjut, bagaimana tubuh kita memproses adanya rangsangan sampai terjadinya aksi terhadap rangsangan tersebut, Sobat Sains bisa melihatnya di artikel ini ya 🙂
Nah kali ini, kita akan membahas salah satu indera yang berfungsi sebagai alat pendengar, yaitu telinga. Ternyata, telinga kita ini memiliki fungsi tidak hanya sebagai alat komunikasi saja, tetapi juga berperan dalam mendeteksi bahaya dan menjaga keseimbangan tubuh [3]. Sebelum mengetahui bagaimana proses mendengar terjadi, yuk kita pelajari terlebih dahulu bagaimana anatomi telinga kita.
Telinga adalah mekanoreseptor, kategori reseptor yang mampu mengubah tekanan dan suara menjadi impuls ke sistem saraf pusat [3]. Telinga manusia terdiri dari 3 bagian utama, yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Ketiga bagian telinga ini memiliki struktur dan fungsi yang berbeda[4].
Proses kita mendengar merupakan proses yang sangat kompleks. Awalnya, suara akan ditangkap oleh daun telinga, kemudian gelombang suara dalam kanal auditori diteruskan sampai membran timpani dan menggetarkan membran ini [3].
Oleh membran timpani, gelombang suara diubah menjadi getaran mekanik dan diteruskan ke tiga tulang pendengaran. Pada tiga tulang pendengaran terdapat aktivitas penurunan amplitudo getaran suara dan peningkatan daya getaran suara. Getaran kemudian diteruskan oleh tiga tulang pendengaran (maleus-inkus-stapes) ke kanal semisirkular [3].
Kanal semisirkular berfungsi meneruskan getaran ke koklea. Dalam koklea, getaran suara akan diproses oleh sel-sel mekanoreseptor yang dikenal sebagai sel rambut. Gelombang suara yang sampai akan menggetarkan membran basilar dan menyebabkan sel rambut bergerak. Dengan demikian, adanya pergerakan tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan potensial membran dan depolarisasi. Selama mengalami depolarisasi, membran sel sensorik dimasuki oleh ion positif, yang kemudian memicu potensial aksi [3], [6].
Perubahan potensial aksi membran ini membantu pelepasan impuls neurotransmiter yang kemudian diteruskan dan diproses oleh sistem saraf dan sistem saraf pusat [3]. Namun, tidak semua stimulus direspon oleh sistem saraf pusat. Setiap reseptor memiliki nilai ambang batas stimulus tertentu. Stimulus yang mencapai ambang batas dikenal dengan stimulus adekuat [5]. Setelah mencapai potensial stimulus adekuat, impuls akan diterima oleh sistem saraf pusat. Dalam hal ini, otak dalam sistem saraf pusat bertugas memberi persepsi dari stimulus yang diterima dan kemudian menginterpretasikan stimulus sebagai bunyi [3].
Koordinasi antara telinga dan otak berlangsung sangat cepat. Menurut penelitian, otak hanya memerlukan waktu dalam kisaran milisekon untuk mengenali suara dan menerjemahkannya ke dalam bahasa [5]. Telinga manusia yang sehat dapat mengenali suara dalam kisaran 20-20.000 Hz [3]. Kisaran pendengaran antar hewan mamalia berbeda-beda. Menurut ilmuwan, perbedaan kisaran pendengaran mamalia dipengaruhi oleh ukuran tubuh dan niche mamalia di ekosistemnya[7].
Referensi:
[1].Webster M. A. (2012). Evolving concepts of sensory adaptation. F1000 biology reports, 4, 21. https://doi.org/10.3410/B4-21
[2]. J.Feher. 2012. Quantitative Human Physiology: An Introduction. Elsevier. P.321
[2]. N.A. Campbell,. et al., 2010. Biologi. Pearson Erlangga. P.262-267.
[3]. A.L. Kierszenbaum and L. Tres. 2011. Histology and Cell Biology: An Introduction to Pathology. Elsevier health sciences. P.9
[4]. https://www.sciencedaily.com/releases/2018/11/181129142352.htm
[5].P. Brodal. The Central Nervous System. Oxford University Press. P.162
[6]. https://courses.lumenlearning.com/wm-biology2/chapter/action-potential/
[7]. W.L. Whitlow Au, A.N. Popper, R.F. Richard. 2012. Hearing by Whales and Dolphin. Springer Science and Business Media. p.55
dan dapatkan konten-konten menarik tentang sains dan teknologi langsung di inbox email kamu