Site icon SainsPop

Apa fungsi menguap dan kenapa bisa menular?

menguap

Hai sobat sains! Kalau ngantuk atau bosan dengerin kuliah via Zoom, kalian pasti menguap kan? Kok bisa ya?

Fungsi menguap 

Biasanya kita menguap ketika mengantuk atau merasa bosan. Selain manusia, ternyata hewan-hewan vertebrata seperti kera, domba, tikus, gajah dan hewan lainnya juga suka menguap [1]

Ada yang bilang kalau menguap berfungsi untuk meningkatkan asupan oksigen ke dalam darah. Tapi, argumen ini tidak ada landasan ilmiahnya. Buktinya, sebuah penelitian menunjukan bahwa proses bernafas dengan meningkatkan kandungan oksigen maupun meningkatkan kadar karbondioksida dalam darah tidak mempengaruhi aktivitas menguap [2]

Menurut hasil penelitian baru-baru ini, diketahui jika menguap berfungsi untuk mendinginkan otak [3]. Kok bisa ya? Ide dasar dari kesimpulan ini adalah sebagai berikut. Ketika kita menguap, peregangan kuat pada rahang meningkatkan aliran darah pada leher, wajah, dan kepala. Kemudian, tarikan nafas yang dalam memaksa terjadinya  aliran darah keluar dari otak dan aliran cairan tulang belakang dari atas ke bawah. Nah, aliran udara dingin yang masuk melalui mulut ini dapat mendinginkan cairan-cairan tadi. Jadi, proses menguap ini berperan sebagai radiator untuk mengeluarkan darah hangat/panas dari otak dan menggantinya dengan darah dingin dari paru-paru dan ekstremitas (anggota gerak) sehingga dapat mendinginkan permukaan otak [3].  

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti berhipotesis bahwa kita akan lebih sering menguap ketika udara luar lebih dingin dan lebih jarang jika udara di sekitar lebih hangat. 

Untuk membuktikan hipotesis ini, para peneliti melakukan percobaan pada musim dingin dan ketika musim panas [4]. Mereka mengamati orang-orang yang diperlihatkan gambar orang sedang  menguap. Hasilnya, pada musim dingin, 45 % orang ikut menguap ketika melihat gambar tersebut. Tapi, pada musim panas, hanya 24 % orang yang menguap. Selain itu, orang akan lebih banyak menguap ketika mereka berada di luar pada musim dingin dan akan menguap lebih jarang ketika di luar sedang musim panas.

Teori ini juga diperkuat dengan hasil percobaan pada tikus yang menunjukkan bahwa aktivitas menguap diawali dengan adanya peningkatan temperatur otak [5]. Setelah menguap, temperatur otak tikus pun mengalami penurunan. Tentu saja, masih banyak penelitian yang perlu dilakukan untuk mengetahui manfaat lebih lanjut dari menguap. 

Kenapa menguap menular?

Nah kalau kamu melihat temanmu yang sedang menguap, ada keinginan untuk nguap juga tidak? Coba lihat gambar ini selama beberapa saat!

Ada keinginan untuk menguap tidak? Atau mungkin kamu sudah menguap? Kok bisa ya?

Sama seperti melihat gambar orang menguap, melihat orang menguap pun dapat membuatmu menguap juga. Menurut sebuah hipotesis, menguap menular terjadi karena adanya transfer emosi yang  mencerminkan empati dan bonding antar sesama individu; ada juga yang menyebutnya sebagai cara komunikasi sosial [6], [7]. Menariknya, kecepatan penularan ini lebih cepat terjadi pada individu yang memiliki ikatan emosi lebih kuat dibandingkan dengan yang memiliki ikatan emosi lemah [8], [9]. Selain pada manusia, hal yang sama juga terjadi pada simpanse dan bonobo [10], [11]. Menurut hasil riset, kecepatan menguap menular meningkat dengan semakin dewasanya seseorang dan kemudian menurun lagi pada usia lanjut [6]

Selain hipotesis diatas, peneliti lain berpendapat jika fenomena menguap menular terjadi lebih karena adanya kepekaan persepsi (kepekaan panca indera dalam memproses sesuatu) dibandingkan kepekaan emosi [12]. Ini merupakan suatu fenomena gema (echo phenomenon), suatu fenomena dimana adanya kecenderungan suatu individu/organisme untuk meniru perilaku individu/organisme lainnya. 

Belum diketahui dengan pasti hipotesis mana yang lebih mendekati kebenaran. Hasil  riset terbaru menunjukan jika hipotesis kepekaan emosi lebih berperan pada penularan menguap [6]. Walaupun demikian, masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan lebih jauh mana yang benar.

Oya, tahu gak kalo hewan-hewan juga butuh tidur? Baca di sini ya untuk tahu lebih banyak lagi!

 

Referensi:

[1] E. van Berlo, A. P. Díaz-Loyo, O. E. Juárez-Mora, M. E. Kret, and J. J. M. Massen, “Experimental evidence for yawn contagion in orangutans ( Pongo pygmaeus ),” Sci. Rep., vol. 10, no. 1, Art. no. 1, Dec. 2020, doi: 10.1038/s41598-020-79160-x.

[2] R. R. Provine, H. B. Hamernik, and B. C. Curchack, “Yawning: Relation to Sleeping and Stretching in Humans,” Ethology, vol. 76, no. 2, pp. 152–160, 1987, doi: https://doi.org/10.1111/j.1439-0310.1987.tb00680.x.

[3] A. C. Gallup and O. T. Eldakar, “The thermoregulatory theory of yawning: what we know from over 5 years of research,” Front. Neurosci., vol. 6, 2013, doi: 10.3389/fnins.2012.00188.

[4] A. C. Gallup and O. T. Eldakar, “Contagious Yawning and Seasonal Climate Variation,” Front. Evol. Neurosci., vol. 3, Sep. 2011, doi: 10.3389/fnevo.2011.00003.

[5] M. L. Shoup-Knox, A. C. Gallup, G. G. Gallup, and E. C. McNay, “Yawning and stretching predict brain temperature changes in rats: support for the thermoregulatory hypothesis,” Front. Evol. Neurosci., vol. 2, p. 108, 2010, doi: 10.3389/fnevo.2010.00108.

[6] I. Norscia, A. Zanoli, M. Gamba, and E. Palagi, “Auditory Contagious Yawning Is Highest Between Friends and Family Members: Support to the Emotional Bias Hypothesis,” Front. Psychol., vol. 11, 2020, doi: 10.3389/fpsyg.2020.00442.

[7] B. K. Rundle, V. R. Vaughn, and M. S. Stanford, “Contagious yawning and psychopathy,” Personal. Individ. Differ., vol. 86, pp. 33–37, Nov. 2015, doi: 10.1016/j.paid.2015.05.025.

[8] S. D. Preston and F. B. M. de Waal, “Empathy: Its ultimate and proximate bases,” Behav. Brain Sci., vol. 25, no. 1, pp. 1–20, Feb. 2002, doi: 10.1017/S0140525X02000018.

[9] I. Norscia and E. Palagi, “Yawn Contagion and Empathy in Homo sapiens,” PLOS ONE, vol. 6, no. 12, p. e28472, Dec. 2011, doi: 10.1371/journal.pone.0028472.

[10] M. W. Campbell and F. B. M. de Waal, “Ingroup-Outgroup Bias in Contagious Yawning by Chimpanzees Supports Link to Empathy,” PLOS ONE, vol. 6, no. 4, p. e18283, Apr. 2011, doi: 10.1371/journal.pone.0018283.

[11] E. Demuru and E. Palagi, “In Bonobos Yawn Contagion Is Higher among Kin and Friends,” PLOS ONE, vol. 7, no. 11, p. e49613, Nov. 2012, doi: 10.1371/journal.pone.0049613.

[12] J. J. M. Massen and A. C. Gallup, “Why contagious yawning does not (yet) equate to empathy,” Neurosci. Biobehav. Rev., vol. 80, pp. 573–585, Sep. 2017, doi: 10.1016/j.neubiorev.2017.07.006.

Exit mobile version