Hei, Sobat Sains, siapa yang tidak tahu berita di atas? Baru-baru ini media cukup heboh dengan gejala ruam kulit yang dialami oleh Dewi Perssik yang ternyata positif COVID-19 [1]. Tampaknya seram karena kulit menjadi kemerahan seperti pada gambar. Gejala seperti itu wajar gak ya terjadi pada penderita COVID-19? Berbahaya gak ya?
Sejak dikenali pertama kali pada 31 Desember 2019 di Wuhan [2], COVID-19 tampil dengan banyak wajah. Bagaimana tidak? Penyakit yang awalnya diyakini menyerang sistem pernafasan, saat ini diketahui dapat memengaruhi hampir setiap bagian dari tubuh. Daftar gejala yang dapat dialami oleh seseorang yang terjangkit COVID-19 pun semakin panjang, dari gejala flu (seperti demam, batuk, pilek, hidung tersumbat, lemas, nyeri otot), gejala pencernaan (mual, muntah, diare), gejala penginderaan (hilang indera penciuman, perasa, kekurangan oksigen tanpa disadari), hingga gejala kulit seperti yang akan dibahas di artikel ini [3]..
Terkait dengan ruam kulit pada penderita COVID-19, rupanya ini bukan gejala yang baru saja ditemui. Pada 26 Maret 2020, Recalcati [4] melaporkan untuk pertama kalinya kelainan kulit yang dijumpai pada 18 kasus COVID-19 di Italia. Saat itu, ada 3 bentuk kelainan kulit yang ditemui, yaitu berupa ruam kemerahan mirip campak (erythematous/maculopapular rash), biduran luas (urtikaria) seperti yang dialami oleh artis pada berita di atas, dan lenting-lenting mirip cacar air (chickenpox-like vesicle). Semakin lama, bentuk kelainan kulit yang dapat ditemui semakin banyak. Saat ini, ada 6 kelompok utama kelainan kulit yang berhubungan dengan COVID-19 [2,5-7]. Meskipun demikian, ternyata kelainan kulit seperti itu juga dapat ditemui pada banyak kasus lain selain COVID-19, seperti alergi, infeksi dari beberapa jenis virus lain, dan reaksi obat [6,7].
Di berita disebutkan bahwa ruam kulit yang diduga akibat COVID-19 terjadi pada 20% orang yang terkonfirmasi positif COVID-19 [1]. Itu berarti 1 dari 5 orang yang terjangkit COVID-19 akan mengalami ruam kulit. Kenyataannya tidak begitu. Angka 20% tersebut diambil dari studi kasus pada 88 pasien COVID-19 yang dilakukan oleh Recalcati di Italia [4]. Dalam studi tersebut memang diperoleh 18 pasien COVID-19 mengalami ruam kulit. Namun data tersebut tidak bisa digeneralisasi karena jumlahnya serta karakteristik pasien dalam penelitian tidak menggambarkan populasi secara umum. Hasil kajian dan penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa kelainan kulit yang berhubungan dengan COVID-19 terjadi hanya pada 1% pasien COVID-19 [8], yang berarti 1 di antara 100 orang penderita saja. Artinya, kelainan ini sebenarnya cukup jarang ditemui.
Secara umum, munculnya gejala kulit pada penderita COVID-19 masih terbilang misteri. Belum ada penelitian yang membuktikan mekanisme pasti bagaimana gejala kulit tersebut terjadi. Selain itu, apakah gejala kulit yang muncul memang benar disebabkan oleh virus corona atau bukan juga belum dapat dipastikan.
Pernahkah Sobat Sains mengalami demam atau batuk pilek disertai munculnya ruam-ruam di kulit? Ternyata itu adalah salah satu gambaran dari kondisi yang bernama viral exanthem. Dulu, ketika vaksinasi belum dilakukan secara luas, orang yang terinfeksi virus (terutama anak-anak) seringkali mengalami ruam kulit berupa bintik-bintik merah dengan dasar kulit yang juga berwarna merah seperti pada gambar berikut (Gambar 1). Ruam tersebut bisa disertai rasa gatal maupun tidak. Selain itu, ruam juga biasa muncul pada badan dan anggota gerak, walaupun bisa juga pada wajah dan bagian tubuh lainnya. Terkadang juga disertai dengan sariawan. Pada kondisi yang lebih serius, ruam bisa disertai dengan rasa nyeri. Ruam bisa muncul sebelum ada gejala infeksi lain, atau muncul seiring dengan perjalanan penyakit. Tidak langsung disebabkan oleh virus yang menginfeksi, ruam justru muncul karena reaksi hipersensitivitas tubuh terhadap virus. Reaksi hipersensitivitas itu terjadi akibat reaksi berlebihan sistem pertahanan tubuh ketika kuman menyerang tubuh kita, mirip seperti reaksi yang timbul pada alergi [9].
Yang terjadi pada ruam COVID-19 kurang lebih diduga mirip seperti yang terjadi pada viral exanthem. Apalagi virus corona ini, atau yang secara ilmiah dikenal dengan nama SARS-CoV-2, relatif baru sementara kejadian viral exanthem sendiri lebih sering terjadi seiring dengan munculnya virus baru.
Meskipun demikian, penjelasan ini belum memuaskan ilmuwan mengenai bagaimana ruam pada penderita COVID-19 terjadi. Setidaknya, penjelasan ini bisa menjelaskan gejala yang diderita pasien. Oleh karenanya, berbagai kajian dan penelitian lanjutan terus dilakukan.
Saat ini, ada beberapa dugaan terkait bagaimana ruam dapat muncul pada COVID-19. Dugaan yang paling umum adalah berkaitan dengan kelainan pembuluh darah. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Gianotti dkk yang menemukan adanya partikel virus pada pembuluh darah kulit [10]. Virus corona ini masuk ke sel-sel tubuh kita melalui pintu (protein reseptor) yang bernama ACE-2 untuk kemudian berkembang biak dan pada akhirnya menghancurkannya. Seperti diketahui, protein ACE-2 banyak tersedia di berbagai organ tubuh seperti paru-paru, jantung, ginjal, saluran cerna, bahkan pembuluh darah. Kita juga tahu bahwa di bawah permukaan kulit banyak pembuluh darah yang memasok oksigen dan nutrisi untuk memelihara kesehatan kulit. Nah kalau pembuluh darah rusak akibat virus corona, dapat terjadi radang dan muncul sumbatan-sumbatan kecil sehingga pasokan nutrisi dan oksigen menjadi berkurang. Akibatnya, sel-sel kulit ikut rusak, membentuk bintik-bintik, lenting-lenting, bahkan lepuh. Peradangan yang terjadi menyebabkan pembuluh darah melebar dan membuat kulit menjadi berwarna kemerahan. Selain itu, dinding pembuluh darah yang juga ikut rusak disertai dengan sumbatan yang terbentuk menyebabkan cairan dari dalam pembuluh darah bisa rembes ke jaringan kulit dan membentuk bentol hingga menyebabkan bengkak. Sel-sel darah merah juga bisa ikut keluar dari pembuluh darah dan menyebabkan bintik-bintik perdarahan seperti yang biasa dijumpai pada penderita demam berdarah, apalagi kalau disertai dengan kadar platelet yang rendah [6].
Kalau kelainan kulitnya sendiri sih tidak bahaya, tetapi proses yang mendasarinya bisa jadi berbahaya. Misalnya nih, kelainan pembuluh darah yang mendasari bisa bahaya kalau sudah menimbulkan bintik-bintik perdarahan atau kebiruan bahkan kehitaman pada ujung-ujung jari. Kenapa? Karena hal tersebut bisa menandakan kerusakan yang sama juga terjadi pada pembuluh darah di organ-organ vital seperti otak, jantung, dan ginjal. Selain itu, faktor-faktor lain seperti riwayat kelainan kulit sebelumnya dan reaksi obat juga perlu dipertimbangkan. COVID-19 rupa-rupanya juga bisa memicu kambuhnya kelainan kulit yang pernah diderita sebelumnya. Jika menemukan kelainan kulit, juga perlu dipastikan dulu apakah ada hal-hal penyebab lain, seperti obat-obatan yang dikonsumsi, sebelum menuduh si virus corona lah penyebabnya.
Adanya ruam kulit yang tidak jelas penyebabnya di saat pandemi seperti ini adalah tanda agar kamu segera memeriksakan diri. Walaupun pada sebagian besar kasus (61%), kelainan kulit ini muncul bersamaan dengan gejala-gejala COVID-19 lainnya [2], data menunjukkan bahwa ruam kulit juga bisa menjadi salah satu gejala yang muncul di awal sebelum ada gejala-gejala lain [6]. Kamu tidak boleh enggan untuk segera periksa swab PCR/antigen untuk memastikan. Jangan sampai kamu kecewa di akhir karena ternyata kamu sudah menularkan COVID-19 ke banyak orang dekat karena tidak mau memeriksakan diri.
[1] Kompas.com. 25 Desember 2020. Sempat Positif Covid-19, Dewi Perssik Alami Kemerahan pada Kulit [diakses pada 25 Desember 2020 melalui https://www.kompas.com/hype/read/2020/12/25/125956966/sempat-positif-covid-19-dewi-perssik-alami-kemerahan-pada-kulit].
[2] Rahimi H, Tehranchinia Z. A comprehensive review of cutaneous manifestations associated with COVID-19. BioMed research international. 2020 Jul 5;2020.
[3] Macera M, De Angelis G, Sagnelli C, Coppola N, COVID V. Clinical presentation of COVID-19: case series and review of the literature. International Journal of Environmental Research and Public Health. 2020 Jan;17(14):5062.
[4] Recalcati S. Cutaneous manifestations in COVID‐19: a first perspective. Journal of the European Academy of Dermatology and Venereology. 2020 Mar 26.
[5] Genovese G, Moltrasio C, Berti E, Marzano AV. Skin manifestations associated with COVID-19: current knowledge and future perspectives. Dermatology. 2020 Nov 24:1-2.
[6] Garduño-Soto M, Choreño-Parra JA, Cazarin-Barrientos J. Dermatological aspects of SARS-CoV-2 infection: mechanisms and manifestations. Archives of dermatological research. 2020 Nov 6:1-2.
[7] Galván Casas C, Catala AC, Carretero Hernández G, Rodríguez‐Jiménez P, Fernández‐Nieto D, Rodríguez‐Villa Lario A, Navarro Fernández I, Ruiz‐Villaverde R, Falkenhain‐López D, Llamas Velasco M, García‐Gavín J. Classification of the cutaneous manifestations of COVID‐19: a rapid prospective nationwide consensus study in Spain with 375 cases. British Journal of Dermatology. 2020 Jul;183(1):71-7.
[8] Sameni F, Hajikhani B, Yaslianifard S, Goudarzi M, Owlia P, Nasiri MJ, Shokouhi S, Bakhtiyari M, Dadashi M. COVID-19 and Skin Manifestations: An Overview of Case Reports/Case Series and Meta-Analysis of Prevalence Studies. Frontiers in medicine. 2020;7.
[9] Keighley CL, Saunderson RB, Kok J, Dwyer DE. Viral exanthems. Current opinion in infectious diseases. 2015 Apr 1;28(2):139-50.
[10] Gianotti R, Zerbi P, Dodiuk-Gad RP. Clinical and histopathological study of skin dermatoses in patients affected by COVID-19 infection in the Northern part of Italy. Journal of Dermatological Science. 2020 Apr 30.
dan dapatkan konten-konten menarik tentang sains dan teknologi langsung di inbox email kamu