Mengidentifikasi korban kecelakaan pesawat seperti Sriwijaya Air [1] tentu cukup sulit karena kondisi jenazah kerap tidak utuh. Metode identifikasi jenazah korban kecelakaan dapat dibantu dengan menggunakan tes DNA forensik.
DNA (Deoxyribonucleic Acid) adalah molekul panjang seperti benang yang ada di dalam sel dan menyimpan informasi biologis sel/makhluk hidup tersebut. Ibaratnya, DNA itu seperti buku manual untuk membuat makhluk hidup tertentu. Oleh karenanya, ketika berkembang biak, maka DNA makhluk hidup tersebut akan ikut diturunkan ke anak-anaknya.
Di dalam sel makhluk hidup, keseluruhan informasi genetiknya (total DNA) disebut genom. Di dalamnya terdapat daerah yang mengkode protein (urutan DNA-nya disebut gen) dan ada juga yang tidak mengkode protein (non-coding DNA, kadang disebut junk DNA walaupun kurang tepat). Pada makhluk hidup tingkat tinggi, seperti manusia, DNA ini berpilin dan melilit pada protein histon membentuk struktur kompak yang disebut kromosom (Gambar 1).
Kromosom biasanya memiliki bagian yang mengandung urutan DNA pendek (sekitar 2-5 pasang basa nukleotida) yang dapat dijadikan penanda (marker). Contoh urutan DNA pendek yaitu: GATA, GACA. Biasanya urutan DNA marker ini berulang berkali-kali membentuk pola khas dengan jumlah perulangan berbeda pada tiap orang. Pola-pola khas ini, disebut sebagai short-tandem repeat (STR). Contohnya urutan DNA “GATAGATAGATAGATA” adalah pengulangan empat kali dari urutan DNA “GATA”.
Pada kromosom, tiap orang dapat memiliki dua kopi (alel) marker, satu diturunkan dari ibunya dan satu lagi dari bapaknya. Oleh karena itulah, genom suatu makhluk hidup akan memiliki kemiripan yang lebih besar dengan orang tua, kerabat, dan anaknya sendiri daripada dengan orang lain. Contohnya dapat dilihat pada Gambar 2. Pada contoh ini, Andi memiliki marker STR sebanyak 5 kali pengulangan dari ibu dan 10 kali pengulangan dari ayah. Sedangkan Anton memiliki marker STR tertentu sebanyak 15 pengulangan dari Ibu dan 7 pengulangan dari ayah.
Karena tiap orang memiliki pola khas, STR dapat dipakai oleh ahli forensik untuk melakukan investigasi kriminal maupun mencari kecocokan kekerabatan pada korban. Ibaratnya, profil DNA ini adalah sidik jari, tapi dalam bentuk DNA dan berada di dalam sel. Oleh karenanya, selain berbeda pada tiap orang, “sidik jari” juga tidak bisa diubah dan direkayasa. Oleh karena itu, pada peristiwa kecelakan pesawat Sriwijaya Air kemarin, ketika tim SAR menemukan tubuh korban yang tidak teridentifikasi, tes DNA dapat digunakan untuk mencocokkan urutan DNA korban dengan keluarga korban potensial.
Jika ingin tahu lebih banyak lagi tentang DNA, sobat sains bisa baca artikel ini, ini, ini, dan ini.
Metode tes DNA menjadi pilihan utama yang biasa digunakan karena, selain keakuratannya, cara ini membutuhkan jumlah sampel yang sangat sedikit dan dapat diambil dari bagian tubuh manapun; bahkan ketika bagian tubuh tersebut sudah terdekomposisi [2]. Metode pengerjaannya juga mudah dan analisisnya sudah terstandarisasi serta teroptimasi. Pada kasus kecelakaan pesawat terbang, metode ini juga telah digunakan untuk mengidentifikasi korban kecelakaan pesawat Malaysia Airlines (MH17) pada tahun 2014 lalu [2].
Sampel yang digunakan untuk menentukan profil DNA dapat berupa darah, cairan semen, air liur, urin, feses, rambut, gigi, tulang, organ tubuh dan juga sel tubuh [2]. Jenisnya biasanya tergantung kebutuhan dan ketersediaan.
Agar diperoleh hasil yang akurat, ada dua hal mengenai sampel yang harus diperhatikan. Pertama, sampel dari tubuh korban yang telah meninggal harus benar-benar tidak terkontaminasi oleh DNA pengotor (DNA yang bukan milik korban). Kedua, perlu sampel referensi sebagai pembanding, bisa dari tubuh korban sebelum meninggal (jika ada) atau dari keluarganya. Baik sampel dari korban sebelum meninggal maupun dari keluarga terdekatnya, semua harus juga bebas dari kontaminasi DNA pengotor [2].
Setelah sampel diperoleh, tim forensik kemudian mengisolasi DNA dari sel sampel dan menghitung jumlahnya. (Ingin tahu cara mudah mengisolasi DNA, cek link ini). Kemudian, mereka memperbanyak kandungan DNA yang telah diisolasi menggunakan PCR (Polymerase Chain Reaction), dan memisahkan DNA hasil perbanyakan tersebut menggunakan elektroforesis kapiler. Dengan menggunakan metode ini, fragmen DNA pendek akan bergerak lebih cepat dibandingkan dengan fragmen DNA panjang [3].
Setelah pemisahan DNA, proses selanjutnya adalah analisis dan interpretasi hasil. Prosesnya dapat dilakukan secara kuantitatif dan juga kualitatif dengan membandingkan DNA sampel dengan DNA referensi yang telah diketahui profilnya.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, kromosom biasanya memiliki bagian yang mengandung urutan DNA pendek (sekitar 2-5 pasang basa nukleotida) yang dapat dijadikan penanda (marker) yang berbeda pada tiap orang. Masing-masing orang memiliki dua kopi (untuk setiap markernya), satu diturunkan dari ibu dan satu dari ayahnya.
Di Amerika Serikat, FBI memiliki sistem database profil DNA yang terdiri dari kelompok STR pada tiap alel dalam lokus (posisi) tertentu pada kromosom. Database ini merupakan bagian dari CODIS (Combined DNA Index System). Awalnya, profil DNA yang dimasukan hanya mengandung 13 lokus STR. Kemudian, pada tahun 2017, terdapat penambahan profil DNA menjadi 20 lokus STR (Gambar 3) [4].
Untuk lebih jelas, mari kita ambil contoh satu lokus STR, yaitu lokus D7S280 yang berada pada kromosom 7 manusia (Gambar 3). Lokus ini memiliki urutan DNA seperti pada Gambar 4 yang memiliki 15 kali pengulangan urutan ”gata”. Biasanya, jumlah pengulangan pada lokus ini antara 5 sampai 16 pengulangan, tergantung orangnya.
Profil DNA yang kita lihat berdasarkan hasil elektroforesis kapiler dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 memperlihatkan profil DNA hasil elektroforesis yang menunjukkan pemisahan 5 marker STR [5]. Posisi puncak pada kromatogram menunjukkan jumlah pengulangan dari maker pada dua alel dalam kromosom. Contohnya untuk STR lokus D7S280, alel satu memiliki 11 pengulangan dari orang tua yang satu dan alel satunya lagi memiliki 13 pengulangan dari orang tua satunya lagi.
Telah terjadi pembunuhan di suatu tempat. Di TKP, polisi menemukan bercak darah yang diduga berasal dari pelaku. Hasil analisis lebih lanjut, polisi menemukan dua tersangka potensial yaitu Anton dan Budi. Kemudian tim forensik melakukan tes DNA pada bercak darah yang ada di TKP dan membandingkannya dengan profil DNA Anton dan Budi. Hasilnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Profil DNA pada contoh kasus pembunuhan.
Lokasi STR | Profil DNA pada sampel darah | Profil DNA Anton | Profil DNA Budi |
D3S1358 | 14, 17 | 17, 17 | 14, 17 |
vWA | 15, 16 | 18, 19 | 15, 16 |
FGA | 23, 27 | 21, 23 | 23, 27 |
D8S1179 | 12, 13 | 14, 15 | 12, 13 |
D21S11 | 28, 30 | 27, 30.2 | 28, 30 |
D18S51 | 12, 18 | 14, 18 | 12, 18 |
D5S818 | 13, 13 | 9, 12 | 13, 13 |
D13S317 | 12, 12 | 12, 12 | 12, 12 |
D7S820 | 10, 11 | 9, 10 | 10, 11 |
CSF1PO | 8, 11 | 11, 12 | 8, 11 |
TPOX | 7, 8 | 8, 8 | 7, 8 |
THO1 | 9.3, 9.3 | 6, 9.3 | 9.3, 9.3 |
D16S539 | 9, 13 | 11, 12 | 9, 13 |
Dari hasil analisis DNA pada tabel di atas, dapat kita lihat jika sampel darah yang ditemukan polisi di TKP memiliki kesamaan profil STR dengan profil DNA Budi. Sedangkan dengan Anton, profil DNA-nya berbeda jauh. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa Budi lah pelaku pembunuhan tersebut.
Hal yang sama juga dapat dilakukan pada kasus kecelakaan, seperti pada korban kecelakan pesawat Sriwijaya Air kemarin [1]. Caranya, sampel dari tubuh korban dianalisis profil DNAnya, kemudian dicocokan dengan profil DNA orang tua atau anak-anaknya dan dilihat kemiripannya.
Bagaimana, sekarang mengerti kah bagaimana tes DNA dilakukan? Jadi, tes DNA tidak hanya melulu digunakan untuk mencari siapakah orang tua Si Reyna dan Nindi dalam Sinetron Ikatan Cinta ya… ;p
[1] C. A. Putri, “Fakta-fakta Terkini Kecelakaan Pesawat Sriwijaya Air SJ-182,” news. https://www.cnbcindonesia.com/news/20210111093309-4-214920/fakta-fakta-terkini-kecelakaan-pesawat-sriwijaya-air-sj-182 (accessed Jan. 12, 2021).
[2] “DNA identification of human remains in Disaster Victim Identification (DVI): An efficient sampling method for muscle, bone, bone marrow and teeth,” Forensic Sci. Int., vol. 289, pp. 253–259, Aug. 2018, doi: 10.1016/j.forsciint.2018.05.044.
[3] “Thirty years of DNA forensics: How DNA has revolutionized criminal investigations,” Chemical & Engineering News. https://cen.acs.org/analytical-chemistry/Thirty-years-DNA-forensics-DNA/95/i37 (accessed Jan. 14, 2021).
[4] [email protected], “NIST Research Enables Enhanced DNA ‘Fingerprints,’” NIST, Dec. 15, 2016. https://www.nist.gov/news-events/news/2016/12/nist-research-enables-enhanced-dna-fingerprints (accessed Jan. 13, 2021).
[5] “Cellular Fingerprint Electropherogram,” NIST. https://www.nist.gov/image/cellularfingerprintjpg (accessed Jan. 14, 2021).
dan dapatkan konten-konten menarik tentang sains dan teknologi langsung di inbox email kamu