Setelah mengenal berbagai macam siklus, kali ini kita akan mempelajari terkait siklus fosfor. Siklus fosfor mungkin tidak terlalu umum dibicarakan, namun fosfor tetap berperan penting dalam kehidupan kita baik secara langsung maupun tidak langsung. Fosfor merupakan nutrien yang cukup terbatas untuk produktivitas biologi di lingkup terestrial/daratan. Keberadaan unsur Fosfor juga sangat terbatas di ekosistem. Hal ini disebabkan laju pelapukan tanah yang cukup lambat dan pelepasan fosfor oleh produktivitas ekosistem yang juga terbatas [1].
Fosfor memainkan peran penting untuk seluruh bentuk kehidupan termasuk penyusunan materi genetik seperti DNA dan RNA, transfer energi (ATP dan ADP), serta pembentukan struktur organ tertentu yang didukung oleh membran (fosfolipid). Pada organisme yang melakukan fotosintesis, fosfor dimanfaatkan sebagai nutrien esensial yang dapat membangun jaringan mereka dengan bantuan energi matahari [2]. Fosfor yang berada di batuan dasar, tanah, dan sedimen tidak dapat dimanfaatkan secara langsung oleh organisme. Fosfor yang belum bisa dimanfaatkan akan diubah menjadi bentuk ortofosfat terlarut yang bisa terasimilasi melalui proses geokimia dan biokimia pada siklus fosfor secara global. Aktivitas mikroorganisme di dalam tanah dan sedimen akan mempengaruhi konsentrasi dan bentuk kimia dari fosfor yang ada di dalamnya [2].
Siklus fosfor secara global atau keseluruhan terdiri dari beberapa tahap yang masing-masing tahapnya juga memiliki siklus. Siklus fosfor dimulai dari siklus fosfor di daratan, transpor fosfor dari sungai ke laut, dan siklus fosfor di lautan. Perlu kita ketahui bahwa kontribusi fosfor yang ada di alam saat ini adalah hasil campuran dari aktivitas manusia (tidak sepenuhnya terjadi secara alami). Fosfor pada awalnya berasal dari mineral apatit yang kemudian terlarut melalui proses pelapukan kimia dan fisika [1]. Bentuk fosfor yang biasa ditemukan di alam adalah ion fosfat. Ion fosfat dapat ditemukan di batuan sedimen, abu vulkanik, aerosol, dan debu mineral [3].
Pada siklus fosfor yang terjadi di daratan, kandungan fosfor yang ada di dalam tanah tidak hanya berlangsung secara alami, namun juga ada kontribusi dari aktivitas manusia seperti pemupukan. Pertukaran fosfor antara di biota dan di tanah berlangsung sangat cepat dibandingkan pertukaran fosfor yang hanya ada di dalam tanah. Kandungan fosfor yang ada di dalam tanah umumnya berasal dari pelapukan mineral apatit [1].
Fosfor yang ada di dalam tanah juga dihasilkan dari biji-bijian mineral yang melalui beberapa proses seperti penurunan kadar pH yang dihasilkan dari hal yang berhubungan dengan respirasi dan asam organik yang dilepaskan oleh akar tanaman. Penurunan kadar pH yang dihasilkan dari respirasi berlangsung di sekitar rambut akar yang melarutkan mineral yang mengandung fosfor (mineral apatit) dan melepaskan fosfor ke ruang pori akar. Pelepasan asam organik oleh akar pohon juga dapat melarutkan mineral apatit dan melepaskan fosfor ke pori-pori tanah [1].
Fosfor memiliki karakteristik yang sangat immobile atau tidak bisa bergerak dan laju difusi kelarutannya sangat lambat dari bentuk terlarutnya. Sehingga, fosfor akan sulit diserap oleh akar dan sampai ke permukaan tanah. Namun, fosfor yang berada di dalam tanah masih berupa bahan organik yang mana tidak dapat langsung digunakan oleh tumbuhan. Oleh karena itu, tumbuhan memiliki cara-cara tertentu untuk dapat memanfaatkan fosfor. Cara yang pertama adalah dengan enzim fosfatase, dimana enzim ini dapat melepaskan fosfor anorganik yang tersedia secara alami dari bahan organik. Umumnya enzim ini diekskresikan oleh tumbuhan, mikroorganisme yang ada di dalam tanah, dan simbiosis dengan fungi Mycorrhiza yang dapat menyelimuti akar-akar kecil pada tumbuhan dan membantu untuk mengekskresikan enzim fosfatase. Cara lainnya adalah dengan menggunakan asam organik untuk melepaskan fosfor dan menyediakan situs aktif supaya fosfor bisa terdifusi secara cepat dari pori-pori tanah ke permukaan akar [1].
Keberadaan fosfor yang ada di dalam tanah tersedia dalam berbagai bentuk dan perubahannya dapat terjadi secara cepat seiring dengan waktu dan perkembangan tanah. Bentuk yang ditemukan di dalam tanah dapat digolongkan menjadi refraktori (tidak tersedia secara hayati) dan labil (tersedia secara hayati). Bentuk refraktori antara lain mineral apatit dan fosfor terendap yang teradsorpsi menjadi besi atau magan oksihidroksida. Sedangkan untuk bentuk labil seperti ion fosfat terlarut (berada di pori-pori tanah) dan fosfor nonoccluded yang berada di permukaan tanah. Keberadaan fosfor di dalam tanah dapat berkurang atau hilang jika terjadi runoff yang membawa fosfor menuju sungai melalui air [1].
Fosfor yang dibawa dari daratan ke lautan umumnya dibawa oleh air sungai terlebih dahulu. Fosfor yang ada di sungai berasal dari pelapukan batuan di daratan dan tanah. Fosfor yang ada di sungai umumnya berasosiasi dengan materi partikulat karena fosfor bersifat reaktif terhadap partikel [2]. Keberadaan fosfor yang ada di sungai berada dalam dua bentuk yaitu partikulat dan terlarut. Sungai yang terus mengalir dan bermuara ke lautan, akan membawa fosfor yang berasal dari daratan serta dari sungai itu sendiri ke laut terbuka [1].
Fosfor yang mencapai ke lautan akan masuk ke dalam sistem ekosistem laut termasuk ke jaring-jaring makanan yang ada di dalamnya. Ketika masuk ke dalam lautan, fosfor dalam bentuk fosfat akan diambil oleh fitoplankton sebagai komponen penting untuk fotosistem dan sel-selnya. Fotosistem merupakan cara untuk memanfaatkan fosfat sebagai dasar pembentukan ATP dan ADP serta transfer energi. Pada tingkat sel, fosfor juga digunakan untuk membentuk dinding selnya yang terdiri dari fosfolipid [1]. Ketika fosfat tidak tersedia di lautan atau kadarnya terlalu sedikit, organisme yang ada di dalamnya akan memanfaatkan bentuk kompleksnya dan mengubahnya menjadi ortofosfat melalui reaksi enzimatik dan mikroorganisme [2].
Setelah mengetahui siklus fosfor di masing-masing tahapan, kita dapat memahami bahwa fosfor yang ada di alam saat ini tidak benar-benar berasal dari siklus secara alami namun juga terdapat kontribusi manusia di dalamnya. Aktivitas pertanian yang menggunakan pupuk dengan kandungan fosfor di dalamnya dapat menambah kadar fosfor di tanah hingga lautan. Namun, perlu diperhatikan bahwa kandungan fosfor yang berlebih di ekosistem perairan akan menyebabkan eutrofikasi.
Eutrofikasi merupakan fenomena dimana terjadi pertumbuhan alga yang sangat dramatis, sehingga cahaya dan oksigen akan sulit masuk menembus permukaan air. Hal ini dapat berbahaya bagi biota lain yang hidup di dalamnya karena akan kekurangan nutrisi dan mengalami hipoksia (kekurangan oksigen untuk bernafas). Dampaknya adalah akan terjadi kematian massal pada biota yang hidup di dalamnya. Oleh karena itu, keseimbangan fosfor di daratan dan perairan sangat penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem [3].
Referensi:
[1] Filipelli, G.M. 2009. Phosphorus cycle. https://doi.org/10.1007/978-1-4020-4411-3_186. 1–4.
[2] Ruttenberg, K.C. 2001. Phosphorus cycle. Encyclopedia of Ocean Science 2nd Ed. https://doi.org/10.1016/B978-012374473-9.00277-0. 401–4012.
[3] Khan Academy. 2020. The phosphorus cyle. https://www.khanacademy.org/science/biology/ecology/biogeochemical-cycles/a/the-phosphorous-cycle. Diakses pada Minggu, 9 Agustus 2020 pk. 20.00 WIB. 1 hlm.
dan dapatkan konten-konten menarik tentang sains dan teknologi langsung di inbox email kamu