Sebagai organisme pioner dalam sejarah evolusi kehidupan, bakteri telah lama berevolusi untuk mengembangkan adaptasi di lingkungan ekstrem. Extremophile, merupakan sebutan bagi bakteri yang mampu hidup dalam lingkungan ekstrim temperatur, ekstrim salinitas, ekstrim tekanan, dan ekstrim derajat keasaman [1]. Ketahanan bakteri untuk hidup di lingkungan tidak biasa ini, dipengaruhi oleh karakter unik enzim dalam sel bakteri [1].
Sejak abad 21, enzim bakteri extremophile telah diekstraksi oleh ilmuwan dan diaplikasikan dalam berbagai industri seperti kedokteran (enzim uji PCR), energi (biofuel) , dan pertambangan mineral (biomining) [2]. Diperkirakan pada abad ini , extremophile akan sangat berharga untuk teknologi rekayasa biologis. Bahkan, Forbes memprediksi bahwa di era Industri 5.0, manusia akan merekayasa bakteri sebagai ‘pabrik’ untuk produksi senyawa bernilai ekonomi tinggi [2].
Salah satu kelompok extremophile yang menarik adalah acidophilic. Kelompok bakteri acidophilic ditemukan hidup dalam lingkungan pH sangat rendah (pH 2-5) pada rentang temperatur 4-96 C yang miskin sumber oksigen. Acidophilic menghasilkan energi dari metabolisme oksidasi sulfur, sulfida, dan bijih-kaya sulfida [3]. Berkat kemampuan metabolisme senyawa sulfur dalam pH rendah, acidophilic diaplikasikan secara komersial untuk kegiatan pertambangan (biomining) [4].
Teknologi biomining dapat berlangsung berkat adanya proses bioleaching. Selama proses bioleaching, bakteri acidophilic ( Genus Thiobacillus dan Leptospirillum) melakukan pelarutan atau leaching. Bakteri akan mengubah logam sulfida tidak terlarut melalui metabolisme oksidasi menjadi logam sulfat larut air [5]. Proses bioleaching dapat dilakukan melalui 3 mekanisme, yaitu mekanisme langsung, mekanisme tidak langsung, dan mekanisme kooperatif [6,7,8].
Bioleaching secara langsung, terjadi dengan adanya kontak fisik antara sel bakteri dan permukaan mineral sulfida. Adanya kontak tersebut menstimulasi bakteri mengeluarkan EPS (Ekstraseluler Polimeric Substance) yang merupakan eksopolisakarida. Adanya sekresi EPS di permukaan sel bakteri ini, menyebabkan terjadinya rangkaian reaksi katalitik (reaksi oksidasi-reduksi) secara enzimatik. Proses metabolisme tersebut dilakukan secara bertahap. Pada proses dibawah ini sumber logam sulfida pyrite (FeS2) dioksidasi oleh bakteri menjadi besi sulfat terlarut Fe2(SO4)3 [5].
Pyrite + oksigen + air -> ferro sulfat + asam sulfat
Ferro sulfat + oxygen + asam sulfat -> ferric sulfat + air
Sedangkan, untuk bioleaching tidak langsung, tidak ada kontak fisik antar sel bakteri dan permukaan mineral. Bakteri memiliki fungsi katalitik untuk meningkatkan laju reoksidasi ion Fe2+. Tanpa adanya bakteri ini, proses tersebut akan terjadi sangat lambat [8].
Pada proses ini, sel bakteri mengeluarkan lixiviant (pengoksidasi kuat), yang akan mengoksidasi logam sulfida. Pada suasana asam, senyawa lixiviant tersebut merupakan ion Fe3+ (Ferric iron)yang dihasilkan melalui bio-oksidasi ion Fe2+. Kemudian, ion Fe3+ kontak dengan permukaan mineral untuk mengoksidasi mineral sulfida (FeS2) menghasilkan ion Fe2+. Ion Fe2+ yang dihasilkan akan dioksidasi kembali oleh bakteri menghasilkan ion Fe3+ sehingga siklus akan terus berlanjut. Proses pelarutan metal sulfida bisa digambarkan melalui persamaan berikut [5].
Logam sulfida + ferric sulfat -> logam sulfat + ferro sulfat + sulfur
Mekanisme kooperatif digunakan untuk menggambarkan interaksi antara bakteri yang menempel dengan permukaan mineral pada mekanisme langsung (attached bacteria) dengan bakteri bebas pada mekanisme tak langsung (planktonic bacteria). Pada mekanisme ini, bakteri yang menempel pada permukaan mineral mentransfer substrat pada bakteri bebas di sekitarnya sebagai sumber energi. Di sisi lain, bakteri bebas menyuplai oksidan (Fe3+) untuk meningkatkan efisiensi pelarutan mineral tersebut [7].
Sukses tidaknya proses bioleaching dipengaruhi oleh beberapa faktor; yaitu suplai inorganik tambahan ( amonium, fosfat, garam magnesium), suplai gas ( oksigen dan karbon dioksida), nilai pH, temperatur, substrat mineral tambang, jenis senyawa organik zat aditif proses bioleaching serta produk sampingan proses leaching (logam berat) .
Aktivitas bioleaching bakteri kemoautotrof telah diaplikasikan secara komersial dalam biomining. Bakteri kemoautotrof di dalam sistem biomining akan melakukan pelarutan/ bioleaching mineral lewat proses oksidasi untuk memperoleh energi [8]. Sistem biomining komersial telah menggunakan beberapa spesies bakteri seperti Acidithiobacillus ferrooxidans, Acidithiobacillus caldus, Leptospirillum ferrooxidans, Leptospirillum ferriphilum dan Ferroplasma [9].
Dalam memulai aplikasi biomining pada skala industri komersial, umumnya digunakan dua teknik, yaitu teknik proses tipe-irigasi dan proses tipe- tangki teraduk. Proses tipe-irigasi, seperti namanya, membangun irigasi yang dialirkan pada timbunan berisi substrat bijih. Dalam proses tersebut terdapat saluran dalam timbunan, yang mengalirkan air mengandung hasil oksidasi bijih oleh bakteri. Hasil perombakan kemudian bersama solvent ekstraksi (pelarut untuk proses ekstraksi) dialirkan kembali secara irigasi ke dalam timbunan bijih [10].
Sedangkan, untuk proses tipe-tangki teraduk menggunakan sistem bioreaktor. sistem bioreaktor dicirikan dengan adanya stirrer (batang pengaduk) dalam suatu tangki. Di dalam bioreaktor akan dialirkan nutrien, dan mineral. sirkulasi gas dijaga dengan adanya sparger (tabung berpori untuk menjaga keseimbangan gas) dalam bioreaktor. Proses tipe-tangki teraduk menjanjikan proses yang lebih cepat dan efisien namun biaya instalasi dan perawatan tangki jauh lebih mahal dari tipe-irigasi biasa [10].
Setelah hampir setengah abad penemuan proses bioleaching oleh bakteri, proses ekstraksi mineral secara biologis sukses diaplikasikan untuk menambang tembaga, kobalt, uranium, bijih emas dan bijih besi berkualitas rendah [5].
Biomining dinilai mampu menjadi alternatif penambangan konvensional, baik dalam kacamata pencemaran lingkungan dan prospek ekonomi. Alternatif biomining lebih ramah lingkungan, karena membutuhkan energi dalam jumlah lebih sedikit serta produk sampingan senyawa organik dan gas yang mudah dirombak [12]. Di masa depan, akan terjadi ketidakseimbangan antara permintaan dan suplai bahan tambang. Secara ekonomi, biomining akan lebih prospektif, rekayasa biologis pada kemampuan bioleaching bakteri, akan membantu industri tambang untuk mengolah bijih-bijih kompleks dan berkualitas rendah yang sulit diolah dengan teknologi tambang konvensional [11].
Referensi
[1]. Rampelotto P. H. (2013). Extremophiles and extreme environments. Life (Basel, Switzerland), 3(3), 482–485. https://doi.org/10.3390/life3030482
[3] https://www.sciencedirect.com/topics/immunology-and-microbiology/acidophiles
[4] Goebel B.M., Norris P.R., Burton N.P. (2000) Acidophiles in Biomining. In: Priest F.G., Goodfellow M. (eds) Applied Microbial Systematics. Springer, Dordrecht. https://doi.org/10.1007/978-94-011-4020-1_10
[5]. Klaus Bosecker, Bioleaching: metal solubilization by microorganisms, FEMS Microbiology Reviews, Volume 20, Issue 3-4, July 1997, Pages 591–604, https://doi.org/10.1111/j.1574-6976.1997.tb00340.x
[6] Richter, C., Kalka, H., Myers, E., Nicolai, J., & Märten, H. (2018). Constraints of bioleaching in in-situ recovery applications. Hydrometallurgy, 178, 209–214. doi:10.1016/j.hydromet.2018.04.008
[7] H. Tao, L. Dongwei, Presentation on mechanisms and applications of chalcopyrite and pyrite bioleaching in biohydrometallurgy – a presentation, Biotechnol. Rep. (2014), http://dx.doi.org/10.1016/j.btre.2014.09.003
[8] Gahan, C.S.2009.Possibilities to use Industrial Oxidic By-products as Neutralising Agent in Bioleaching and the Effect of Chloride on Biooxidation. Division of Extractive Metallurgy
Department of Chemical Engineering and Geosciences.Luleå University of Technology
[9]. Obi, Clifford & Ejovwokoghene, Ejukonemu & Innocent, Chiekie. (2018). Bio-mining: The Past, the Present and the Future. 4. 52-60.
[10].https://www.mining-international.org/blog/bacteria-and-biomining
[11] Gumulya et al. 2018. In a quest for engineering acidophiles for biomining applications: challenges and opportunities. Genes. 9(2) :116.doi: 10.3390/genes9020116
dan dapatkan konten-konten menarik tentang sains dan teknologi langsung di inbox email kamu