Site icon SainsPop

Hyperloop: Kendaraan Tercepat Selain Shinkansen

hyperloop

Kereta shinkansen (atau lebih spesifiknya Chuo Shinkansen) dari Jepang merupakan salah satu kendaraan darat tercepat yang menggunakan prinsip pengangkatan magnet (maglev atau Magnetic Levitation). Kereta cepat seperti shinkansen berakar dari teknologi yang diprakarsai oleh dua orang ilmuwan di laboratorium national Brookhaven, New York, Amerika Serikat.  Mereka adalah James Powell dan Gordon Danby. Atas inovasinya, mereka  menerima paten pertama desain kereta dengan levitasi secara magnetis pada akhir tahun 1960-an [1]

Ide ini muncul pada saat mereka melihat sebuah kemacetan lalu lintas. Mereka kemudian berpikiran untuk menemukan solusi terbaik tentang bagaimana cara mengarungi daratan selain menggunakan mobil dan kereta api model lama. Caranya adalah dengan menggunakan magnet superkonduktor untuk mengangkat (melevitasi) gerbong kereta. Magnet superkonduktor merupakan elektromagnet yang didinginkan pada temperatur ekstrim sehingga dapat meningkatkan daya medan magnet secara dramatis [2]. Kekuatan medan magnet tersebut dapat menghentikan gerbong kereta  di atas sebuah jalur beton berbentuk huruf U. Sama seperti magnet biasa, magnet tersebut menolak satu sama lain ketika sisi kutub yang sama saling berhadapan.

sumber: www.energy.gov : How maglev works

Medan magnet kereta tersebut berinteraksi dengan logam berbentuk lingkaran yang dipasangkan ke dalam dinding beton dari jalur maglev. Loop-loop-nya terbuat dari material konduktif, seperti alumunium, dan ketika medan magnet bergerak cepat, maka ia menciptakan arus listrik yang menghasilkan medan magnet lain. Kemudian,  ketika magnet didinginkan pada suhu kurang dari -267 0C, akan terbentuk medan magnet hingga sepuluh kali lebih kuat dari elektromagnet biasa sehingga bisa menghentikan  dan mendorong sebuah kereta.

Mulai dari tahun 1939, shinkansen awalnya disebut Proyek Dangan Ressha (kereta peluru) yang dapat melaju hingga 160 km/jam. Pada tahun 2013, shinkansen Tokaido dapat mencapai kecepatan 320 km/jam dan pada tahun 2027 mendatang kereta andalan bangsa Jepang ini diprediksi dapat melaju hingga 505 km/jam [3].

Yang lebih cepat dari shinkansen

Kecepatan kereta shinkansen yang sangat tinggi ini membuat kita terkagum-kagum terhadap kecanggihan teknologinya. Namun, ternyata masih ada yang tak kalah cepat dibandingkan alat transportasi buatan Jepang ini. Apaan ya? Ya, Hyperloop. 

Hyperloop adalah sistem transportasi bawah maupun atas permukaan tanah berkecepatan sangat tinggi untuk penumpang dan kargo yang diusulkan oleh salah seorang berpengaruh pada abad ini yakni Elon Musk, CEO Tesla dan SpaceX. Hyperloop terdiri dari tabung vakum (seperti pipa kosong) dan penumpang atau cargo pods (seperti ruang/kontainer berbentuk pil) bergerak pada kelajuan yang sangat tinggi [4]. Pod ditemukan tahun 2014 yang  menjadi awal dibangunnya Tesla dan SpaceX. Gagasan tersebut muncul dari keinginan untuk  mengembangkan sistem transportasi futuristik menggunakan kekuatan magnet agar dapat mengangkat banyak pod. Kelebihan lainnya yakni dapat menjelajahi tabung hampa udara pada kecepatan mencapai 1.223 km/jam. [5]

loop yang dilalui oleh pod (sumber : physicsworld.com)

Sebenarnya, pernah ada teknologi bernama kereta pneumatic (berisi udara) yang cukup sederhana dan mirip dengan Hyperloop ini. Namun proyek tersebut hanya berjalan dalam waktu singkat dan kemudian berhenti. Diketahui saat musim semi tahun 1864, orang-orang ingin menjelajahi bagian timur Taman Crystal Palace di London dengan membeli tiket 6 sixpence (setara 6 sen dolar) – namun saat itu belum ada ketersediaan rel kereta api. Kemudian insinyur bernama Thomas Webster Rammell mendesain rel kereta berisi udara terdiri dari sebuah pengangkutan yang dipasang tepat di dalam terowongan. Ketika kipas besar dihidupkan, angkutan tersebut terhisap dari salah satu ujung terowongan menuju terowongan lainnya. Kecepatan rata-rata kereta tersebut sekitar 40 km/jam; artinya, penumpang harus menunggu kurang dari satu menit untuk menempuh perjalanan sejauh 550 meter – sama dengan setengah cepatnya seekor kuda pada lomba pacu. Namun, kereta ruang udara Rammell ini hanyalah sebuah prototipe untuk percobaan, dan hanya berjalan sekitar dua bulanan. [6]

Pneumatic railway designed by Thomas Webster Rammell [7]

Sebelum Hyperloop dikembangkan, konsep pertama dituangkan dalam bentuk tulisan di sebuah jurnal [8] pada tahun 2013, berjudul : Hyperloop Alpha. Namun, tulisannya menuai banyak kritikan, mulai dari bunyi keras yang dihasilkannya, idenya tidak berguna, tidak aman, serta berbagai alasan politik dan ekonomi lainnya. Hal ini menyebabkan teknologi ini tidak dapat direalisasikan. Namun, dalam kurun waktu empat tahun sejak tulisan Musk dipublikasikan, sekurangnya ada tiga startup besar diciptakan. Pada akhirnya, puluhan akademisi dan industri profesional pun setuju dengan produknya. 

Walaupun demikian, implementasi teknologi ini tidak semulus yang dibayangkan. Permasalahan teknis ataupun kesulitan menemukan material yang tepat sangat menghambat pengembangannya. Salah satunya adalah mengenai pemanfaatan suspensi elektromagnet yang sulit diterapkan pada tabung vakum sempurna (tanpa satupun partikel); terutama untuk ribuan pod yang keluar masuk  terowongan setiap harinya. Terlebih lagi, tabung aluminium bisa mengalami keretakan atau kebocoran sehingga menyebabkan keluarnya udara dari sistem. Jika terjadi kebocoran, dapat berakibat pada rusaknya tabung hingga ratusan kilometer sehingga seluruh sistem berhenti bekerja. 

Masalah teknis lainnya berpusat pada pergerakan pod yang berjalan melewati tabung udara. Musk berpandangan jika dinding-dinding tabung dan pod saling berdekatan, kapsul akan berperilaku seperti layaknya sebuah jarum suntik. Dengan kata lain, pod mendorong seluruh kolom udara dan membiarkan udara mengalir. Alhasil, pod bergerak sangat lambat. Oleh karenanya, ahli teknis harus membangun tabung masif untuk membuat pergerakan pod lebih cepat. Jika benar itu bisa diwujudkan, para penumpang dapat bepergian dengan kecepatan sekitar 1610 km per jam, menaklukkan G-Forces (Efek gravitasi yang disebabkan kecepatan/percepatan tinggi sering dirasakan oleh pilot pesawat tempur). [9]

Dibalik kesulitan ada kemudahan 

Walaupun banyak hambatan, Musk si inovator yang banyak akal ini telah menemukan solusinya. Salah satunya, Musk dan timnya mengusulkan untuk mengangkat dua tabung (satu mengarah utara, dan satu lagi mengarah ke selatan) di sepanjang 5 negara bagian. 

Teorinya cukup mudah: pesawat jet yang mengudara pada ketinggian tertentu mengalami densitas udara rendah sehingga gesekan udara berkurang.  Kemudian, tekanan udara harus diturunkan menjadi se-per-enam lapisan atmosfer di Mars. Tujuannya adalah untuk mengurangi gesekan udara pada pod yang sedang melaju.

Selain itu, mereka juga merencanakan pembuatan ski (bentuknya seperti papan ski sebagai jalur/rel pod) berbahan logam yang mengangkat bantalan udara yang dipompa melalui lubang kecil pada ski saat meluncur. Konsepnya hampir mirip dengan sepatu skate yang digunakan pada permainan AirHockey Puck (Permainan hoki menggunakan semburan angin agar bantalan lempengannya berjalan dengan gaya gesek rendah), dimana angin dikeluarkan melalui lubang-lubang kecil di permukaan meja hoki. Bedanya, udara pada bantalan dihasilkan oleh lintasan pod yang berkecepatan tinggi dan terdapat kompresor listrik berdaya super di bagian muka pod yang bertujuan untuk memompa udara secara bolak-balik. Magnet pada ski meluncur bersamaan dengan pulsa elektromagnet sehingga memberikan dorongan awal pada pod. Dorongan tersebut rasanya mirip seperti ketika seorang penumpang mengalami gaya dorong akibat pesawat udara yang sedang take off. Menurut Musk, tak ada sedikitpun goncangan akibat kelajuan pod saat meluncur. [10]

Tempat duduk penumpang di pod (Sumber: Tesla.com)

Pod akan berjalan melalui Hyperloop satu per satu setiap 30 detik dengan jarak  sekitar 37 kilometer. Penumpang dapat masuk dan keluar tabung di setiap ujung dan melalui cabang-cabang pintu keluar di sepanjang loop. Masing-masing pod didesain untuk menampung 28 orang yang duduk di 14 baris kursi. 

Kecanggihan teknologi masa depan berbasis gaya gesek rendah serta memanfaatkan maglev ini menjadi pelopor untuk membantu berkurangnya polusi udara. Tentunya sangat bermanfaat mengurangi polusi udara dan diterapkan di daerah perkotaan. Contohnya saja, pada tahun 2018, China menyumbang 442 ribu tons partikel halus [11] yang sangat berbahaya bagi saluran pernapasan yang dapat merambat masuk ke saluran darah [12]. Semoga teknologi ini juga bisa hadir di negeri kita karena  penggunaan kendaraan motor berbahan bakar minyak di Indonesia sangat tinggi [13]. Apabila terjadi, tentu bisa mengurangi dampak berbahaya polusi udara dan membawa dampak baik bagi kemudahan aktivitas sehari-hari.

Referensi

[1] James Powell, Gordon Danby, et. al, MAGLEV 2000 Urban Transit System, 2003, Transportation Research Record 1838, Paper No. 03-3083 pg. 58-63

[2] https://www.energy.gov : How Maglev Works

[3] Nippon.com : The Shinkansen turns 50, The history and future of Japan’s High Speed Train.

[4] Tumhyperloop.de, diakses 08 Juli 2021 pukul 23.05 WIB

[5] Theverge.com, virgin hyperloop hits an important milestone : The first human passenger test.

[6] https://physicsworld.com/a/from-hype-to-hyperloop/# : diakses 9 Juli 2021, pukul 8.27 WIB

[7] https://amp.ww.en.freejournal.org/16159179/1/crystal-palace-pneumatic-railway.html : diakses 9 Juli 2021, 8.25 WIB

[8] Tesla.com : Hyperloop Alpha

[9] https://science.howstuffworks.com/science-vs-myth/everyday-myths/question633.htm

[10] https://science.howstuffworks.com/transport/engines-equipment/hyperloop.html : diakses 9 Juli 2021, pukul 9.51 WIB

[11] Yalin Zhou, Xuecheng Wang, Decomposition of China’s Pollutant Emissions of Transport Sector Based on LMDI Method, IOP Conf. Ser.: Earth Environ. Sci. 531 012051

[12] https://www.epa.gov/pm-pollution/particulate-matter-pm-basics

[13] https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/1133

 

Featured image credit: Neuhausengroup – Creative Commons Attribution 4.0 International license.

Exit mobile version