Dalam ilmu mikrobiologi kita mengenal media-media yang digunakan untuk pertumbuhan mikroba baik bakteri, virus, jamur, dan sebagainya. Dari media umum, media differensial, media diperkaya, dan semacamnya. Namun bagaimana jika suatu media dibuat dari darah?
Sejarah agar darah sebenarnya tidak pasti. Dalam Manual Bakteriologi pada tahun 1903, Muir and Ritchie mencantumkan penambahan darah sebagai pengganti untuk gelatin sebagai agen pemadatan. Dan Robert Koch lebih suka mencampur inokulasi bakteri dengan media cair daripada menggoreskannya pada media padat . Koch merekomendasikan media yang keras dan kalau bisa yang transparan (Buxton, 2016)
Metode penambahan darah ke media agar sendiri dijelaskan dalam buku Sejarah Bakteriologi karya Bulloch’s tahun 1938. Dan jika tujuannya menyelidiki penyakit ras selain kulit putih, disarankan untuk menggunakan darah ras yang sedang diselidiki.
Namun ada kisah menarik tentang sejarah blood agar ini sendiri. Walther adalah anak didik Koch, dan Angelina menjabat sebagai asisten dan ilustratornya. Beberapa saat sebelum akhir 1882, Walther frustrasi dengan melelehnya kultur gelatin berlapisnya di musim panas. Dia menanyai Lina tentang jeli dan pudingnya yang mempertahankan konsistensi padat mereka bahkan pada suhu hangat. Sepertinya dia telah belajar tentang penggunaan agar-agar dari mantan tetangga (yang beremigrasi dari Jawa di mana agar-agar menjadi makanan umum aditif). Meskipun tidak ada catatan tertulis tentang itu, itu bisa dengan mudah membayangkan bahwa Walther mengaduk darah ke dalam agar-agarnya yang dingin dan meleleh di dengan cara yang sama seperti Lina membuat jus buah dan dagingnya. Agak menyeramkan, bukan?
Blood Agar adalah media yang diperkaya yang bertujuan untuk membedakan bakteri berdasarkan sifat hemolitik dan untuk mengembangbiakkan mikroorganisme yang cukup rewel seperti Neisseria, streptococci, dsb.. Artinya, media ini diciptakan untuk bakteri-bakteri yang dapat menjadikan komponen dalam darah sebagai sumber nutrisinya (HiMedia Laboratories, 2015).
“Blood Agar” bukanlah media yang didefinisikan secara konsisten. Istilah “agar darah” umumnya mengacu pada media dasar yang diperkaya yang didefibrinasi darah mamalia telah ditambahkan. Jadi konsepnya, agar biasa yang ditambah darah atau media yang sudah mengandung nutrisi tapi masih sedikit sehingga perlu penambahan darah sebagai tambahan nutrisinya atau agar mikrobanya dapat lebih baik lagi pertumbuhannya.
Di AS “agar darah” biasanya dibuat dari Tryptic Soy Agar atau Columbia Agar base dengan 5% darah Domba. Darah kelinci atau kuda dapat digunakan namun tidak konsisten dengan media yang menggunakan darah domba. Dalam beberapa kasus, darah manusia tidak disarankan karena dikhawatirkan mengalami peningkatan kemungkinan paparan patogen yang ditularkan melalui darah manusia seperti HIV atau hepatitis.
Cara membuatnya cukup mudah, cukup mencampurkan agar darah base sebanyak 40,0 gram dalam 1000 ml air murni/suling. Panaskan sampai mendidih untuk melarutkan media sepenuhnya. Sterilkan dengan autoklaf pada tekanan 15 lbs (121°C) selama 15 menit. Dinginkan hingga 45-50 °C dan tambahkan secara aseptik 5% v/v darah steril yang telah didefibrinasi. Aduk rata media dan tuang ke kaca petri steril.
Simpan antara 10-30 ° C dalam wadah tertutup rapat dan media yang disiapkan pada 2 – 8 ° C. Media bersifat higroskopis sehingga jangan dibiarkan dalam udara terbuka dalam waktu yang lama. Selain akan membentuk gumpalan, hal ini juga akan mempengaruhi kualitas media tersebut Simpan di tempat berventilasi kering
area terlindung dari suhu ekstrem dan sumber api.
Pembuangan media ini juga harus dengan cara media yang telah dipakai didekontaminasi terlebih dahulu sesuai standar laboratorium sebelum dicampur dengan limbah lainnya
Buxton, R. (2016) ‘اكار الدم (2).Pdf’, (May 2019), pp. 1–9.
HiMedia Laboratories (2015) ‘Blood Agar Base (Infusion Agar)’, HiMedia Laboratories. Available at: http://himedialabs.com/TD/MM021.pdf.
dan dapatkan konten-konten menarik tentang sains dan teknologi langsung di inbox email kamu